Tren perlambatan ekonomi akan terus terjadi, kecuali negara bisa mempercepat peran usaha mikro, kecil dan menengah yang merupakan ujung tombak pemulihan ekonomi. Permasalahan UMKM bukan sekadar permodalan.
Oleh
Stefanus Osa Triyatna
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tren perlambatan ekonomi akan terus terjadi, kecuali negara bisa mempercepat peran usaha mikro, kecil, dan menengah yang merupakan ujung tombak pemulihan ekonomi. Inilah momentum paling bagus untuk menggulirkan inisiatif-inisiatif baru. Krisis, guncangan atau badai adalah kesempatan paling baik untuk melakukan sesuatu yang baru dengan cara berbeda dan menghasilkan sesuatu lebih baik.
Faisal Basri, Ekonom Universitas Indonesia dan Ekonom Senior Indef, dalam peluncuran Riset Indef dan Aplikasi BukuWarung bertajuk ”Kontribusi BukuWarung terhadap Akselerasi UMKM dan Perekonomian Indonesia” di Jakarta, Kamis (18/11/2021), mengatakan, ”Kondisi kita membaik karena sejauh ini berhasil mengendalikan pandemi ini. Sekarang kita harus menjaga agar jangan sampai Natal dan Tahun Baru ini menciptakan petaka kehadiran gelombang ketiga Covid-19.”
Sejauh ini, langkah-langkah pemulihan dinilai sudah berada pada trek yang tepat. The Economist’s Global Normalcy Index pada 22 Oktober 2021 menempatkan Indonesia sebagai negara yang sudah menuju pemulihan. Yang menjauh dari normal justru terjadi pada Denmark, Singapura, dan India.
Berdasarkan Nikkei Covid-19 Recovery Index 2021, rangking Indonesia yang semula mencapai 110 (Juni), anjlok di rangking 114 (Juli), dan melonjak 92 (Agustus) hingga menempati rangking 54 (September). Bulan Oktober, posisi Indonesia sudah berada di rangking 41. Peningkatannya luar biasa. Sementara, Bloomberg’s Covid Resilience Ranking juga menunjukkan perbaikan dari rangking 53 menjadi 48.
Peneliti Indef Nailul Huda dalam pemaparan hasil riset permasalahan UMKM menunjukkan sejumlah permasalahan UMKM selama ini, berisiko tinggi, bunga kredit UMKM yang mahal, tidak dapat memenuhi persyaratan perbankan, kurangnya akses UMKM terhadap ekuitas, dan jasa UMKM yang terlalu mahal.
”Salah satu masalah yang paling nyata adalah sistem akuntansi atau pencatatan keuangan UMKM yang memang belum memenuhi standar perbankan. Banyak sekali pelaku UMKM masih berada dalam kategori yang sulit tersentuh perbankan,” kata Huda.
Padahal, di lain sisi, pemulihan pelaku UMKM bisa lebih cepat dibandingkan perusahaan beraset besar. Dari sisi pertumbuhan kredit, ternyata kredit UMKM bisa lebih cepat menuju angka positif dibandingkan kredit secara umum. Artinya, UMKM Indonesia memiliki potensi cukup besar untuk pemulihan ekonomi.
Dalam era digital saat ini, literasi keuangan bagi UMKM haruslah dipercepat, termasuk rekam jejak atau sistem akuntansinya. Di sinilah, aplikasi keuangan digital seperti BukuWarung bisa membantu UMKM untuk berkembang secara lebih cepat dan baik.
”Adanya BukuWarung ternyata bisa memudahkan dan memperbaiki neraca keuangan pelaku UMKM yang berdampak positif pada penyaluran kredit UMKM. Yang kita dapatkan adalah dampak tambahan kredit kepada UMKM sebesar Rp 1,14 triliun akibat adanya aktivitas BukuWarung. Sebaliknya, ada perbedaan sebesar 21,93 persen apabila UMKM tidak menggunakan aplikasi BukuWarung,” ujar Huda.
Temuan Indef pun menunjukkan, dampak output ekonomi BukuWarung terhadap PDB sebesar Rp 32,9 triliun atau berkontribusi sebesar 0,27 persen terhadap PDB nasional. Adanya BukuWarung juga menyebabkan output ekonomi sekitar 23,8 persen yang disumbang oleh jasa pertanian, jasa konsultasi komputer dan teknologi informasi, pengadaan listrik, gas, air, dan pengolahan limbah, serta perdagangan selain mobil dan sepeda motor.
Pemulihan
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengatakan, upaya pemulihan ekonomi terus dilakukan pemerintah, antara lain, melalui Bantuan Presiden untuk Usaha Mikro (BPUM) yang diberikan dengan target mencapai 12,8 juta usaha mikro. BPUM ini sudah disalurkan sebesar Rp 15,36 trilliun.
Selain itu, pemulihan ekonomi juga dilakukan melalui penyaluran kredit usaha rakyat (KUR) dengan target Rp 285 trilliun. Hingga kini, telah terealisasi Rp 244,9 trilliun atau 85,92 persen kepada 6,48 juta debitor. Ada pula penyaluran modal kerja bagi koperasi melalui Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB) dengan target Rp 1,6 trilliun dan telah terealisasi Rp 1,2 trilliun atau 80,27 persen kepada 162 koperasi.
Deputi Bidang Usaha Mikro Kemenkop dan UKM Eddy Satriya menambahkan, kondisi dunia masih dibayang-bayangi pandemi Covid-19. Pemerintah menggunakan APBN dan anggaran pemulihan ekonomi nasional (PEN) untuk mendorong pertumbuhan ke arah positif.