Strategi Investasi Bergeser, Kesehatan Jadi Prioritas
Strategi investasi kalangan menengah atas cenderung bergeser selama pandemi dan mengarah ke investasi panjang. Sebanyak 88 persen dari 1.523 responden Indonesia telah mengatur ulang tujuan hidup mereka setelah pandemi.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Masyarakat kelas menengah atas cenderung menata ulang investasi dan tujuan hidup setelah pandemi. Prioritas mereka bergeser ke peningkatan kesehatan, menyisihkan lebih banyak penghasilan untuk masa depan anak, serta masa pensiun lebih nyaman.
Demikian terungkap dalam laporan terbaru Standard Chartered: Wealth Expectancy 2021 yang dipublikasikan pada Kamis (11/11/2021). Survei dilakukan terhadap total 15.649 responden dari kalangan ekonomi menengah ke atas, makmur, dan orang sangat kaya (HNWI) yang tersebar di 12 negara, selama periode 30 Juni- 26 Juli 2021.
Negara-negara yang disurvei itu mencakup Indonesia, Hong Kong, India, Kenya, Tiongkok, Malaysia, Pakistan, Singapura, Korea Selatan, Taiwan, Uni Emirat Arab, dan Inggris.
Studi itu memperlihatkan 88 persen dari 1.523 responden Indonesia telah mengatur ulang tujuan hidup mereka setelah pandemi. Lebih dari setengah responden menginginkan peningkatan kesehatan (56 persen), menyisihkan lebih banyak uang untuk pendidikan atau dukungan keuangan anak (52 persen), dan masa pensiun yang lebih nyaman (47 persen).
Sementara itu, 96 persen responden Indonesia telah mencoba lebih dari lima peluang investasi atau strategi investasi baru setelah pandemi dan merasa senang dengan kondisi keuangan mereka. Para responden menilai perlunya strategi baru menumbuhkan kekayaan, yakni investasi yang lebih proaktif dari hanya tabungan, seperti investasi logam mulia sebanyak 32 persen, mata uang kripto (32 persen), dan investasi properti (26 persen).
Head of Consumer, Private and Business Banking (CPBB), Indonesia, Standard Chartered, Jeffrey Tan, mengatakan, tabungan tunai saja menawarkan lebih sedikit peluang untuk menutupi rentang hidup yang lebih lama dan prioritas hidup yang baru. Oleh karena itu, penting bagi kalangan mapan itu untuk berinvestasi jangka panjang.
”Mereka perlu mengambil kendali atas keuangan mereka dan membangun portofolio investasi yang terdiversifikasi untuk memenuhi tujuan baru, termasuk masa pensiun yang nyaman dan tepat waktu. Jika mereka tidak bertindak sekarang, mereka mungkin akan tertinggal,” kata Jeffrey.
Meski demikian, Jeffrey menambahkan, masih belum banyak masyarakat di Indonesia yang mengambil tindakan dan langkah konkret untuk mencapai tujuan investasi jangka panjang. Padahal, sebanyak 58 persen responden berencana pensiun sebelum usia 65 tahun.
Sebanyak 19 persen responden saat ini tidak menabung atau berinvestasi untuk masa pensiun. Adapun mereka yang telah menyiapkan masa pensiun umumnya mengharapkan sumber pendapatan dari investasi dan tabungan/deposito tunai.
Di sisi lain, Covid-19 telah menurunkan tingkat kepercayaan diri sebagian responden sehingga tertahan dalam mengambil tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan keuangan baru mereka. Kondisi itu, antara lain, disebabkan informasi yang tidak memadai tentang peluang investasi tertentu, volatilitas di pasar keuangan, serta ketakutan akan pengembalian investasi yang buruk.
Sumber informasi dalam hal investasi antara lain nasihat keuangan dari teman, keluarga, atau kolega tepercaya, penasihat keuangan independen, dan kelas atau kursus daring.
Untuk mencapai tujuan keuangan jangka panjang, Jeffrey mengemukakan, konsumen dapat memperoleh manfaat dari saran profesional untuk membantu mereka mengelola keuangan mereka. Pihaknya berkomitmen membantu dengan menawarkan saran keuangan yang dipersonalisasi dan akses digital yang nyaman ke solusi manajemen kekayaan yang sesuai dengan tujuan pengelolaan keuangan.
Sementara itu, Morgan Stanley dalam hasil riset Indonesia Economics & Strategy: ”Three Reason to Be Bullish”, memperkirakan percepatan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2022. Keberhasilan Indonesia untuk memvaksinasi hampir seluruh populasi penduduk dewasa membuka pertumbuhan permintaan domestik. Pertumbuhan ekonomi meluas dan bergeser dari ekspor ke permintaan domestik.