Petani di Lombok Mulai Manfaatkan Teknologi Digital
Program transformasi digital sektor pertanian melalui Gerakan Petani Digital 4.0 dari Kemenkominfo membuat petani kini bisa berbudidaya lewat ponsel pintar. Hal itu juga yang dilakukan para petani di Lombok Tengah, NTB.
Oleh
ISMAIL ZAKARIA
·4 menit baca
MATARAM, KOMPAS — Lahan pertanian di Indonesia menyimpan potensi yang besar, tetapi belum digarap secara maksimal. Oleh karena itu, pemerintah terus mendorong pemanfaatan teknologi pertanian yang berkembang. Salah satunya dengan transformasi digital melalui Gerakan Petani Digital 4.0, seperti di Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat.
Direktur Jenderal Aplikasi Informatika (Aptika) Kementerian Komunikasi dan Informatika Semuel Abrijani Pangerapan secara daring menyampaikan hal itu dalam Panen Raya Gerakan Petani Digital 4.0 di Desa Bilebante, Kecamatan Pringgarata, Lombok Tengah, Kamis (4/11/2021).
Turut hadir secara luring dalam acara itu, antara lain, Koordinator Padi, Irigasi, dan Rawa Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian Rachmat; Koordinator Inisiatif Digital Sektor Strategis Kemenkominfo Wijayanto; Sekretaris Dinas Pertanian Lombok Tengah Taufiqurrahman Pua; pakar pertanian Universitas Gadjah Mada, Eko Putranto; dan 75 petani dalam Gerakan Petani Digital 4.0.
Semuel mengatakan, berdasarkan data World Bank pada 2020, Indonesia adalah negara dengan jumlah penduduk terbanyak keempat di dunia. Di samping itu, Indonesia memiliki luas lahan pertanian mencapai 60,2 juta hektar.
”Luas lahan itu diyakini menyimpan potensi yang mungkin belum digarap secara maksimal sehingga kita ingin potensi itu bisa dimanfaatkan dengan maksimal menggunakan teknologi yang sekarang sudah sangat berkembang, termasuk teknologi pertanian,” kata Semuel.
Teknologi pertanian itu mulai digunakan melalui program Gerakan Petani Digital 4.0. Pemanfaatan teknologi ini, kata Semuel, bukan tanpa sebab. ”Kita harus memahami bahwa sekarang masyarakat Indonesia banyak beraktivitas di ruang digital. Hari ini, kita sudah 202,6 juta pengguna internet, di mana semuanya dilakukan lewat ponsel pintar,” kata Semuel.
Semuel mengatakan, selama pandemi, transaksi di e-dagang Indonesia mengalami peningkatan signifikan, terutama penjualan bahan pangan serta makanan dan minuman.
Yang diinginkan, potensi itu bisa dimanfaatkan dengan maksimal menggunakan teknologi yang sekarang sudah sangat berkembang, termasuk teknologi pertanian (Semuel Abrijani Pangerapan).
”Kondisi itu harus semakin menyadarkan kita bahwa adopsi teknologi digital di sektor pertanian kian penting. Hal itu untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi agar dapat menjawab kebutuhan pasar saat ini,” kata Semuel.
Wijayanto menambahkan, Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika Direktorat Ekonomi Digital saat ini menjalankan program transformasi digital di sektor-sektor strategis. Ada enam sektor, salah satunya pertanian, melalui Gerakan Petani Digital 4.0.
Rantai nilai
Program ini bertujuan mendorong pertumbuhan ekonomi dan bisnis pada setiap rantai nilai pertanian melalui pemanfaatan teknologi digital. Targetnya adalah petani dengan komoditas tanaman pangan, seperti padi dan jagung, serta hortikultura seperti cabai dan bawang merah.
”Pada 2021, program ini dilaksanakan di beberapa lokasi sebagai pilot project, yakni Kabupaten Lombok Tengah, Kabupaten Pasaman Barat di Sumatera Barat, dan Kabupaten Malang di Jawa Timur,” kata Wijayanto.
Wijayanto menambahkan, program dilakukan dengan pemanfaatan alat sensor tanah dan cuaca yang dapat memberikan informasi lingkungan pertanian secara real time, baik itu suhu udara, curah hujan, arah angin, kelembaban tanah, suhu tanah, PH tanah, hingga konduktivitas listrik.
”Sensor tersebut mengirim data ke peladen (server) kami di Jakarta. Dari peladen, akan disampaikan rekomendasi ke petani. Apa yang harus dilakukan di lahan mereka,” kata Wijayanto.
Wijayanto menggambarkan, setiap hari petani akan mendapatkan informasi ke aplikasi RitxBertani yang bisa dipasang di ponsel pintar mereka, misalnya sensor cuaca, akan menginformasikan tentang kemungkinan hujan sehingga petani bisa menunda melakukan pemupukan. Jadi, petani bisa berhemat pupuk.
Begitu juga dengan sensor tanah. Misalnya petani mendapat rekomendasi jika tanahnya kurang subur sehingga ada rekomendasi berapa jumlah pupuk yang harus ia tambahkan. Dengan demikian, pupuk yang diberikan tidak berlebihan.
Pelaksanaan program ini, kata Wijayanto, dimulai dari pemasangan alat sensor tanah dan cuaca, pendampingan petani dalam penggunaan teknologi digital, hingga pengambilan basis data pertanian setempat.
Terkait hasil program tersebut, seperti dari hasil produksi di Bilebante yang memiliki lima alat sensor, Wijayanto belum bisa memastikan. Namun, berdasarkan catatan mereka pada tanaman bawang merah di Malang, ada peningkatan produksi, misalnya dari 5 ton menjadi 7 ton.
Para petani di Bilebante mengaku terbantu dengan adanya teknologi tersebut. ”Aplikasi ini sangat baik untuk petani. Misalnya dari informasi yang masuk, kami mengetahui kalau lahan kami kelebihan air,” kata Sunardi dari Kelompok Tani Tunas Sari.
Hal serupa juga disampaikan Nita dari Kelompok Tani Harapan Jaya. Menurut Nita, petani di Bilebante yang sudah terakomodasi dengan teknologi tersebut sangat terbantu, terutama dari rekomendasi yang diterima.
”Memang ada kendala karena tidak semua petani bisa menggunakan ponsel pintar. Namun, itu disiasati dengan cara anaknya yang punya ponsel pintar diminta memasang aplikasi tersebut,” ujarnya.
Baik Sunardi maupun Nita berharap program itu bisa terus berlanjut. Tidak sekadar jadi pilot project, baik itu oleh kementerian maupun pemerintah daerah. Jika tidak, mereka khawatir apa yang sudah berjalan akan sia-sia.
”Akan lebih baik jika semakin banyak alat sehingga petani bisa meningkatkan produksi mereka. Apalagi, ke depan kalau semakin banyak teknologi pertanian digital yang muncul dan bisa kami gunakan,” kata Sunardi.
Rachmat menyambut positif penerapan teknologi digital ini dan berharap bisa terus berjalan. Menurut dia, pemerintah berkomitmen agar kebutuhan pangan dalam negeri dipenuhi lewat produksi dalam negeri.
”Oleh karena itu, peningkatan produksi pertanian terus dilakukan salah satunya lewat pemanfaatan teknologi digital,” katanya.