Sektor Makanan Minuman Makin Digandrungi Investor Asing
Industri makanan-minuman masih memiliki daya tarik kuat di tengah seretnya investasi manufaktur lima tahun terakhir. Pada Januari-September 2021, investasi sektor ini tumbuh 75,93 persen dengan nilai Rp 29,59 triliun.
Oleh
Agnes Theodora
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sepanjang tahun 2021, industri makanan dan minuman menjadi salah satu sektor yang paling digandrungi investor asing. Untuk mencapai cita-cita menjadi pemain utama di kawasan ASEAN, Indonesia dinilai memerlukan langkah strategis untuk memacu daya saing industri serta memberdayakan pelaku industri kecil-menengah yang mendominasi sektor tersebut.
Kementerian Investasi mencatat, dari Januari-September 2021, sektor makanan dan minuman termasuk dalam lima besar investasi yang paling digandrungi pengusaha asing. Investasi di sektor makanan minuman pada periode itu tercatat senilai 2,08 miliar dollar AS atau setara Rp 29,59 triliun. Capaian itu tumbuh hingga 75,93 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2020.
Industri makanan minuman masih mencatat daya tarik kuat di tengah seretnya investasi di sektor manufaktur selama setidaknya lima tahun belakangan ini. Tak hanya dari investor asing, industri ini juga masih diminati investor dalam negeri dengan nilai investasi Rp 20,42 triliun, meski tidak termasuk dalam lima besar sektor yang paling banyak menarik investasi pada Januari-September 2021.
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian Putu Juli Ardika, Sabtu (30/10/2021), mengatakan, selama pandemi, industri makanan minuman terbukti menjadi sektor unggulan karena mampu bertahan di tengah gejolak ekonomi yang hebat. Pada 2020, ketika industri lain mengalami kontraksi, sektor makanan minuman masih tumbuh positif 1,58 persen.
Pada triwulan II-2021, industri makanan minuman berkontribusi hingga 38,42 persen terhadap pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) industri pengolahan nonmigas. Kontribusi itu lebih tinggi dari sumbangannya pada kondisi pra-pandemi, yakni sebesar 36,40 persen pada 2019.
Putu meyakini, investasi yang besar di sektor makanan-minuman dapat memperkuat struktur manufaktur di dalam negeri. Investasi asing yang umumnya menggunakan teknologi lebih tinggi bisa mendukung proses transfer teknologi. Dalam jangka menengah-panjang, hal itu diyakini akan memajukan kapasitas dan struktur industri dalam negeri.
Dari sisi dampak terhadap masyarakat, peningkatan investasi di sektor makanan minuman sejauh ini mampu menyerap tenaga kerja sampai 5,2 juta orang. ”Dampaknya luas dan langsung ke masyarakat, apalagi sektor usaha yang mendominasi industri ini berasal dari skala industri kecil dan menengah (IKM),” kata Putu dalam keterangan resmi.
Ia optimistis, dengan kinerja sejauh ini, industri makanan-minuman nasional bisa menjadi pemain utama di kawasan ASEAN. Namun, untuk mencapai sasaran itu, diperlukan sejumlah langkah strategis melalui penguatan struktur manufaktur dalam negeri.
Menurut dia, ketergantungan impor pada bahan produk agrikultur perlu dikurangi. Hal ini sedang diupayakan melalui penguatan industri penghasil bahan baku di dalam negeri dan rangkaian program substitusi impor. Selain itu, kemampuan industri makanan-minuman untuk mengemas produk secara sederhana dan aman juga perlu terus dibangun, khususnya para pelaku IKM.
Meningkatkan utilisasi
Salah satu cara meningkatkan daya saing produk makanan minuman adalah dengan mendorong penerapan teknologi Industri 4.0 mulai dari tahap desain produk sampai distribusi. Hal ini dinilai berperan penting dalam meningkatkan utilisasi pabrik pada sektor makanan minuman.
”Ini bisa jadi solusi ketika pabrik belum sepenuhnya beroperasi normal karena pandemi. Sementara, dalam keadaan normal, penerapan teknologi pada proses industri ini bisa meningkatkan utilisasi sampai 20-25 persen,” ujar Putu.
Pemanfaatan teknologi di industri makanan-minuman memang masih menjadi tantangan. Data Kementerian Perindustrian, belum ada pengusaha yang memanfaatkan teknologi 4.0 di sektor makanan-minuman. Sebanyak 70 persen pelaku makanan minuman berskala besar baru beroperasi di level 3.0, sementara 30 persen masih pada level Industri 2.0. Sementara itu, 70 persen pelaku industri mikro dan kecil masih beroperasi di level 2.0. Hanya 30 persen yang mulai beralih ke teknologi komputerisasi (Industri 3.0).
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI) Adhi S Lukman mengatakan, industri makanan-minuman masih bisa bertahan selama pandemi karena ditopang oleh kenaikan konsumsi masyarakat. Indonesia dengan jumlah penduduk yang banyak menyimpan peluang besar untuk pengembangan industri makanan minuman.
Hal itu yang menyebabkan investor masih menyasar Indonesia untuk menanamkan modal di sektor makanan minuman. ”Jadi, investasi di Indonesia memang masih sangat terbuka bagi para pelaku industri makanan-minuman. Pasar yang besar sangat menguntungkan, apalagi kalau didukung dengan tekad pemerintah menjalankan hilirisasi untuk meningkatkan nilai tambah bahan baku lokal,” ujarnya.
Di sisi lain, dukungan dan pendampingan pada pelaku IKM perlu diperkuat. Secara umum, populasi IKM mencapai 99,77 persen atau sebanyak 4.400.374 unit dari total unit usaha industri dalam negeri. Di sektor makanan-minuman, diperkirakan ada 1,68 juta unit usaha IKM atau 38,27 persen dari total unit usaha IKM secara keseluruhan.
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Industri Kecil, Menengah dan Aneka (IKMA) mengatakan, keberadaan IKM makanan-minuman perlu menjadi perhatian, apalagi karena IKM mampu menyerap 3,89 juta tenaga kerja atau 37,52 dari total tenaga kerja di sektor IKM secara keseluruhan.
Untuk itu, berbagai program pembinaan dan pendampingan dilakukan kepada IKM. Baru-baru ini, dalam program Indonesia Food Innovation (IFI) 2021, sebanyak 1.638 pelaku IKM disaring menjadi 40 IKM terpilih untuk mengikuti rangkaian kegiatan pelatihan dan pembinaan di sektor antara dan sektor hilir.
”Program ini untuk mengembangkan kapasitas bisnis para pelaku IKM. Mereka juga diberi pelatihan terkait solusi menembus rantai pasok global dan memberi nilai tambah pada produknya lewat inovasi berkelanjutan, agar bisa memenuhi perubahan pasar yang dinamis,” katanya.