Kejar Target Investasi, RI Sasar Peluang dari Krisis Energi
Dinamika global, seperti krisis energi yang menerpa sejumlah negara, dinilai bisa membawa peluang bagi Indonesia untuk menarik investasi. Kementerian Investasi optimistis target Rp 900 triliun bisa terealisasi tahun ini.
Oleh
Agnes Theodora
·4 menit baca
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO
Calon investor berkonsultasi dengan petugas pelayanan terpadu satu pintu di Gedung Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Jakarta, Selasa (26/1/2021).
JAKARTA, KOMPAS — Realisasi investasi di Indonesia sampai September 2021 mencapai 73,3 persen dari target Rp 900 triliun pada tahun ini. Pemerintah menyasar peluang investasi dari krisis energi global yang saat ini sedang dialami sejumlah negara maju.
Kementerian Investasi mencatat, pada triwulan III-2021, realisasi investasi mencapai Rp 216,7 triliun. Angka itu turun 2,8 persen dibandingkan dengan triwulan II-2021 kendati masih tumbuh 3,7 persen secara tahunan ketimbang triwulan III-2020. Penurunan itu ditengarai akibat pandemi yang sempat memburuk pada Juli-Agustus 2021.
Sepanjang Januari-September 2021, realisasi investasi mencapai Rp 659,4 triliun atau 73,3 persen dari target tahun 2021 yang dipatok Rp 900 triliun. Secara tahunan, capaian itu tumbuh 7,8 persen dibandingkan dengan kondisi pada Januari-September 2020.
Menurut Menteri Investasi Bahlil Lahadalia, Rabu (27/10/2021), dinamika global, seperti krisis energi yang kini menerpa beberapa negara, misalnyua China, Eropa, dan India, bisa dimanfaatkan untuk menarik investasi ke dalam negeri dan mengejar target investasi tahun ini.
Ketika biaya listrik di negara-negara itu naik akibat krisis energi, biaya produksi ikut naik, demikian juga harga jual produk. Hal itu mengurangi efisiensi dan menurunkan daya saing produk akibat harga yang lebih mahal.
TANGKAPAN LAYAR
Sampai September 2021, realisasi investasi mencapai 73,3 persen dari target tahun 2021 senilai Rp 900 triliun. Pemerintah masih harus mengejar Rp 240,6 triliun dalam waktu tiga bulan ke depan.
Sementara itu, Indonesia justru memiliki suplai energi yang berlebih. Bahlil mencontohkan, berdasarkan laporan PT PLN (Persero), wilayah Jawa-Bali saat ini punya pasokan energi berlebih sampai 2.500 megawatt (MW).
”Ini kesempatan kita meminta perusahaan-perusahaan di negara lain itu untuk merelokasi usahanya ke Indonesia agar biaya produksi mereka bisa rendah dan produknya lebih kompetitif,” ujarnya dalam konferensi pers.
Menurut Bahlil, meski pertumbuhan ekonomi China biasanya berdampak ke Indonesia, kondisi perekonomian China yang sedang menurun tidak akan terlalu berpengaruh pada kelangsungan investasi perusahaan asal China di Indonesia.
Investasi China yang sudah masuk ke Indonesia rata-rata sudah mulai melakukan pekerjaan konstruksi hingga 20-30 persen. Selain itu, sejumlah perusahaan China juga sudah melakukan ekspansi di Indonesia.
”Andaikan kondisi China berpengaruh pada investasi langsung di kita, tugas pemerintah adalah mencari negara-negara lain untuk melakukan subsidi silang,” ujarnya.
Kompas/AGUS SUSANTO
Aktivitas alat berat dalam proyek konstruksi pendirian pabrik otomotif di kawasan industri GICC, Desa Sukamukti, Kecamatan Bojongmangu, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Kamis (13/8/2020). Pemerintah tengah gencar berburu investor, khususnya ke bidang berbasis padat karya, untuk menekan dampak resesi.
Kementerian Investasi mencatat, negara yang berinvestasi di Indonesia lebih beragam. Per triwulan III-2021, lima besar investor berasal dari Singapura (36,2 persen), Hongkong (12 persen), Jepang (10,1 persen), China (8,4 persen), dan Amerika Serikat (7,2 persen). Sebelumnya, Jepang tidak masuk dalam tiga besar dan Amerika Serikat tidak masuk dalam kelompok lima besar.
Target tercapai
Bahlil meyakini, target investasi Rp 900 triliun yang dipatok Presiden Joko Widodo tahun ini bisa tercapai. Masih ada sejumlah rencana investasi yang, menurut dia, akan dieksekusi pada triwulan IV-2021 untuk mengejar sisa target investasi sebesar Rp 240,6 triliun itu.
”Ini bukan pekerjaan gampang, butuh kerja keras. Namun,, saya meyakinkan target itu akan tercapai. Ini kalkulasi dari hasil mapping kami terhadap beberapa calon investor yang akan masuk pada triwulan IV (2021) dengan peluang yang ada,” kata Bahlil.
Salah satu fokus investasi yang disasar ada di sektor kendaraan listrik. Baru-baru ini, perusahaan asal Taiwan, Foxconn, menyatakan komitmen untuk menanamkan modal di industri baterai dan kendaraan listrik di Indonesia.
Chairman Foxconn Young Liu berjanji akan membangun industri kendaraan listrik secara menyeluruh dari hulu ke hilir di Indonesia. Pihaknya sedang mengkaji potensi berinvestasi serta melakukan survei teknis terlebih dulu.
Menurut rencana, Foxconn akan membangun pabrik untuk memproduksi kendaraan listrik roda empat dan roda dua.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance Tauhid Ahmad menilai, kinerja investasi yang mulai menurun pada triwulan III-2021 bukan semata-mata dampak varian delta ataupun PPKM, melainkan alur investasi yang mulai kembali ke kondisi normal.
Menurut dia, capaian investasi yang tumbuh pada tahun lalu lebih banyak ditopang oleh investasi mangkrak yang berhasil dieksekusi. ”Tahun ini bisa jadi memang sudah kembali ke flow normal, sementara sisa investasi yang mangkrak belum bisa direalisasikan,” ujarnya.
Ia menilai, mengejar target Rp 240 triliun dalam waktu tiga bulan akan menjadi tantangan yang cukup berat. Berbeda dari penilaian Bahlil, menurut dia, krisis energi global belum tentu bisa berdampak signifikan bagi iklim investasi di Indonesia. ”Karena kondisinya, justru banyak usaha di sana yang terpaksa tutup, bagaimana mau bicara ekspansi,” kata Tauhid.