Jurus Wapres Amin Perangi Lingkaran Kemiskinan Ekstrem
Akibat pandemi, jumlah penduduk miskin ekstrem naik dari 3,85 persen per Maret 2020 menjadi 4 persen per Maret 2021. Sebagai Ketua TNP2K, Wapres mencoba menangani, dan tahun ini targetnya tujuh provinsi.
Kemiskinan ekstrem yang disebut juga sebagai kemiskinan kronis, penduduknya seolah terjebak di dalam lingkaran, yang tidak pernah keluar dari garis kemiskinan dalam jangka waktu panjang. Di mana ujung pangkalnya sulit dirujuk meski faktornya adalah belitan keterpurukan pendidikan, kesehatan, pengangguran, dan kesempatan untuk mengubah nasib, saling kait-mengait bertemu. Pandemi Covid-19 yang datang awal 2020 semakin memperparah kondisi penduduk miskin ekstrem dengan penambahan jumlah penduduk miskin ekstrem secara global.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di laman resminya mengatakan bahwa pandemi Covid-19 telah membalikkan kemajuan puluhan tahun dalam memerangi kemiskinan ekstrem. The Sustainable Development Goals (SDGs) Report 2021 melaporkan, pandemi berdampak pada kenaikan angka kemiskinan ekstrem untuk pertama kali dalam kurun lebih dari 20 tahun. Pada 2020, menurut Sekretaris Jenderal PBB António Guterres, terjadi penambahan 119-124 juta penduduk miskin ekstrem.
Dengan realitas ini, target pengentasan rakyat dari kemiskinan ekstrem secara global yang sebelumnya ditetapkan bakal tuntas pada 2030 akan terlewatkan. Angka kemiskinan global pada 2030 diprediksi menjadi 7 persen. Di Indonesia, jumlah kemiskinan ekstrem juga turut terimbas naik.
Jumlah penduduk miskin ekstrem naik dari 10,4 juta per Maret 2020 menjadi 10,86 juta per Maret 2021 atau naik dari 3,85 persen menjadi 4 persen. Artinya, ada sekitar 1 persen kenaikan penduduk miskisn akibat pandemi. Karena pada September 2019 lalu, untuk pertama kalinya di era Presiden Joko Widodo dan Jusuf Kalla angka kemiskinan turun satu digit. Dari sebelumnya 10 persen lebih menjadi 9,41 persen. Juga koefisien gini yang mencerminkan ketimpangan ekonomi turun ke 0,381 dari sebelumnya 0,382 pada September 2019.
Target pengentasan rakyat dari kemiskinan ekstrem menjadi nol persen ditetapkan Pemerintah Indonesia sejalan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) yang sebelumnya memuat komitmen global untuk menghapuskan kemiskinan ekstrem pada 2030. Namun, Presiden Joko Widodo menargetkan penuntasan kemiskinan ekstrem ini menjadi enam tahun lebih cepat, yaitu pada akhir 2024.
Untuk mempercepat penanganan kemiskinan, Wapres Amin pun menggelar rapat kerja dengan kepala daerah di tujuh provinsi prioritas pengentasan rakyat dari kemiskinan ekstrem tahun 2021. Peta jalan (roadmap) penanganan kemiskinan sudah disusun, yang diawali dengan penurunan kemiskinan pada tahun ini sebanyak tujuh provinsi. Sisanya ditangani pada 2022, 2023, dan akhir 2024 dengan harapan ada lompatan menghapus penduduk miskin di Indonesia.
Wapres juga memastikan optimalisasi beragam program pemberdayaan masyarakat di lintas kementerian. Dalam kunjungan kerja ke Nusa Tenggara Timur, misalnya, Wapres Amin meresmikan pemberian akses infrastruktur dasar, seperti listrik hingga meninjau program pengurangan stunting (tengkes). Penyediaan listrik menjadi penting karena listrik merupakan salah satu penyebab utama kemiskinan dan ketimpangan. Sebelumnya, Wapres juga melakukan kunjungan kerja dan memimpin rapat percepatan penanganan kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Jawa Timur. Saat kunjungan ke NTT, Wapres merangkai juga memimpin rapat percepatan penanganan kemiskininan di Maluku, Nusa Tenggara Barat, Papua Barat, dan Papua.
”Saya dengan mengucap bismillahirrohmaanirrahim, program bantuan pasang baru listrik untuk masyarakat yang berhak di Kabupaten Timor Tengah Selatan saya nyatakan mulai menyala dan bisa dinikmati oleh masyarakat setempat,” ucap Wapres ketika menyalakan bantuan listrik secara simbolis kepada warga Desa Nunusunu, Kabupaten Timor Tengah Selatan, melalui konferensi video dari Halaman Rumah Jabatan Gubernur NTT, Minggu (17/10/2021).
Kepada dua perwakilan warga penerima listrik, Wapres lantas bertanya, ”Bagaimana dengan adanya listrik? Selama ini tidak ada listrik, gelap, apa yang dirasakan oleh ibu dan bapak?” Berdiri di depan rumahnya yang beratap daun dan berdinding bambu, salah satu warga penerima listrik, Jacobus, mengaku senang. ”Kami hanya memakai minyak tanah saja, seminggu kami hanya menerima bantuan Rp 25.000 dalam sebulan, pengeluaran kami mencapai Rp 100.000,” ujarnya.
Integrasi kebijakan
Untuk mendukung percepatan pengentasan rakyat dari kemiskinan ekstrem, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral melalui Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan yang didukung oleh PT PLN (persero) turut meningkatkan akses terhadap pelayanan dasar. General Manager PLN Unit Induk Wilayah NTT Agustinus Jatmiko melaporkan, sebanyak 245 dari 278 desa di Kabupaten Timor Tengah Selatan telah dialiri listrik PLN pada 2021.
Di Papua, Wapres Amin juga meninjau dimulainya pembangunan Balai Latihan Kerja (BLK) Komunitas di Papua dan Papua Barat. ”Saya memandang hal ini merupakan wujud konkret sinergi pemerintah dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia, khususnya di Tanah Papua,” ujar Wapres Amin pada acara Kick Off Pembangunan BLK Komunitas dalam rangka pengembangan SDM kompeten di Papua dan Papua Barat, di Sentani, Jayapura, Sabtu (16/10/21).
Data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Papua periode Agustus 2020 menyebutkan, jumlah angkatan kerja yang ada di Papua sebesar 1.767.403 jiwa yang 75.658 jiwa di antaranya menganggur. Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah mengatakan, pemerintah bertekad membangun segala sudut yang belum terjangkau, salah satunya melalui pembangunan BLK yang menjadi wadah bekerja dan meningkatkan kemampuan diri.
Kebijakan terintegrasi dengan perlindungan sosial dan pemberdayaan masyarakat dinilai efektif untuk pengentasan rakuat dari kemiskinan ekstrem. ”Dikasih uang dari Rp 100.000 per bulan, tetapi mereka enggak punya air bersih. Mereka harus membeli air bersih dari uang itu, bukan berapa yang dipakai untuk betul-betul menambah spending yang berkualitas,” ujar peneliti ahli utama di Pusat Riset Ekonomi-Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Maxensius Tri Sambodo, PhD, Senin (18/10/2021).
Selain terus memperkuat bantuan sosial, pemerintah diharapkan juga fokus dalam program penyediaan akses layanan dasar, seperti listrik, air bersih, dan rumah yang layak. Menurut Maxensius, penanggulangan kemiskinan ekstrem harus benar-benar menjadi prioritas pemerintah. ”Saya khawatir, dampak Covid ini sangat besar dan akan lebih jangka panjang sifatnya karena ini sudah mengubah struktur ekonomi kita bergeser pada lebih digital,” kata Maxensius.
Padahal, penduduk miskin ekstrem merupakan kelompok yang statis dengan penguasaan teknologi lemah. Menurut Max, dari sisi jumlah kemiskinan ekstrem, Indonesia kembali mundur ke kondisi yang sama seperti empat tahun lalu. ”Ini artinya memang dampak satu pandemi ini besar. Masih cukup berat untuk mengatasi kemiskinan yang sifatnya ekstrem ini, kecuali jika memang semua lini bisa berkolaborasi untuk mengentaskan mereka,” ucapnya.
Dalam setiap kunjungan, Wapres Amin selalu didampingi beberapa Menteri Kabinet Indonesia Maju. Di NTT, Wapres didampingi Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia Muhadjir Effendy, Menteri Dalam Negeri Muhammad Tito Karnavian, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah, serta Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Teten Masduki. Para menteri terkait itu hadir dalam upaya ikut terlibat dalam pengentanan rakyat dari kemiskinan yang ditangani oleh setiap kementeri dan lembaganya,
Sekadar obat merah
Wapres menyampaikan, tahapan pertama pengentasan rakyat dari kemiskinan ekstrem adalah dengan menetapkan 7 provinsi prioritas dan 35 kabupaten (lima kabupaten di setiap provinsi) untuk tahun 2021. Tujuh provinsi tersebut adalah Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Maluku, Papua Barat, Papua, dan NTT. Tahap ke dua, peta jalan percepatan pengentasan rakyat dari kemiskinan ekstrem akan menyasar 212 kabupaten/kota prioritas pada 2022-2023. Selanjutnya, pada 2023-2024, wilayah prioritas mencakup 514 kabupaten/kota.
Menurut Staf Khusus Wapres serta Sekretaris Eksekutif Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) periode 2010-2020 Bambang Widianto, sesuai dengan Perpres tentang TNP2K, Wapres akan fokus pada penyempurnaan kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan melalui sinkronisasi, harmonisasi, dan integrasi, termasuk ketepatan sasaran program-program penanggulangan kemiskinan di kementerian/lembaga dan pemerintah daerah. Hal ini termasuk pengawasan dan pengendaliannya.
Penghitungan garis kemiskinan ekstrem bersandarkan pada konsep paritas daya beli atau purchasing power parity (PPP) yang dapat terbandingkan antarnegara sehingga nilai tukar yang digunakan bukan nilai tukar yang berlaku di pasar. Perhitungan dan perbandingan tingkat kemiskinan global ini menggunakan definisi kemiskinan ekstrem sesuai dengan standar Bank Dunia dan PBB yang setara 1,9 dollar AS PPP. Dengan menggunakan definisi tersebut, tingkat kemiskinan ekstrem di Indonesia pada 2021 adalah 4,0 persen atau 10,86 juta jiwa.
Pengentasan rakyat dari kemiskinan ekstrem tahun 2021 ini akan menyasar 2,1 juta jiwa atau 899.000 rumah tangga. Untuk mempercepat pengentasan rakyat dari kemiskinan ekstrem tahun 2021 yang hanya tersisa tiga bulan, pemerintah akan menambahkan upaya khusus dengan menggelontorkan bantuan uang tunai sebesar Rp 300.000 per bulan untuk tiga bulan dengan menggunakan program yang ada, yaitu Program Sembako dan BLT-Desa.
Dikasih uang, itu ibarat obat merah ya. Tetapi apa sustainable? Apa berkualitas? Enggak cukup bansos, tetapi juga harus dituntaskan secara struktur dan harus dilindungi dari perubahan yang mereka tidak bisa kontrol,” ucap Maxensius mempersoalkan.
Kolaborsi sasaran kebijakan antarinstansi diharapkan bisa lebih efektif. Kebijakan tersebut juga harus terukur dengan pengecekan berkala. ”Apa masalahnya? Pendampingan perlu dan diajarkan inovasi-inovasi yang sesuai dengan karakter mereka sehingga mereka bisa pelan-pelan meningkatkan income,” ujar Maxensius.
Lebih jauh kepada setiap gubernur dan bupati di setiap wilayah prioritas, Wapres Amin menjelaskan, persoalan utama pengurangan kemiskinan ekstrem bukan pada anggaran. Hasil identifikasi TNP2K, anggaran terkait kemiskinan yang tersebar di sejumlah kementerian/lembaga pada tahun anggaran 2021 sudah cukup besar, mencapai Rp 526 triliun. Belum lagi ditambah dana di daerah, seperti APBD.
Menurut Wapres, isu utama percepatan penanggulangan kemiskinan ekstrem adalah bagaimana memastikan program perlindungan sosial dan pemberdayaan dapat secara efektif mengurangi kemiskinan, termasuk kemiskinan ekstrem. Faktor utama agar program perlindungan sosial dan pemberdayaan tersebut efektif adalah memastikan bahwa program-program tersebut tepat sasaran. Wapres juga menekankan pentingnya konvergensi program.
Laporan Bank Dunia pada 30 September 2021 menyebutkan, pemulihan perekonomian global yang tidak merata juga berisiko memperburuk ketimpangan antarnegara. Presiden Grup Bank Dunia David Malpass menambahkan, negara-negara berkembang menghadapi tantangan yang dapat memperlambat pemulihan mereka pada tahun-tahun mendatang. Sementara negara berpenghasilan rendah dan menengah menghadapi kerentanan akut dan membutuhkan kebijakan, institusi, dan sumber daya yang lebih kuat untuk meningkatkan ketahanan.
Dalam laporan Bank Dunia pada 19 Juli 2021, ekonomi global diperkirakan tumbuh 5,6 persen pada 2021. Sejauh ini, pemulihannya tidak merata dan banyak negara termiskin di dunia tertinggal. Tingkat pendapatan per kapita sekitar 90 negara maju diperkirakan akan pulih pada 2022. Hanya sekitar sepertiga dari negara berkembang yang diproyeksikan akan mengalami hal serupa.
”Kenapa anggaran besar, kemiskinan enggak ngangkat? Ada kemiskinan ekstrem dan sebagainya. Salah satu sebabnya, anggaran besar, tetapi enggak konvergen. Konvergensi artinya satu keluarga bisa menerima semua program. Didesain bisa dobel terima bantuan. Selain konvergensi, harus tepat sasaran secara wilayah dan tepat sasaran untuk rumah tangga miskin ekstremnya, ” ujar Bambang Widianto.
Maxensius melihat pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan cukup prospektif. ”Mesin pertumbuhan harus yang berkualitas, artinya kalau kita tumbuh 7 persen, inginnya yang miskin tumbuh di atas 7 persen. Pengin yang ekstrem ini growth lebih cepat. Ini satu-satunya cara agar mereka tetap bisa keluar dari kemiskinan,” ujarnya.
Untuk itu, pemerintah diminta terus menjaga momentum pertumbuhan domestik yang baik melalui kebijakan suku bunga yang mendorong pengeluaran yang lebih berkualitas dan memperbaiki iklim investasi. Dinamika ancaman perekomian global akibat krisis energi dinilai tidak terlalu berdampak besar di Indonesia. Pemerintah bisa memanfaatkan pendapatan dari komoditas-komoditas energi untuk lebih banyak menyisir kelompok-kelompok yang miskin dengan pendapatan pajak dan nonpajak. Harapannya, tentu dengan jurus Wapres Amin menangani kemiskinan, jangan yang terlalu jauh dulu impiannya. Kita tunggu pada akhir tahun ini sebelum melangkah pada tahun-tahun setelahnya untuk membuktikan apakah jurus itu efektif atau tidak.