Penerapan sanksi daftar hitam kepada pelaku persekongkolan tender masih perlu dioptimalkan. Hal itu guna mendorong kepatuhan pengadaan barang dan jasa.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Perkara persekongkolan dalam tender masih mendominasi kasus persaingan usaha. Penerapan sanksi daftar hitam terhadap pelanggaran belum optimal. Penguatan sanksi perlu untuk mendorong kepatuhan dalam pengadaan barang dan jasa.
Wakil Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Guntur S Saragih mengatakan, penanganan perkara persekongkolan dalam tender pengadaan barang dan jasa masih mendominasi. Kasus yang ditangani tidak hanya persekongkolan antarpelaku usaha, tetapi juga antara pelaku usaha dan pihak pelaksana tender.
Persekongkolan tender masuk dalam kategori kartel berat (hardcore cartel) karena tak hanya mengondisikan harga, tetapi juga pengaturan produksi, area pemasaran, dan penentuan pemenang tender. Beberapa perkara tender juga menyangkut pengadaan barang dan jasa pemerintah yang berpotensi merugikan publik.
Guntur mengingatkan, sanksi yang diberikan terhadap pelanggaran tender lebih berat daripada denda. Sanksi itu selain penerapan daftar hitam, beberapa putusan majelis KPPU adalah melarang pelaku usaha yang melanggar mengikuti tender berikutnya.
Persekongkolan tender masuk dalam kategori kartel berat (hardcore cartel) karena tak hanya mengondisikan harga, tetapi juga pengaturan produksi, area pemasaran, dan penentuan pemenang tender.
”Kami akan dorong penerapan daftar hitam ini agar efektif. Pelaku usaha yang ikut tender agar berhati-hati karena salah satu putusan KPPU adalah melarang pelaku usaha untuk melakukan tender di masa yang akan datang,” ujarnya dalam webinar ”Daftar Hitam bagi persekongkolan Tender”, Jumat (15/10/2021).
Direktur Advokasi Pemerintah Pusat pada Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) Aris Supriyanto mengemukakan, nilai pengadaan barang dan jasa oleh pemerintah luar biasa besar sehingga kerap terjadi pelaku usaha dan oknum-oknum dalam pemerintahan mencoba memanfaatkan celah pada ketentuan yang ada untuk mendapatkan keuntungan. Perbuatan yang bisa dikenai sanksi daftar hitam adalah pelanggaran terkait kinerja dan unsur etika.
Guna mendukung transparansi, sejak 2011 pihaknya mengembangkan aplikasi daftar hitam nasional untuk mendeteksi dan membuat informasi yang dapat diakses seluruh pihak terkait pengadaan. Dari data Portal Pengadaan Nasional (Inaproc) LKPP, perusahaan yang masuk daftar hitam sebanyak 274 badan usaha. Padahal, ada sekitar 300.000 pelaku usaha yang aktif dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah.
”Memang masih ada tantangan di dalam sistem informasi ini, di mana tantangannya terlambat dalam menayangkan (daftar hitam),” kata Aris.
Kerap terjadi pelaku usaha dan oknum-oknum dalam pemerintahan mencoba memanfaatkan celah pada ketentuan yang ada untuk mendapatkan keuntungan.
Saat ini, lanjut Aris, pihaknya telah memberikan akses kepada pengguna anggaran dan kuasa pengguna anggaran untuk segera mengumumkan putusan daftar hitam meski kerap terjadi penundaan tayangan karena kelalaian atau disengaja. Keterlambatan tayangan dapat berdampak luar biasa terhadap proses pengadaan lain.
”Daftar hitam belum pernah menjangkau BUMN, padahal banyak yang ditemukan bermasalah karena putus kontrak atau terlibat dalam persekongkolan tender,” ucap Aris.
Komisioner Ombudsman RI 2016-2021 Alamsyah Siregar menambahkan, penyelenggaraan proses pengadaan barang dan jasa yang tidak kompeten serta penyimpangan prosedur masih banyak terjadi. Dugaan malaadministrasi disebabkan, antara lain, oleh pembiaran penyelenggara tender dan intervensi pihak berpengaruh.
”Penerapan daftar hitam masih perlu dievaluasi, serta didalami guna penerapan kombinasi sanksi daftar hitam dan denda, serta pendalaman sistem pengenaan sanksi terhadap beneficial owner,” katanya.