PLTP Lahendong Salurkan Dana CSR untuk Pengelolaan Lingkungan
PLTP Lahendong di Tomohon menggelontorkan dana tanggung jawab sosial perusahaan PT PLN sebesar Rp 140 juta dalam dua bulan terakhir. Langkah ini diambil demi meningkatkan capaian kinerja pengelolaan lingkungan KLHK.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·4 menit baca
MANADO, KOMPAS — Unit Layanan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi atau UL PLTP Lahendong di Tomohon, Sulawesi Utara, menggelontorkan dana tanggung jawab sosial perusahaan PT PLN sebesar Rp 140 juta dalam dua bulan terakhir. Langkah ini diambil demi meningkatkan capaian kinerja pengelolaan lingkungan dalam penilaian Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Dihubungi dari Manado, Selasa (12/10/2021), Manajer UL PLTP Lahendong Aminudin Wahib mengatakan, dana sebesar Rp 50 juta diberikan kepada Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sulut pada Agustus lalu untuk program pelestarian burung maleo. Sebanyak Rp 50 juta diberikan kepada Yayasan PPA Filadelfia untuk pengembangan bank sampah, sedangkan Rp 40 juta untuk sebuah unit usaha kecil.
”Melalui UL PLTP Lahendong, PT PLN memberi dana sesuai dengan proposal yang mereka ajukan. Harus jelas program apa saja yang mereka mau laksanakan dan butuh dana berapa. Nantinya, PLN berhak mengawal pelaksanaan program yang mereka ajukan,” kata Wahib.
Wahib mengakui, pelestarian maleo, pengembangan bank sampah, ataupun UMKM tidak terkait langsung dengan kinerja PLTP Lahendong secara teknis. Namun, program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) itu digencarkan demi mendapat peringkat hijau dalam Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan Dalam Pengelolaan Lingkungan (Proper).
Proper hijau berarti perusahaan telah mengelola lingkungan lebih dari yang dipersyaratkan dalam undang-undang, misalnya dengan menjaga keanekaragaman hayati, mengelola limbah padat, serta menurunkan emisi. PLTP Lahendong baru mencapai penurunan emisi. Unit 2 PLTP Lahendong dapat mereduksi 84.960 ton karbon dioksida (CO2) sepanjang 2010, kemudian 63.817 ton pada 2011, dan 67.527 ton selama 2012.
Karenanya, PLTP Lahendong baru mencapai Proper Biru, yaitu mengelola lingkungan sesuai UU, seperti mengendalikan pencemaran air dan udara. Adapun CSR yang selama ini dilaksanakan masih terbatas pada perbaikan tempat ibadah dan fasilitas umum.
”Karena kami ingin mendapatkan predikat Proper Hijau, program CSR kami harus berkelanjutan dan punya dampak ke lingkungan. Program bank sampah, misalnya, kami harap itu bisa berkelanjutan dan bahkan ada pengembangan,” kata Wahib.
Dihubungi terpisah, Kepala Seksi Konservasi Wilayah I Bitung BKSDA Sulut Yakub Ambagau mengatakan, dana yang diterima dari PLTP Lahendong pada Agustus lalu mulai digunakan sebulan lalu untuk program pengumpulan telur maleo. Pihaknya merekrut dua warga sekitar Cagar Alam Gunung Dua Saudara untuk menjadi pengumpul telur.
”Kami belum punya personel untuk fungsi itu. Mereka sekarang sudah mulai tinggal di daerah maleo bertelur yang namanya Rumesung setelah membuka jalan darat ke sana dan membersihkan lokasi (dari semak belukar). Prosesnya agak lama karena kami harus pakai jalur laut untuk sampai ke sana,” tutur Yakub.
Yakub mengatakan, ia saat ini belum bisa menentukan target telur yang harus dikumpulkan dua petugas itu hingga 8 bulan ke depan karena populasi maleo cenderung rendah di wilayah Gunung Dua Saudara. Untuk sementara, kedua petugas hanya diminta memantau aktivitas setiap pagi dan sore sehingga telurnya tidak keburu dimangsa biawak.
Itu masih jadi mimpi kami, kita akan lihat ke depan bagaimana.
Menurut rencana, telur-telur maleo yang terkumpul akan diletakkan di kandang penetasan yang juga dibangun UL PLTP Lahendong tahun lalu. ”Keberhasilan kami nantinya bisa diukur dengan pelepasliaran maleo. Itu masih jadi mimpi kami, kita akan lihat ke depan bagaimana,” ucap Yakub.
Sementara itu, Merry Wawoh dari Yayasan Pusat Pengembangan Anak (PPA) Filadelfia mengatakan, dana Rp 50 juta yang diberikan akan digunakan untuk menjalankan program bank sampah bagi masyarakat di Tondangow. Merry berharap dana itu bisa memberikan pemasukan tambahan bagi masyarakat.
Menurut rencana, tiap Selasa dan Kamis, masyarakat bisa datang ke bank sampah yang akan dibuka di yayasannya. Masyarakat akan menerima Rp 3.000 untuk setiap kilogram botol plastik, sedangkan kardus bekas masih diperhitungkan harganya. Petugas yayasan dan anak-anak yang dinaungi yayasan itu akan mengelola bank sampah tersebut.
Sampah yang terkumpul nantinya dijual ke pihak ketiga. ”Keuntungan dari selisih harganya akan digunakan untuk mengembangkan program-program yayasan kami. Sekarang ada 514 anak dari keluarga kurang mampu yang kami bantu. Biaya pendidikan mereka kami tanggung 80 persen,” kata Merry.
Di samping itu, kata Merry, dana itu akan dialirkan ke dua sekolah yang ada di Tondangow untuk mengembangkan bank sampah pula. ”Harapannya anak-anak bisa terbiasa memilah sampah dan menjaga lingkungan sejak usia dini,” kata dia.
Program ini, kata Wahib, bisa melibatkan PLTP Lahendong dalam meringankan beban lingkungan dari sampah. Ia berharap setahun lagi program itu bisa terus berkembang, misalnya, dengan kegiatan pembuatan pupuk organik untuk membantu perekonomian masyarakat sekitar yang bergantung pada perkebunan.