Integrasi dan Sinergi Topang Pengembangan Ekonomi serta Keuangan Syariah
Ada empat pilar penting pengembangan ekonomi dan keuangan syariah. ”Di mana keempatnya itu, satu dengan lainnya, kami harapkan saling terintegrasi dalam satu ekosistem,” kata Direktur Eksekutif KNEKS Ventje Rahardjo.
Oleh
Cyprianus Anto Saptowalyono
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pengembangan ekonomi dan keuangan syariah mesti ditopang integrasi empat pilar penting, yakni pengembangan industri produk halal; industri keuangan syariah; dana sosial syariah seperti zakat, infak, sedekah, dan wakaf; serta kegiatan usaha syariah. Sinergi berbagai pemangku kepentingan pun bernilai penting dalam mengembangkan ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia.
Keempat pilar penting pengembangan ekonomi dan keuangan syariah itu disebutkan pada peraturan presiden dalam rangka pendirian Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah atau KNEKS. ”Di mana keempatnya itu, satu dengan lainnya, kami harapkan saling terintegrasi dalam satu ekosistem,” kata Direktur Eksekutif KNEKS Ventje Rahardjo pada dialog bertajuk ”Indonesia Bidik Raja Industri Halal”, Senin (11/10/2021).
Ventje menuturkan, pendirian KNEKS merupakan wujud perhatian besar pemerintah untuk mengembangkan ekonomi dan keuangan syariah. Pada struktur KNEKS, Presiden Joko Widodo sebagai ketua, Wakil Presiden Ma’ruf Amin sebagai ketua harian dan wakil ketua, serta Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebagai sekretaris.
Ventje mengatakan, hal yang tentu tidak dilupakan adalah mendorong enabler atau penguatan infrastruktur. Semisal, terkait upaya membangun sumber daya manusia untuk pengembangan ekonomi syariah, KNEKS juga berdiskusi dengan berbagai universitas di Indonesia.
”Prodi (program studi) syariah jumlahnya ada 800. Luar biasa banyaknya, dan ini yang memang kami sudah berhasil standardisasikan, kami buatkan buku teksnya, dan juga pengembangan-pengembangan yang sifatnya mendukung pengembangan ekonomi syariah,” kata Ventje.
Menurut dia proses digitalisasi juga bernilai penting dan harus dimasuki lebih dalam. ”(Hal ini) karena kami beranggapan kalau ekonomi syariah itu didirikan dengan berlandaskan ekonomi digital, maka dia akan mempunyai daya saing yang cukup terhadap ekonomi nonsyariah,” ujarnya.
KNEKS menjadi tempat bersinergi, mulai dari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Majelis Ulama Indonesia, bahkan hingga Kamar Dagang dan Industri Indonesia. Rancangan kerja dibuat berdasarkan pada rencana induk pengembangan ekonomi syariah Indonesia yang sudah diluncurkan pada tahun 2019 dan diharapkan diselesaikan pada tahun 2024.
”Cita-citanya memang ingin mendorong Indonesia menjadi salah satu pusat ekonomi syariah yang terkemuka di dunia. Dan itu memang sesuatu yang wajar untuk Indonesia karena memang potensinya ada dan semangatnya ada,” kata Ventje.
Wakil Presiden Ma’ruf di beberapa kesempatan juga mengatakan adanya potensi besar pengembangan industri halal di Indonesia. Potensi ini didukung, antara lain, populasi penduduk Muslim dunia yang, menurut data Pew Research Center’s Forum on Religion and Public Life, diperkirakan meningkat dari 1,9 miliar jiwa pada tahun 2020 menjadi 2,2 miliar jiwa di tahun 2030.
Menurut laporan Bank Indonesia, pertumbuhan rantai nilai halal (halal value chain/HVC) pada sektor pertanian dan makanan halal sebagai pendukung HVC berada di atas pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) nasional. Nilai ekspor bahan makanan halal Indonesia juga meningkat dari sekitar 30 miliar dollar AS pada tahun 2019 menjadi sekitar 34 miliar dollar AS pada tahun 2020.
Sinergi
Ventje menuturkan, dengan adanya KNEKS, sekarang sinerginya menjadi jauh lebih baik. Dia mencontohkan dorongan dari Menteri Perindustrian yang kemudian memunculkan Pusat Pengembangan Industri Halal di Kemenperin. Di berbagai tempat juga ada divisi atau bagian khusus yang mendorong munculnya perlakuan khusus terhadap pengembangan ekonomi syariah.
Bank Indonesia juga setiap tahun menyelenggarakan Indonesia Syariah Economic Festival yang tahun ini akan menjadi tahun ketujuh penyelenggaraan.
”Terakhir ini kami berdiskusi dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional atau BRIN. Dukungan dari BRIN luar biasa besar. Bahkan BRIN juga sudah berupaya akan membangun khusus laboratorium halal. Laboratorium halal yang sementara ini baru kita lihat di Thailand, insya Allah, dalam waktu dekat juga akan muncul di Indonesia,” kata Ventje.
Imam Besar Masjid Istiqlal KH Nasaruddin Umar menuturkan bahwa yang dimaksudkan dengan produk halal bukan semata makanan dan minuman, melainkan juga barang yang digunakan. Terkait hal tersebut, informasi atau literasi mengenai produk halal menjadi sangat penting bagi masyarakat.
Sekretaris Jenderal Kemenperin Dody Widodo menuturkan begitu mendapat penugasan dari Wapres Ma’ruf Amin, Menperin Agus Gumiwang Kartasasmita langsung berjuang. Salah satunya, Kemenperin langsung membuat Pusat Pemberdayaan Industri Halal. ”Selevel eselon 2, jadi tingkat direktur. Artinya, ini level tinggi. Jadi, nanti untuk pengembangan industri halal benar-benar digodok di sini,” katanya.
Dody menuturkan, pada prinsipnya, saat ingin memulai industri produk halal mesti memperhatikan aspek kehalalan bahan baku dan penolong. ”Kemudian, teknologinya bisa tidak melakukan penelusuran kehalalannya? Sumber daya manusianya, pada saat memproduksi, dia peduli enggak dengan kehalalan produknya? Setelah ini semua, dimodali dengan uang halal enggak itu?” ujarnya.
Doddy menuturkan, Menperin juga telah mengeluarkan peraturan terkait kawasan industri halal dan Pusat Pemberdayaan Industri Halal. Pengembangan produk halal antara lain ditargetkan pada produk makanan dan minuman, mode, serta farmasi dan kosmetika.