Mengecek segala hal sebelum membeli rumah hukumnya wajib bagi konsumen. Lebih baik meribetkan diri untuk memastikan legalitas izin perumahan, tanah, hingga memeriksa jejak rekam pengembang daripada rugi kemudian hari.
Oleh
TIM KOMPAS
·4 menit baca
Candaan satire ”kalau ada yang susah mengapa dibuat mudah” tampaknya malah mesti jadi prinsip para calon konsumen rumah, apalagi jika harganya tergolong murah. Di tengah masih lemahnya perlindungan terhadap konsumen properti, tawaran kemudahan dari pengembang untuk memiliki hunian malah patut dicurigai.
Harga terjangkau ditambah skema cicilan langsung kepada pengembang yang ringan dan anti ribet ternyata menjebak konsumen di sejumlah proyek perumahan. Uang muka sudah disetor, ada pula yang telah membayar angsuran beberapa bulan, tetapi hunian tidak kunjung tampak berdiri.
Mengecek segala hal sebelum memutuskan membeli atau mencicil rumah, hukumnya wajib. ”Agak ribet enggak apa-apa, ya, itu memang beli rumah kayak gitu. Beli rumah enggak asal beli kayak beli kopi,” tutur pendiri Indonesia Property Watch, Ali Tranghanda.
Menurut Ali, cara paling sederhana dari proses pembelian rumah yang ribet adalah pengecekan legalitas pengembang serta keanggotaan pengembang di asosiasi. Calon konsumen mesti tahu perusahaan tergabung di asosiasi yang mana dan berapa nomor anggotanya.
”Agak ribet enggak apa-apa, ya, itu memang beli rumah kayak gitu. Beli rumah enggak asal beli kayak beli kopi.”
Setelah tahu, calon konsumen sebaiknya menghubungi asosiasi terkait untuk memastikan lagi. Asosiasi pengembang perumahan, antara lain, adalah Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (REI), Asosiasi Pengembang Rumah Sederhana/Sangat Sederhana Indonesia (Apersi), dan Himpunan Pengembang Permukiman dan Perumahan Rakyat (Himperra). Masyarakat sebaiknya menghindari transaksi dengan pengembang yang tidak tergabung dalam asosiasi.
Rio Priambodo, anggota staf Bidang Pengaduan dan Hukum Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), juga menyarankan calon konsumen memeriksa rekam jejak pengembang perumahan yang diminati. ”Pengembang ini apakah punya masalah dengan pengembangan sebelumnya,” ujarnya.
Selain itu, Rio meminta calon konsumen betul-betul meneliti dokumen keabsahan, terutama terkait status lahan dan perizinan proyek perumahan. Status lahan paling aman jika sudah dimiliki perusahaan, dibuktikan dengan sertifikat tanah.
Direktur PT Kreasi Prima Nusantara (KPN) Hadiana menambahkan, jika perlu calon konsumen mendokumentasikan dokumen-dokumen saat di kantor pemasaran. Pengembang yang tidak membolehkannya atau bahkan beralasan agar calon pembeli tidak bisa melihat dokumen keabsahan proyek, perlu dicurigai.
Saat berkunjung ke Pesona Prima Cikahuripan 6, salah satu perumahan bersubsidi yang dikembangkan KPN di Kabupaten Bogor, Hadiana mempersilakan memfoto dan memvideokan sertifikat hak guna bangunan (SHGB) serta perencanaan tapak (site plan). Validitas SHGB bisa dicek ke kantor pertanahan, sedangkan perencanaan tapak ke pemerintah daerah.
Hadiana menekankan, calon konsumen perlu memastikan perencanaan tapak yang ditunjukkan sudah terbukti sah dan itu bisa dilihat dari adanya kolom pengesahan. Di kolom itu, antara lain, terdapat nomor dan tanggal keputusan serta cap dan tanda tangan kepala dinas terkait. ”Tidak mungkin ada IMB (izin mendirikan bangunan) kalau tidak ada pengesahan site plan,” ujarnya.
Rio melanjutkan, setelah legalitas sudah dipastikan, masih ada yang perlu diteliti calon pembeli, yaitu klausul dalam perjanjian pendahuluan jual-beli (PPJB) rumah. Jangan sampai pembeli menandatangani PPJB yang melemahkan posisinya dibanding pengembang. Contoh yang sering terjadi, konsumen terkena sanksi denda jika membatalkan pembelian rumah, tetapi tidak ada sanksi jika pengembang terlambat menyelesaikan pembangunan.
Terkait PPJB, Direktur Rumah Umum dan Komersial Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Fitrah Nur meminta konsumen memastikan penandatanganannya di hadapan notaris. Bukti kehadiran notaris, yakni dengan adanya cap dan tanda tangan notaris di PPJB.
Ketentuan itu pun sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahan atas PP 14/2016 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman. Notaris bertugas memastikan posisi konsumen dan pengembang setara dalam PPJB. Fitrah menyebutkan, konsumen juga boleh memilih notaris sendiri jika kurang percaya dengan notaris yang digandeng pengembang.
Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Konsumen Properti, Zentoni, menyarankan, saat calon konsumen hendak bertransaksi, pastikan nama pemilik rekening bank sama dengan nama perusahaan pengembang. Jangan nama perusahaan lain, atau bahkan nama pribadi seseorang, misalnya tenaga pemasar. ”Banyak kasus marketing terima uang tiba-tiba kabur atau keluar dari pekerjaannya dan (uang) tidak disetorkan kepada pihak perusahaan,” kata Zentoni.
Selama perlindungan konsumen properti masih seperti sekarang, membeli rumah dengan proses mudah adalah mitos. Perjuangkan uang Anda!