Aktivitas Manufaktur Meningkat Seiring Pelonggaran Pembatasan Sosial
Indikator aktivitas manufaktur, yakni Purchasing Managers Index, berada di level 52,2 pada September 2021. Angka itu berada di atas ambang batas 50 yang menunjukkan bahwa aktivitas manufaktur berada di zona ekspansi.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Indeks Manajer Pembelian atau Purchasing Managers’ Index/PMI Indonesia berada di level 52,2 pada September 2021. Angka itu dinilai menunjukkan bahwa sektor manufaktur Tanah Air berada di jalur pemulihan. Kenaikan indeks aktivitas manufaktur itu terjadi sejak pemerintah melonggarkan pembatasan sosial seiring melandainya kasus Covid-19.
Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan mencatat indikator aktivitas manufaktur (PMI) September 2021, yakni di level 52,2 atau di atas ambang batas 50, menunjukkan ekspektasi aktivitas produksi manufaktur berada di zona ekspansi.
Kepala BKF Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu menilai perbaikan kinerja manufaktur menunjukkan aktivitas ekonomi sudah pulih. ”Aktivitas ekonomi pulih cukup cepat seiring kemajuan penanganan pandemi Covid-19,” ujar Febrio, Jumat (1/10/2021).
Aktivitas ekonomi pulih cukup cepat seiring kemajuan penanganan pandemi Covid-19.
Sebelumnya, pada Juli hingga Agustus 2021, PMI Indonesia masih berada di level kontraksi, yakni masing-masing 40,1 dan 43,7. Menurut Febrio, perbaikan aktivitas di sisi produksi terjadi sangat cepat pada September sejalan dengan kemajuan pengendalian pandemi Covid-19.
”Tambahan kasus harian Covid-19 sudah menurun sangat signifikan dalam dua bulan terakhir, per 30 September 2021 sudah sangat rendah, yakni 1.690 kasus per hari,” kata Febrio.
Pengendalian pandemi di Indonesia ditopang oleh implementasi vaksinasi yang mencapai 142,19 juta. Capaian ini dia nilai cukup efektif meningkatkan kepercayaan masyarakat dalam beraktivitas sejalan langkah pemerintah dalam menurunkan level PPKM Jawa-Bali.
Peningkatan kinerja manufaktur, lanjut Febrio, menjadi angin segar bagi prospek perekonomian Indonesia di triwulan III-2021, yang sempat terhambat oleh peningkatan kasus harian Covid-19. Indikator ini juga menunjukkan peningkatan permintaan yang mencerminkan peningkatan konsumsi rumah tangga. Ke depan, ia berharap kondisi perekonomian membaik.
Febrio menambahkan, perbaikan indikator PMI juga mendukung indikator ekspor, khususnya barang nonmigas yang terus mencatatkan pertumbuhan dua digit. Pada bulan Agustus, ekspor nonmigas Indonesia tumbuh 63,4 persen secara tahunan.
”Ruang pertumbuhan untuk ekspor produk-produk unggulan nasional masih sangat besar. Hal ini tecermin dari indikator subkomponen PMI, permintaan ekspor baru yang masih belum optimal karena belum meratanya pemulihan ekonomi dunia dan adanya hambatan pengiriman,” ujar Febrio.
Di sisi lain, peningkatan laju pemulihan aktivitas konsumsi tecermin dari inflasi September yang tercatat 1,6 persen secara tahunan, meningkat tipis dari angka Agustus 1,59 persen secara tahunan.
Senada dengan Febrio, Ekonom Bank UOB Indonesia, Enrico Tanuwidjaja, berpendapat, faktor utama penopang kenaikan PMI manufaktur adalah karena pelonggaran mobilitas masyarakat yang sebelumnya tertekan pada Juli akibat kemunculan varian Delta.
Dengan adanya pelonggaran PPKM, lanjut Enrico, maka akan timbul ekspektasi masyarakat sudah akan mulai membelanjakan uang mereka. Peningkatan PMI Manufaktur terlihat dari tingginya keyakinan produsen dalam membeli bahan baku untuk diolah lalu kemudian dijual dan terserap di pasaran.
”Dengan adanya pelonggaran mobilitas dan keinginan masyarakat yang sudah kembali juga akan turut membuat produksi barang kembali meningkat untuk dikonsumsi sehingga diharapkan dapat menunjang pemulihan perekonomian Indonesia,” kata Enrico.