Pemerintah Dorong Pertambangan Tanpa Izin Menjadi Legal
Formalisasi atau legalisasi pertambangan rakyat diyakini mampu menekan risiko kerusakan lingkungan, pengabaian keselamatan, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Oleh
Mediana
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sepanjang 2021, Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral telah membuat delapan proyek percontohan formalisasi pertambangan tanpa izin menjadi pertambangan rakyat di enam provinsi. Proyek percontohan ini diharapkan bisa diikuti provinsi lain demi menekan kerusakan lingkungan ataupun kasus pengabaian keselamatan akibat aktivitas pertambangan ilegal.
Direktur Teknik dan Lingkungan Mineral dan Batubara pada Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Lana Saria menyampaikan hal itu saat peringatan Hari Jadi Ke-76 Pertambangan dan Energi, Kamis (30/9/2021), di Jakarta. Dua dari enam provinsi yang dia sebut telah menyelesaikan kajian lingkungan hidup, yaitu Riau dengan pertambangan di Kabupaten Kuantan Singingi dan Maluku Utara dengan proyek di Halmahera.
Berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, wilayah pertambangan rakyat (WPR) merupakan bagian dari wilayah pertambangan (WP). WP menjadi bagian dari wilayah hukum pertambangan.
Mengutip laman Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), dari 34 provinsi di Indonesia, diperkirakan ada 25 provinsi yang telah menetapkan WPR. Luas WPR di Indonesia diperkirakan 580.712 hektar dengan total blok sebanyak 3.329 blok. Berdasarkan data izin pertambangan rakyat (IPR) yang tercatat pada Kementerian ESDM, hingga November 2020 terdapat 16 IPR.
”Pertambangan rakyat merupakan kegiatan berizin,” ujar Lana.
Mengutip laman Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), dari 34 provinsi di Indonesia, diperkirakan ada 25 provinsi telah menetapkan WPR. Luas WPR di Indonesia diperkirakan 580.712 hektar dengan total blok sebanyak 3.329 blok.
Mekanisme perizinannya tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Dalam PP ini dijelaskan, IPR diberikan oleh menteri berdasarkan permohonan yang diajukan oleh orang perorangan dan koperasi yang anggotanya merupakan penduduk setempat. Permohonan IPR hanya dapat diajukan pada wilayah yang telah ditetapkan sebagai WPR.
WPR ditetapkan pemerintah setelah adanya usulan dari pemerintah provinsi dan dipastikan ada cadangan tambang mineral ataupun batubara, serta kajian lingkungan dan pengelolaan pertambangan rakyat. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah menyiapkan format kelengkapan WPR yang di antaranya memuat profil wilayah kajian dan pembangunan berkelanjutan.
Adapun dari sisi Kementerian ESDM, Lana menjelaskan, pihaknya menyiapkan dokumen pengelolaan pertambangan rakyat yang substansi formatnya harus dipenuhi. Misalnya, peta koordinat WPR, program keselamatan, hidrologi, dan upaya pengelolaan lingkungan hidup.
”Formalisasi pertambangan tanpa izin menjadi pertambangan rakyat di WPR juga bertujuan menghapus penggunaan merkuri yang dipakai untuk mengekstrak emas. Kami berharap, WPR-WPR yang sudah ada bisa mengikuti proyek percontohan formalisasi tersebut. Kalau pertambangan tanpa izin bisa dikurangi atau mungkin bisa dihilangkan, potensi kerusakan lingkungan dan pengabaian keselamatan nyawa bisa ditekan,” imbuh Lana.
Pemerintah bisa membina dan mengawasi pertambangan rakyat sesuai dengan amanat UU Nomor 3 Tahun 2020 Pasal 73. Macam-macam pembinaan dimulai dari bidang pengusahaan, teknologi pertambangan, serta permodalan dan pemasaran usaha sehingga meningkatkan kemampuan IPR tersebut.
WPR ditetapkan pemerintah setelah adanya usulan dari pemerintah provinsi dan dipastikan ada cadangan tambang mineral ataupun batubara, serta kajian lingkungan dan pengelolaan pertambangan rakyat.
Gubernur Provinsi Riau Syamsuar, yang hadir bersamaan, memandang, IPR berpeluang bisa menyelesaikan masalah pencemaran lingkungan. Apalagi, di Provinsi Riau terdapat Sungai Indragiri yang tercemar.
Hanya saja, dia mengingatkan adanya tantangan formalisasi atau legalisasi bagi petambang rakyat yang melakukan kegiatan, tetapi wilayah atau tempat kegiatan tambang rakyat yang sudah dikerjakan belum ditetapkan sebagai WPR. Jadi, warga tetap berpotensi berhadapan dengan hukum.
”Kami berharap, rakyat bisa mendapatkan kemudahan memproses IPR. Bagaimanapun IPR memang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” ucap Syamsuar.
Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Ego Syahrial menambahkan, sektor tambang masih menjadi salah satu penggerak utama pendapatan negara dan kesejahteraan rakyat. Kementerian ESDM telah menyusun Grand Strategy Energy Nasional (GSEN) yang diharapkan mampu menghasilkan solusi untuk mengatasi tantangan ketahanan dan kemandirian energi nasional.
Salah satu rencana yang termuat dalam GSEN menyangkut penambahan kapasitas pembangkit energi baru terbarukan sebesar 38 gigawatt (GW) sampai tahun 2035 melalui upaya percepatan substitusi energi primer, konversi energi primer fosil, penambahan kapasitas, dan pemanfaatan energi terbarukan nonlistrik.
Ego juga menyebut pentingnya optimalisasi pemanfaatan mineral nikel untuk material baterai kendaraan listrik. Ini sejalan dengan ekosistem kendaraan listrik yang tengah dibangun pemerintah.
Hingga Juli 2021, kontribusi sektor ESDM terhadap penerimaan negara Rp 141 triliun atau lebih tinggi 103 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Adapun investasi di sektor ESDM telah lebih dari 12 miliar dollar AS.