Harga Batubara Naik, Alat Berat dan Bongkar Muat Terdampak
Selain ke emiten tambang, kenaikan harga batubara berimbas pada permintaan alat berat serta bongkar muat. PT Indonesia Kendaraan Terminal catat kenaikan 32,79 persen bongkar muat alat berat di 8 bulan pertama tahun ini.
Oleh
Joice Tauris Santi
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kenaikan harga batubara tidak hanya berimbas pada emiten pengelola tambang atau kontraktor batubara saja, tetapi juga pada kenaikan permintaan alat berat untuk operasional tambang. Selain itu, aktivitas di pelabuhan pun semakin ramai, termasuk pelabuhan yang dikelola oleh PT Indonesia Kendaraan Terminal Tbk atau IPCC.
IPCC mencatat, hingga Agustus 2021, terjadi peningkatan arus bongkar muat kargo alat berat. Pada kegiatan impor, alat berat yang ditangani oleh IPCC mencapai 2.932 unit sepanjang delapan bulan di tahun ini atau naik 32,79 persen dibandingkan dengan periode delapan bulan di tahun sebelumnya yang hanya 2.205 unit.
”Adapun alat berat dengan merek Komatsu menguasai pangsa pasar bongkar muat impor alat berat di Terminal IPCC dengan jumlah 815 unit sepanjang tahun ini hingga Agustus 2021,” kata Sekretaris Perusahaan IPCC Sofyan Gumelar dalam keterangan tertulisnya, Rabu (29/9/2021).
Dia menambahkan, bongkar muat alat berat Komatsu tersebut meningkat 350,28 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama di tahun lalu yang berjumlah 181 unit. Sementara itu jumlah bongkar muat alat beras merek Kobelco dan Caterpillar masing-masing 788 unit dan 332 unit sepanjang delapan bulan di tahun ini.
Pada masa pandemi tahun lalu, kegiatan bongkar muat relatif sepi. Situasi tersebut telah dimanfaatkan oleh IPCC untuk membenahi sarana infrastruktur dan sistem pelayanan. Tahun ini IPCC menyatakan telah siap melayani bongkar muat kargo kendaraan, terlebih untuk kargo alat berat beserta suku cadangnya.
Ini termasuk peluncuran awal (soft launching) penggunaan radio frequency identification (RFID) pada unit yang dibawa oleh unit kargo kendaraan produksi Toyota Motor Manufacturing Indonesia. Sebelum penggunaan RFID, pencatatan atas informasi unit kargo kendaraan yang masuk (gate-in) ke Terminal IPCC hingga muat ke kapal dilakukan dengan pindai informasi VIN dengan menggunakan handheld. IPCC merupakan anak usaha dari PT Pelindo II (Persero) yang saat ini sedang dalam proses integrasi bersama dengan ketiga Pelindo lainnya.
Kinerja naik
Di pasar spot komoditas global, harga batubara New Castle mengalami kenaikan hingga ke level 208,85 dollar AS pada 28 September 2021. Jika dihitung dari awal tahun, kenaikan ini 158,16 persen dari posisi di akhir 2020 yang seharga 80,9 dollar AS.
Penguatan harga batubara sudah tecermin dari kinerja emiten pengelola tambang atau kontraktor batubara. Dari 14 emiten dengan skala bisnis menengah hingga besar, hanya ada tiga emiten saja yang pendapatannya menurun di tengah kenaikan harga batubara. Jika ditotal, pendapatan dari 14 emiten batubara terebut naik sekitar 14 persen pada paruh pertama tahun ini.
Direktur Utama PT Harum Energy Tbk Ray Gunara, dalam webinar bersama dengan Samuel Sekuritas, mengatakan, pihaknya optimistis kinerja baik akan berlanjut pada paruh kedua tahun ini. Optimisme tersebut ditopang oleh kenaikan volume dan harga batubara. Harum menargetkan volume produksi batubara naik 25 persen pada semester kedua ini dibandingkan dengan semester pertama lalu.
”Batubara yang kami jual di pasar spot pada semester kedua jauh lebih banyak. Penjualan batubara pada triwulan keempat juga sudah difinalisasi pada bulan lalu,” kata Ray. Pada semester ini, Harum juga mulai memproduksi di blok baru, bagian dari blok D. Batubara yang dihasilkan memiliki kalori lebih tinggi sehingga harganya akan lebih baik.
Pada perdagangan Kamis (30/9/2021), harga saham emiten batubara terus menguat. Saham Harum, misalnya, naik 15,17 persen menjadi Rp 9.300, sementara saham Bumi Resources Tbk naik 10,94 persen menjadi Rp 71, Adaro Energy Tbk naik 4,3 persen menjadi Rp 1.795, dan PT Bukit Asam Tbk naik 4,9 persen menjadi Rp 2.770.