Literasi dan Inklusi Keuangan Menjadi Kunci Indonesia Maju
Makin luasnya inklusi keuangan dan literasi keuangan menjadi salah satu kunci memajukan dan menyejahterakan Indonesia di masa mendatang. Namun, masih ada masalah literasi keuangan di Indonesia.
Oleh
Benediktus Krisna Yogatama
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Perluasan literasi dan inklusi keuangan menjadi salah satu kunci untuk memajukan Indonesia pada masa mendatang. Akses pendanaan yang mudah dan murah bisa mendorong pertumbuhan ekonomi yang pada gilirannya bisa menyejahterakan rakyat.
Hal itu mengemuka dalam webinar bertajuk ”Building Neo Economy Society: Membangun Masyarakat Ekonomi Baru Menuju Indonesia Emas” yang merupakan bagian dari rangkaian acara Indonesia Financial Expo & Forum 2021 yang diselenggarakan harian Kontan, Senin (27/9/2021).
Hadir memberikan pidato kunci anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen, Tirta Sagara. Adapun sebagai pembicara adalah Menteri Perdagangan 2011-2014 Gita Wirjawan, Presiden Direktur PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Darmawan Junaidi, dan Chief Executive Officer PT Bukalapak.com Rachmat Kaimuddin.
Tirta menjelaskan, seperti yang tercantum dalam dokumen Visi Indonesia 2045 untuk menjadi negara yang maju, berdaulat, adil, dan makmur, salah satu upaya yang bisa dilakukan industri jasa keuangan adalah memperluas inklusi keuangan. ”Akses keuangan, akses pendanaan, itu harus menjangkau semuanya tanpa pengecualian dan ditopang dengan pemahaman yang kuat tentang lembaga jasa keuangan,” ujarnya.
Mengutip Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan 2019 yang dirilis OJK pada Desember 2020, indeks literasi keuangan mencapai 38,03 persen dan indeks inklusi keuangan mencapai 76,19 persen. Survei dilakukan terhadap 12.773 responden berbagai usia dan jenis kelamin di 67 kabupaten/kota yang tersebar di 34 provinsi.
Yang dimaksud dengan literasi keuangan adalah pengetahuan, keterampilan, dan keyakinan yang memengaruhi sikap dan perilaku untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan pengelolaan keuangan untuk mencapai kesejahteraan. Adapun inklusi keuangan adalah ketersediaan akses pada berbagai lembaga, produk, dan jasa layanan keuangan sesuai dengan kebutuhan kemampuan masyarakat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Berdasar indeks inklusi keuangan tersebut, artinya masih ada sekitar 24,81 persen masyarakat Indonesia yang belum tersentuh lembaga jasa keuangan. Terkait indeks literasi keuangan, masih ada 62,97 persen lainnya yang belum memahami bagaimana cara kerja lembaga jasa keuangan.
Yang lebih mengkhwatirkan, menurut Tirta, dari 76,19 persen responden yang sudah mengakses lembaga jasa keuangan, baru 38,03 persen yang paham dengan mekanisme cara kerja dan risiko lembaga jasa keuangan. Artinya, masih banyak orang yang walaupun sudah bisa mengakses jasa keuangan belum memahami sepenuhnya mekanisme dan cara kerja lembaga jasa keuangan.
”Dengan memperoleh akses keuangan dan memahaminya, masyarakat punya peluang lebih besar untuk memajukan perekonomiannya dan menyejahterakan dirinya. Dalam cakupan lebih luas, ini bisa mendorong perekonomian Inodnesia,” ucap Tirta.
Untuk mendorong pemahaman akan lembaga jasa keuangan, OJK telah bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi agar materi tentang literasi keuangan dimasukkan dalam kurikulum formal di bangku sekolah.
Digitalisasi
Sementara itu, Darmawan menjelaskan salah satu upaya Bank Mandiri memperluas inkluasi keuangan dengan mendorong perluasan layanan perbankan digital. Bank Mandiri telah memiliki layanan perbankan digital melalui aplikasi Livin’ by Mandiri.
”Sampai akhir 2020, sebanyak 67 persen penduduk sudah menggunakan ponsel cerdas yang bisa digunakan untuk memberikan layanan bank. Pandemi juga sangat mendukung transformasi keuangan digital dan menjangkau masyarakat lebih luas,” kata Darmawan.
Selain penggunaan teknologi digital, Bank Mandiri juga mendorong perluasan inklusi keuangan melalui agen-agennya yang tergabung dalam program Laku Pandai (layanan keuangan tanpa kantor dalam rangka keuangan inklusif).
Hingga Agustus 2021 terdapat 86.446 agen yang terdiri dari 63.953 agen branchless banking dan 22.494 agen bantuan sosial (bansos). Total transaksi nasabah di Mandiri Agen mencapai 46 juta transaksi dan nilanya mencapai Rp 54 triliun.
Bank Mandiri juga mendorong para agen menyalurkan kredit kepada segmen ultramikro. Melalui program Ramein Agen, tercatat 49.824 penyaluran kredit dengan total kredit yang cair mencapai Rp 3 triliun.
Penggunaan teknologi digital untuk perluasan inklusi keuangan juga dikemukakan Rachmat. Menurut dia, saat ini semua orang bisa saja memiliki saham perusahaan melalui bantuan layanan jasa keuangan digital.
”Ini mendorong keterlibaan semua masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengembangan ekosistem digital kita sekaligus perluasan inklusi keuangan,” ujar Rachmat.