Jejak kontaminasi virus Covid-19 pada kemasan dan produk perikanan masih ditemukan kendati jumlahnya cenderung turun. Penanganan cepat diperlukan untuk membenahi sistem rantai produksi hulu-hilir perikanan Indonesia.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ekspor perikanan Indonesia ke China masih terus dibayang-bayangi isu keamanan pangan dengan temuan kontaminasi virus korona tipe baru atau SARS-CoV-2 pada produk dan kemasan ikan. Meski demikian, jejak kontaminasi virus penyebab Covid-19 itu menunjukkan tren melandai seiring dengan menurunnya kasus Covid-19 di Indonesia.
Kasus kontaminasi virus SARS-CoV-2 pada produk dan kemasan ikan asal Indonesia itu terdeteksi oleh Otoritas Bea dan Cukai China (GACC) sejak September 2020. Hampir setahun berselang atau hingga September 2021, GACC mendata total 52 kasus yang melibatkan 32 perusahaan di Indonesia.
Kepala Pusat Pengendalian Mutu Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan (BKIPM-KKP) Widodo Sumiyanto mengemukakan, sebanyak 52 kasus jejak Covid-19 itu meliputi 49 kasus pada kemasan produk perikanan, 2 kasus pada produk perikanan, dan 1 jejak kontaminasi virus pada dinding kontainer. Kasus ditemukan berulang, antara lain pada beberapa perusahaan eksportir di Jakarta dan Medan.
Akibat temuan kontaminasi itu, sebanyak 315 kontainer ekspor hasil perikanan asal Indonesia dipulangkan dan ditarik dari China. Sebanyak 239 kontainer di antaranya ditarik kembali atas inisiatif unit pengolahan ikan guna meminimalisasi kasus dan sanksi penghentian sementara (suspend) pengiriman yang lebih lama.
”(Kasus jejak kontaminasi) masih terus terjadi walau trennya menurun. Kita belum menerapkan protokol secara menyeluruh dalam rantai proses hulu-hilir,” ujar Widodo, saat dihubungi, Rabu (22/9/2021).
Menurut Widodo, sebanyak 21 perusahaan dari 32 perusahaan eksportir yang tersandung kasus jejak Covid-19 masih tertahan untuk kembali ekspor ke China karena perlu membenahi rantai produksi hulu-hilir serta menanti evaluasi dari GACC terhadap temuan kontaminasi itu.
Meski demikian, ia menilai, ada tren penurunan temuan kasus kontaminasi Covid-19 sejalan dengan melandainya kasus Covid-19 di Indonesia. Sebelumnya, lonjakan kasus terjadi pada Juni-Agustus 2021.
BKIPM-KKP telah mensyaratkan pengujian Covid-19 pada produk dan kemasan ekspor hasil perikanan ke China. Namun, dari hasil audit, pengujian Covid-19 terhadap karyawan oleh beberapa perusahaan masih minim. Pengawasan dan penerapan protokol Covid-19 secara ketat diperlukan dari hulu hingga hilir, meliputi nelayan, pembudidaya, pengepul, pengemasan, industri pengolahan ikan, hingga logistik.
Selama September 2020-September 2021, pihaknya telah menghentikan pemberangkatan 98 kontainer ekspor hasil perikanan ke China karena tidak memenuhi kelayakan hasil sampel pengujian Covid-19. Akan tetapi, produk yang lolos ekspor pun masih tersandung persoalan karena pihak otoritas China juga menerapkan uji Covid-19 terhadap sampel produk ekspor yang masuk.
Produksi serampangan
Sehari sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menegaskan pentingnya jaminan mutu produk perikanan hingga ke konsumen. Penerapan jaminan mutu harus diterapkan sejak proses produksi.
”Pengembalian produk-produk perikanan asal Indonesia tidak akan terjadi jika kualitas terjamin sejak dari (proses) produksi. Jaminan mutu tidak bisa hanya di ujung (hilir), tapi produksi masih serampangan,” kata Trenggono dalam Bincang Bahari: ”Mengelola Sektor Kelautan dan Perikanan di Tengah Pandemi”, Selasa.
Trenggono menambahkan, hampir seluruh pelabuhan perikanan di Indonesia dalam kondisi tidak memadai. Pihaknya telah meminta Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap KKP untuk membenahi dan membangun sarana pelabuhan modern di beberapa daerah mulai tahun 2022 guna menopang ekspor. Beberapa lokasi yang diusulkan antara lain Bitung, Ambon, dan Bali.
Dari data BKIPM-KKP, per semester I-2021, China menempati negara tujuan ekspor perikanan terbesar dari segi volume, yakni 222.837,67 ton, disusul Amerika Serikat dengan 159.642,74 ton. Dari sisi nilai, negara tujuan utama ekspor ialah Amerika Serikat, dengan nilai ekspor mencapai 1,34 miliar dollar AS atau 46 persen terhadap nilai total ekspor. Selain itu, China sebesar 507,6 juta dollar AS (17,49 persen) dan Jepang senilai 236,48 juta dollar AS (8,15 persen).
Menurut Ketua Umum Asosiasi Produsen, Pengolahan, dan Pemasaran Produk Perikanan Indonesia Budhi Wibowo, peluang pasar China masih sangat besar. Indonesia selama ini bergantung pada pasar China. Lima tahun terakhir, volume ekspor perikanan ke China tumbuh rata-rata 12,4 persen.