Pemerintah perlu menciptakan permintaan pasar kendaraan listrik agar bisa memikat investor hulu-hilir kebutuhan industri kendaraan listrik masuk Indonesia.
Oleh
JOICE TAURIS SANTI/MEDIANA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah menargetkan produksi mobil listrik di Indonesia dapat dimulai Mei 2022. Menurut rencana, sebagian besar dari produksi mobil listrik tersebut ditujukan untuk pasar ekspor. Komponen-komponen lain pendukung kendaraan listrik pun diusulkan harus dapat diproduksi di dalam negeri.
”Mobil listrik akan diproduksi Mei 2022. Pada 2022, kita akan memproduksi mobil listrik buatan Hyundai,” kata Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia dalam jumpa pers secara daring, Jumat (17/9/2021).
Sebelumnya, Kamis, Presiden Joko Widodo melakukan peletakan batu pertama untuk pembangunan pabrik baterai mobil listrik di Karawang, Jawa Barat. Menurut Bahlil, dalam proses pembuatan pabrik baterai, dapat terserap 10.000 pekerja. Ketika pabrik beroperasi kelak, diperkirakan bakal menyerap 1.000-an tenaga kerja.
Proyek tersebut merupakan kerja sama PT Industri Baterai Indonesia dengan LG Energy Solution dan Hyundai Motor Group dari Korea Selatan. Industri Baterai Indonesia merupakan konsorsium dari empat BUMN, yaitu MIND.ID, PT Aneka Tambang Tbk, PT Pertamina (Persero), dan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero). Nilai investasi pabrik tersebut sekitar 1,1 miliar dollar AS atau setara Rp 15,6 triliun.
Produksi baterai mobil listrik akan dipasok ke pabrik mobil listrik Hyundai. Adapun pabrik mobil listrik yang dibangun oleh Hyundai di Cikarang, Jabar, sudah hampir tuntas.
Menurut rencana, sebagian besar dari produksi mobil listrik tersebut ditujukan untuk pasar ekspor.
Bahan-bahan baku yang diperlukan untuk pembuatan baterai ada di Indonesia, seperti nikel, mangan, dan kobalt. Kandungan lokal dari mobil listrik ini mencapai 80-90 persen. Adapun litium masih perlu diimpor. Ekosistem pabrik ini sudah tertata rapi, dimulai dari bahan baku yang diambil dari tambang hingga manufaktur sel baterai yang diperlukan.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa berpendapat soal pentingnya menciptakan permintaan pasar kendaraan listrik agar bisa memikat investor hulu-hilir kebutuhan industri kendaraan listrik masuk Indonesia. Dari sisi kendaraan roda dua, substitusi motor konvensional ke motor listrik sebenarnya paling cepat.
Pasalnya, pengguna motor di Indonesia tergolong besar, lebih dari 100 juta unit. Setiap tahun pun rata-rata penjualan motor biasa 1 juta-2 juta unit.
Hanya saja, kendala saat menciptakan permintaan motor listrik terletak pada masih tingginya ongkos beli. Harga per unit motor listrik di Indonesia lebih mahal 40-50 persen dibandingkan dengan motor konvensional berbahan bakar minyak.
Pemerintah semestinya bisa menciptakan insentif agar permintaan motor listrik tumbuh pesat dengan dimulai dari mendorong riset dan pengembangan. Beberapa perguruan tinggi dan produsen manufaktur motor listrik diakomodasi pendanaan riset dan pengembangannya. Ketika sudah mampu memproduksi sampai jumlah tertentu yang dianggap memenuhi skala ekonomi, pemerintah bisa mencabut insentif itu.
Pentingnya menciptakan permintaan pasar kendaraan listrik agar bisa memikat investor hulu-hilir kebutuhan industri kendaraan listrik masuk Indonesia.
”Bangun rantai pasok motor listrik mulai dari mesin, baterai, hingga sistem kontrolnya. Ketiga komponen itu sudah dikerjakan oleh beberapa kampus nasional. Pemerintah membantu pemasarannya, mungkin menggandeng badan usaha milik negara/swasta dan mereka diberikan insentif industri. Dengan begitu, harga jual motor listrik bisa turun,” tutur Fabby.
Ia menilai, ketika kebijakan tersebut diterapkan bersamaan dengan pengenaan pajak karbon atas bahan bakar minyak, publik akan bersedia beralih menggunakan motor listrik. Dalam konteks jenis kendaraan listrik lainnya, seperti mobil dan transportasi publik, penerapan pajak karbon juga membantu menumbuhkan permintaan pasar kendaraan listrik di dalam negeri.
Instansi pemerintahan, lanjut Fabby, sebenarnya juga bisa ikut membantu menumbuhkan permintaan pasar kendaraan listrik. Misalnya, mereka memulai pengadaan sejumlah kendaraan dinas, tetapi jenisnya adalah kendaraan listrik.
”Jangan lupakan juga pemerataan pembangunan fasilitas infrastruktur isi ulang daya. Infrastruktur ini bisa dikerjakan oleh badan usaha milik negara atau daerah. Ini juga termasuk insentif pemerintah untuk menciptakan permintaan pasar kendaraan listrik. Dengan demikian, investasi dari hulu ke hilir untuk kebutuhan industri kendaraan listrik tercapai keekonomiannya,” tutur Fabby.
Asuransi
Industri asuransi juga mendukung penggunaan mobil listrik. PT Asuransi Tugu Pratama Indonesia Tbk (Tugu Insurance), emiten anak BUMN Pertamina, telah bekerja sama dengan PT Hyundai Motors Indonesia (HMD). Nama Hyundai di dunia otomotif memang sudah tidak asing lagi. Mobil listrik Hyundai, yakni IONIQ dan KONA, sudah tersedia di Indonesia.
Jonathan David, Corporate Communication & Relation Group Head Tugu Insurance, dalam keterangan tertulis mengatakan, Tugu Insurance bersama HMD membuat asuransi mobil listrik. ”Ini juga menjadi langkah Tugu Insurance untuk mendukung pencapaian SDGs di Indonesia,” ucapnya.