Minat Investasi Saham Syariah Naik, Wapres Harap Potensi Tetap Digali
Kustodian Sentral Efek Indonesia mencatat, jumlah kepemilihan saham syariah naik 36,48 persen pada enam bulan pertama tahun 2021. Namun, jumlah itu masih jauh di bawah potensi yang ada.
Oleh
Cyprianus Anto Saptowalyono
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Wakil Presiden Ma’ruf Amin menuturkan bahwa minat masyarakat berinvestasi di pasar modal syariah semakin tinggi. Hal ini tecermin dari kenaikan signifikan jumlah kepemilikan efek saham syariah berdasarkan nomor tunggal identitas pemodal. Namun, jika dilihat dari potensi masyarakat Muslim Indonesia, jumlah ini masih terbilang sangat kecil.
Merujuk data Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), sampai dengan Juni 2021, jumlah kepemilikan efek saham syariah berdasarkan nomor tunggal identitas pemodal atau single investoridentification (SID) sebanyak 991.000 SID atau tumbuh 36,48 persen dalam waktu enam bulan. Jumlah SID kepemilikan efek saham syariah ini masih sekitar 18 persen dari total SID pasar modal yang mencapai 5,5 juta SID.
Sementara itu dari sisi kapitalisasi pasar, Indeks Saham Syariah Indonesia pada 30 Juni 2020 mencapai Rp 3.352 triliun. Nilai ini hampir separuh dari kapitalisasi pasar saham Indonesia yang sebesar Rp 7.100 triliun.
”Oleh karena itu, melalui pemahaman dan literasi terhadap keuangan syariah sedari dini, dari usia pelajar dan mahasiswa, tentu akan menjadi modal bagi pertumbuhan dan pengembangan pasar modal syariah di masa mendatang,” kata Wakil Presiden Ma’ruf Amin saat memberi sambutan secara daring pada Webinar Syariah Kelompok Studi Pasar Modal (KSPM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia yang bertajuk ”Investasi Pasar Modal dalam Perspektif Islam”, Sabtu (11/9/2021).
Pemahaman dan literasi terhadap keuangan syariah sedari dini, dari usia pelajar dan mahasiswa, akan menjadi modal bagi pertumbuhan dan pengembangan pasar modal syariah di masa mendatang.
Pasar modal syariah telah hadir di Indonesia sejak tahun 1997 yang diawali penerbitan reksa dana syariah oleh PT Danareksa Investment Management. Pada tahun 2001, Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama (DSN-MUI) menerbitkan fatwa tentang Pedoman Pelaksanaan Investasi untuk Reksa Dana Syariah untuk memberikan landasan bagi kegiatan pasar modal syariah.
Seiring waktu pasar modal syariah terus berkembang dengan ragam inovasi produk investasi mulai dari reksa dana syariah, saham syariah, dan sukuk negara, maupun sukuk korporasi yang semuanya dilandasi fatwa MUI. ”Dalam keuangan syariah, termasuk pasar modal syariah, landasan fikih yang digunakan oleh DSN-MUI adalah kaidah yang menyatakan bahwa hukum asal dalam muamalah adalah boleh, sepanjang tidak ada dalil yang melarangnya,” kata Wapres Amin.
Wapres menuturkan bahwa hal yang dilarang menurut syariah adalah kegiatan yang spekulatif dan manipulatif. Di tengah peningkatan jumlah investor dan ragam produk investasi syariah dewasa ini masih ada di antara masyarakat yang ragu berinvestasi di pasar modal syariah walaupun sudah ada fatwa DSN-MUI. Oleh karena itu, sosialisasi dan edukasi yang intensif diperlukan untuk meningkatkan literasi dan keyakinan masyarakat tentang kehalalan pasar modal syariah.
”Untuk mempertegas hal-hal yang dilarang dan tidak sesuai dengan syariah dalam pasar modal syariah, MUI melalui fatwa Nomor 80 Tahun 2011 memberikan pedoman tentang kegiatan-kegiatan yang dilarang dan bertentangan dengan prinsip syariah,” ujar Wapres Amin.
Larangan dan risiko
Kegiatan yang dilarang dan bertentangan dengan prinsip syariah tersebut adalah menyembunyikan kecacatan produk, memengaruhi orang lain dengan kebohongan, menawar dengan harga tinggi dengan kesan banyak yang membeli, dan memborong barang saat orang banyak membutuhkan untuk memperoleh keuntungan. Berikutnya adalah menonjolkan keunggulan produk dan menyembunyikan cacat produk, ketidakseimbangan obyek pertukaran dalam suatu akad, menjual barang yang belum dimiliki atau short selling, dan riba.
Wapres Amin menuturkan bahwa investasi di pasar modal mengandung risiko. Oleh karena itu, investor muda dan ritel juga harus meningkatkan pemahaman terhadap risiko-risiko yang ada. ”Jangan terjebak dengan produk keuangan yang naik karena adanya aksi pompa oleh sekelompok orang atau saat ini marak dengan fenomena menggunakan influencer,” ujarnya.
Jangan terjebak dengan produk keuangan yang naik karena adanya aksi ”pompa” oleh sekelompok orang atau saat ini marak dengan fenomena menggunakan influencer.
Wapres Amin mengimbau mahasiswa untuk mulai berinvestasi sejak dini dalam bentuk dan jumlah sekecil apa pun. Berinvestasi di perusahaan nasional merupakan salah satu cara berpartisipasi dalam memajukan perekonomian domestik. ”Namun, memahami setiap bentuk instrumen dan risiko investasi juga menjadi keharusan,” katanya.
Pada kesempatan tersebut, Wapres Amin juga menuturkan bahwa selama pandemi terjadi pembatasan mobilitas dan kegiatan ekonomi. Namun, dukungan teknologi digital yang memudahkan transaksi keuangan telah memberi peluang bagi masyarakat untuk menjadi bagian pelaku pasar modal, termasuk pasar modal syariah.
”Digitalisasi telah memberi kemudahan bagi semua orang untuk berinvestasi sehingga menjadi tanggung jawab kita bersama memberikan pemahaman terhadap investasi keuangan syariah kepada masyarakat,” kata Wapres.
Penanggung Jawab Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Teguh Dartanto saat memberikan sambutan menuturkan, sering kali umat Islam mendengar bahwa investasi dalam pasar modal diasosiasikan tindakan yang setara dengan berjudi, memperdagangkan uang, atau memperdagangkan barang yang tidak ada wujudnya.
”Tetapi, di sisi lain, dari masyarakat yang prosaham kita tahu bahwa aktivitas pasar modal adalah investasi yang timbal balik, yang nanti kita akan mendapatkan deviden atau keuntungan, serta ada kewenangan setara kepemilikan dalam sebuah perusahaan. Namun, kita belum mendengarkan kajian yang cukup mendalam untuk menjembatani dua sudut pandang ini sehingga kami yakin investasi pasar modal bukanlah sebuah kegiatan yang menyalahi agama Islam,” papar Teguh.
Teguh menuturkan sistem atau investasi di pasar modal memang adalah hal yang baru, bagian dari inovasi-inovasi di sistem keuangan, yang mungkin atau bahkan belum ada pada kondisi di zaman Nabi Muhammad SAW. ”Sehingga memang inovasi-inovasi seperti ini mungkin perlu didorong tetapi tetap berada di dalam rel-rel ajaran agama, khususnya ajaran agama Islam. Sehingga, umat Islam atau Muslim tidak anti terhadap dunia pasar modal,” katanya.