Respons Aturan Baru, Bank Bermodal Rp 1 Triliun Siapkan Strategi
Bank bermodal inti sekitar Rp 1 triliun menyusun strategi untuk merespon Peraturan Otoritas Jasa Keuangan atau POJK yang baru tentang bank umum. Beberapa memilihi berkonsolidasi dan ada pula yang menambah permodalan.
Oleh
Benediktus Krisna Yogatama
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Bank bermodal inti sekitar Rp 1 triliun menyusun strategi untuk merespon Peraturan Otoritas Jasa Keuangan atau POJK yang baru tentang bank umum. Ada bank yang berupaya menambah modal, adapula yang tengah menanti calon investor baru.
Dalam POJK Nomor 12 tahun 2021 tentang Bank Umum yang baru dirilis Kamis (19/8/2021), bank bermodal kecil tetap bisa beroperasi dengan modal inti Rp 1 triliun dengan syarat bergabung dalam sebuah Kelompok Usaha Bank (KUB). Bila tidak bergabung dalam KUB, mereka wajib memenuhi modal minimum secara bertahap sebesar Rp 1 triliun pada 2020, Rp 2 triliun pada 2022, dan Rp 3 triliun pada akhir 2022.
Merespon hal tersebut, Direktur Keuangan Bank Sahabat Sampoerna Henky Suryaputra menyampaikan, pihaknya memahami maksud dan tujuan Peraturan OJK untuk menciptakan industri perbankan yang lebih kuat. “Dengan demikian, Bank Sampoerna siap mendukung rencana OJK meningkatkan modal dasar,” ujar Henky saat dihubungi pada Senin (30/8/2021).
Ia menjelaskan, sampai dengan akhir Juni, modal inti Bank Sahabat Sampoerna mencapai Rp 1,7 triliun, termasuk setelah adanya tambahan dana setoran modal yang hingga saat ini masih dalam proses pencatatan OJK. Henky menjelaskan, pemegang saham pengendali Bank Sampoerna telah berkomitmen memenuhi modal inti sebesar Rp 2 triliun pada 2021.
“Itu dilakukan tanpa adanya pemegang saham baru,” ujarnya.
Bila tidak bergabung dalam KUB, mereka wajib memenuhi modal minimum secara bertahap sebesar Rp 1 triliun pada 2020, Rp 2 triliun pada 2022, dan Rp 3 triliun pada akhir 2022.
Layanan pembayaran dengan memindai kode QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard) terpasang pada gerobak penjual rujak buah di kawasan Kebon Jeruk, Jakarta Barat, Jumat (13/8/2021). Pada masa pandemi Covid-19 penggunaan layanan pembayaran nontunai terus meningkat termasuk digunakan oleh pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM).Di sisi lain, Bank Sahabat Sampoerna juga membuka berbagai opsi untuk menambah modal dan termasuk kemungkinan bergabung atau membentuk KUB. “Itu bukan sesuatu yang tidak mungkin,” katanya.
Sementara itu, Bank Amar Indonesia (Amar Bank) sudah dilirik oleh sejumlah investor. Presiden Direktur Amar Bank Vishal Tulsian menjelaskan, pihaknya telah menerima minat dari sejumlah investor. Amar Bank sendiri sudah beroperasi sebagai bank digital sejak tahun lalu.
”Sebagai bank yang terdepan dalam digital banking, kami banyak mendapat minat investor. Jadi, kami punya banyak opsi mencukupi permodalan yang ditetapkan OJK untuk tahun ini dan tahun depan,” kata Vishal dalam paparan publik virtual, Rabu (25/8) pekan lalu.
Namun, Vishal belum menyebutkan secara spesifik aksi yang akan dilakukan dalam pemenuhan modal. Menurut dia, sejak 2014 sudah ada tiga kali penaikan persyaratan kecukupan modal dari OJK. Selama itu juga Amar Bank mampu memenuhi persyaratan modal minimum. Berdasarkan laporan keuangan Amar Bank sampai 30 Juni 2021, modal inti tercatat senilai Rp1 triliun.
Semangat dari POJK itu agar bank-bank bermodal kecil di kisaran Rp 1 triliun segera berkonsolidasi. Itu bisa dilakukan dengan menambah permodalan atau menjadi bagian KUB.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Heru Kristiyana menjelaskan, semangat dari POJK itu agar bank-bank bermodal kecil di kisaran Rp 1 triliun segera berkonsolidasi. Itu bisa dilakukan dengan menambah permodalan atau menjadi bagian KUB.
“Penambahan modal ini untuk memperkuat keuangan bank dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat,” ujar Heru, Senin (30/8/2021).
Heru menambahkan, apabila menambah modal di rasa berat saat pandemi, mereka bisa bergabung menjadi KUB. Meski modal intinya tidak mencapai Rp 3 triliun, dengan bergabung dalam KUB, bank bermodal kecil wajib dilindungi atau didukung finansialnya oleh bank yang jadi induk usahanya.
Selain mendukung konsolidasi bank bermodal kecil, aturan ini juga untuk mendorong terbentuknya bank digital. Dalam POJK 12/2021 tentang Bank Umum dijelaskan, untuk mendirikan bank digital baru perlu minimal Rp 10 triliun, apabila membuat bank digital dari konversi bank yang sudah beroperasi perlu modal minimal Rp 3 triliun. Namun, bila membuat bank digital yang jadi bagian dari KUB, maka modal minimalnya hanya Rp 1 triliun.
“Kami berharap bank-bank kecil ini bergabung menjadi KUB,” ujar Heru.
Heru menjelaskan, kebijakan ini bakal menguntungkan dua belah pihak, baik bank bermodal kecil maupun bank bermodal besar. Bank bermodal besar bisa membuat bank digital sebagai anak usahanya dengan modal inti lebih ringan. Adapun bank bermodal kecil bisa menjadi bank digital dengan menjadi bagian dari KUB.