Modal Minimal Anak Usaha Bank Diperbolehkan Rp 1 Triliun
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 12 Tahun 2021 tentang Bank Umum memungkinkan bagi bank bermodal Rp 1 triliun tetap beroperasi dengan menjadi bagian dari kelompok usaha bank (KUB).
Oleh
Benediktus Krisna Yogatama
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dengan keluarnya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 12 Tahun 2021 tentang Bank Umum, bank bermodal kecil tetap bisa beroperasi dengan modal inti Rp 1 triliun asalkan bergabung dalam sebuah kelompok usaha bank atau KUB. Sementara itu, apabila tidak bergabung dalam KUB, sesuai dengan aturan tersebut, mereka wajib memenuhi modal minimum Rp 3 triliun pada akhir 2022.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan pada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Heru Kristiyana menjelaskan, semangat dari dikeluarkannnya peraturan tersebut agar bank-bank bermodal kecil di kisaran Rp 1 triliun berkonsolidasi. Konsolidasi bisa dilakukan dengan menambah permodalan atau menjadi bagian KUB.
”Penambahan modal ini untuk memperkuat keuangan bank dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat,” ujar Heru dalam telekonferensi pers tentang sosialisasi Peraturan OJK No 12/2021, Senin (23/8/2021).
Heru menjelaskan, apabila menambah modal di rasa berat, mereka bisa bergabung menjadi KUB. Meski modal intinya tidak mencapai Rp 3 triliun, dengan bergabung dalam KUB, bank bermodal kecil itu wajib dilindungi atau didukung finansialnya oleh bank yang menjadi induk usahanya.
Selain mendukung konsolidasi bank bermodal kecil, aturan ini juga untuk mendorong terbentuknya bank digital. Dalam Peraturan OJK No 12/2021 tentang Bank Umum dijelaskan, untuk mendirikan bank digital baru, perlu modal minimal Rp 10 triliun. Apabila membuat bank digital dari konversi bank yang sudah beroperasi, dibutuhkan modal minimal Rp 3 triliun.
Dalam Peraturan OJK No 12/2021 tentang Bank Umum dijelaskan, untuk mendirikan bank digital baru, perlu modal minimal Rp 10 triliun.
”Namun, apabila membuat bank digital yang menjadi bagian dari KUB, modal minimalnya hanya Rp 1 triliun. Kami berharap bank-bank kecil ini bergabung menjadi KUB,” kata Heru.
Heru menambahkan, kebijakan ini bakal menguntungkan kedua pihak, baik bank bermodal kecil maupun bank bermodal besar. Bank bermodal besar bisa membuat bank digital sebagai anak usahanya dengan modal inti lebih ringan. Adapun bank bermodal kecil bisa menjadi bank digital dengan menjadi bagian dari KUB. ”Ini semangat dari POJK baru ini,” ucapnya.
Membentuk bank digital menjadi bagian dari KUB sudah dilakukan oleh PT Bank Central Asia Tbk dengan membentuk Bank Digital BCA. Hingga saat ini, entitas tersebut memiliki modal inti sebesar Rp 1,35 triliun.
”BCA, sebagai bagian dari perbankan nasional, pada prinsipnya mendukung kebijakan pemerintah dan OJK, salah satunya mengenai ketentuan bank digital yang baru saja diterbitkan dalam rangka mendorong percepatan transformasi digital sektor perbankan,” ujar Executive Vice President Secretariat & Corporate Communication BCA Hera F Haryn.
Digital BCA meluncurkan aplikasi digital bernama Blu pada 2 Juli 2021. Aplikasi ini hadir sebagai ekosistem bank digital tanpa kantor cabang (branchless) dan dapat diakses dari mana saja dan kapan saja. Aplikasi Blu juga terintegrasi dengan semua infrastruktur digital yang dimiliki oleh BCA, seperti call center dan jaringan anjungan tunai mandiri (ATM).
Bank bermodal besar bisa membuat bank digital sebagai anak usahanya dengan modal inti lebih ringan.
Pada kesempatan yang berbeda, Bank Indonesia (BI) menerbitkan standardisasi sistem pembayaran dengan mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No 23/2021 tentang Standar Nasional Sistem Pembayaran. PBI ini juga menjadi landasan hukum bagi implementasi Standar Nasional Open API Pembayaran (SNAP) yang telah diluncurkan pada 17 Agustus 2021.
Asisten Gubernur Kepala Departemen Kebijakan Makroprudensial BI Juda Agung menjelaskan, dengan diterbitkan standar nasional ini, sistem pembayaran antarentitas keuangan tak lagi bersekat atau terbatas hanya pada entitas afiliasinya saja. Nasabah pun kian dimudahkan bertransaksi dengan entitas keuangan apa saja dan bisa ditujukan ke mana saja.
”Sebelumnya, konsumen bank A tidak bisa melakukan aktivitas perbankan dengan bank B. Atau juga tekfin A atau B, tidak bisa dengan perusahaan e-dagang tertentu semata karena beda grup usaha. Ini akan kami coba hilangkan dengan menerapkan standar tersebut,” tutur Juda.