Perumahan segmen menengah ke atas mulai menggeliat. Namun, tantangan muncul untuk pasar segmen menengah bawah yang menurun seiring tergerusnya daya beli.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pertumbuhan penjualan rumah untuk segmen hunian seharga di atas Rp 2 miliar di Jabodebek-Banten pada triwulan II (April-Juni) 2021 tumbuh 125 persen jika dibandingkan triwulan sebelumnya. Pasar segmen menengah atas dinilai masih menyimpan daya beli.
Berdasarkan data Indonesia Property Watch, penjualan perumahan dengan segmen harga unit di atas Rp 2 miliar mengalami peningkatan 440 persen di Banten. Peningkatan juga terjadi di DKI Jakarta sebesar 62,3 persen serta di wilayah Bogor, Depok, dan Bekasi sebesar 25 persen. Meski demikian, komposisi penjualan rumah segmen harga di atas Rp 2 miliar itu hanya sebagian kecil dari pasar yang ada.
Sementara itu, segmen harga hunian di kisaran Rp 1 miliar-Rp 2 miliar di DKI Jakarta juga mengalami peningkatan penjualan 300 persen. Sementara penjualan untuk segmen harga hunian di kisaran Rp 500 juta-Rp 1 miliar di Bodebek-Banten sebesar naik 26,2 persen secara triwulanan.
”Pasar menengah sampai atas terlihat relatif masih menyimpan daya beli,” kata CEO dan pendiri Indonesia Property Watch, Ali Tranghanda, Senin (30/8/2021).
Ali menambahkan, peningkatan penjualan rumah itu turut didorong kebijakan penghapusan atau pengurangan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) rumah siap huni yang digulirkan pemerintah sampai Desember 2021.
Selain itu, stimulus pengurangan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) di DKI Jakarta kepada wajib pajak orang pribadi untuk perolehan pertama kali atas obyek berupa rumah atau rumah susun dengan nilai perolehan obyek pajak (NJOP) sebesar Rp 2 miliar-Rp 3 miliar berpotensi meningkatkan penjualan rumah baik primer maupun sekunder sampai akhir tahun 2021.
Namun, diperkirakan tren pertumbuhan penjualan ini akan sedikit terhambat akibat pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) pada awal Juli 2021 sehingga pasar perumahan diprediksi menurun pada triwulan III (Juli-September) 2021 hampir di semua segmen. Peningkatan hunian diharapkan akan tetap terjadi untuk penjualan rumah siap huni di beberapa pengembang besar, khususnya di Banten dan DKI Jakarta, selama pemberlakuan insentif PPN hingga Desember 2021.
Ali juga menyoroti penjualan rumah di segmen harga sampai Rp 500 juta per unit yang turun 24 persen (qtq) di Jabodebek-Banten. Secara komposisi, penjualan rumah di Jabodebek-Banten pada triwulan II-2021 masih didominasi segmen harga Rp 500 juta-Rp 1 miliar sebesar 31,9 persen, diikuti segmen di bawah Rp 300 jutaan sebesar 29,9 persen yang sebagian besar terdapat di Banten.
Adapun komposisi penjualan untuk segmen harga rumah Rp 300-Rp 500 juta menurun dari semula dari 25,3 persen menjadi 16,7 persen. Sebaliknya, peningkatan komposisi terjadi pada segmen harga di atas Rp 2 miliar yang naik dari 1,3 persen menjadi 9,7 persen.
”Pasar menengah bawah diperkirakan akan terus tertekan apabila kondisi tidak juga membaik,” lanjut Ali.
Sementara itu, pemerintah menetapkan batas waktu pengajuan kredit pemilikan rumah bersubsidi berupa fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) tahun ini paling lambat 27 Oktober 2021. ”Tanggal 27 Oktober adalah batas akhir pengajuan dana FLPP dan tanggal 29 Oktober adalah batas akhir pencairan dana FLPP tahun 2021,” ujar Direktur Utama Pusat Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan (PPDPP) Arief Sabaruddin, akhir pekan lalu.
Per 26 Agustus 2021, penyaluran dana FLPP mencapai 123.705 unit senilai Rp 13,505 triliun. Jumlah itu mencapai 78,54 persen dari target unit yang disalurkan sebesar 157.500 unit. Sementara total penyaluran dana FLPP pada tahun 2010-2021 mencapai 888.560 unit senilai Rp 69,103 triliun.
Arief meminta bank pelaksana untuk mempercepat layanan terhadap nasabah KPR FLPP. ”Saya masih terus mengingatkan kepada bank pelaksana untuk mempercepat layanan,” kata Arief.
Terdata 41 bank pelaksana dalam penyaluran kredit pemilikan rumah bersubsidi melalui FLPP. Berdasarkan evaluasi PPDPP, 17 bank pelaksana akan mengalami pengurangan kuota karena tidak mencapai target sesuai kesepakatan sebelumnya. Bank itu terdiri dari empat bank nasional dan 13 bank pembangunan daerah. Di sisi lain, tiga bank pembangunan daerah mengajukan penambahan kuota untuk diselesaikan Oktober mendatang.