Sejumlah Komunitas Rajut Kebersamaan Melalui ”Menoken” di NTT
Sejumlah komunitas masyarakat di Timor dengan dukungan beberapa komunitas dari luar Provinsi Nusa Tenggara Timur merajut kebersamaan melalui program ”menoken”.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA/FRANSISKUS PATI HERIN
·4 menit baca
OELAMASI, KOMPAS — Sejumlah komunitas masyarakat di Timor dengan dukungan beberapa komunitas masyarakat dari luar NTT, merajut kebersamaan melalui program ”menoken”di Kabupaten Kupang dan Timor Tengah Selatan. Kegiatan ini guna memperkuat jaringan, saling berbagi ide, termasuk lingkungan. Generasi muda saat ini harus memiliki semangat mencintai lingkungan dan membangun jiwa wirausahawan
Bupati Kupang Korinus Masneno pada pembukaan pertemuan sejumlah komunitas masyarakat di Timor, di Oelamasi, Kabupaten Kupang, Selasa (24/8/2021) mengatakan, pada masa pandemi Covid-19 ini butuh kolaborasi antara komunitas masyarakat yang terbentuk untuk saling bekerjasama, merajut kebersamaan mengembalikan lingkungan yang telah rusak.
Membangun mental dan semangat mencintai lingkungan dimulai pada anak-anak, termasuk di antaranya menciptakan jiwa wirausahawan pada diri mereka. Lingkungan di Timor pada 50-100 tahun ke depan sangat ditentukan oleh generasi muda terutama anak-anak saat ini.
Membangun semangat wirausahawan, sambil menjaga lingkungan dimiliki generasi hari ini dan yang akan datang, cita-cita lingkungan yang asli bisa terbentuk. Sekolah alam Manusak, Kabupaten Kupang, sebagai tempat pendidikan dini anak-anak usia 2-5 tahun, berperan penting membangun perilaku anak-anak mencintai lingkungan.
Menghadapi ancaman kerusakan lingkungan 50-100 tahun ke depan, anak-anak dan generasi muda Timor saat ini perlu dipersiapkan. Mereka harus paham mengenai ancaman kerusakan lingkungan dan dampaknya bagi kehidupan yang akan datang. ”Dengan ini, ada kesadaran untuk menanam pohon, menyiram, merawat, dan tidak akan membakar,” kata Masneno.
Perwakilan Samdhana Institute, Ita Natalia, mengatakan, menoken berasal dari kata ”noken”, anyaman (rajutan) khas Papua. Noken memiliki banyak makna, mulai dari kehidupan seorang manusia sampai kematian. Noken berbentuk rahim, kehamilan.
Noken juga berupa jaring-jaring yang sangat kuat, saling menyatukan, mendukung, dan bekerja sama. Noken bisa membawa beban sampai 100 kg, sesuai ukuran. Noken pula sebagai gudang, tempat menyimpan makanan bagi kehidupan manusia.
Kegiatan menoken dan menikmati secangkir kopi di Timor kali ini di NTT merupakan jambore Nusantara kedua. Jambore Nusantara pertama dilakukan di Aceh, 2019. Jambore itu mempertemukan wakil pemuda dari berbagai daerah Nusantara untuk membahas berbagi isu termasuk hak masyarakat adat, komunitas lokal, pengembangan ekonomi, pertanian berkelanjutan, kedaulatan pangan, dan kelestarian lingkungan.
Evolusi menuju perubahan perlu saling berbagi di antara komunitas masyarakat. Jambore ini kemudian menjadi temu mitra Samdhana, 2019 di Yogyakarta, kemudian berubah menjadi gerakan ”menoken”.
Pendiri Sekolah Alam Manusak Kupang, Yayah Ado, mengatakan, komunitas masyarakat Timor yang hadir merajut kebersamaan itu antara lain ”Rumah Solusi Beta” atau sekolah alam Manusak, komunitas anak difabel, komunitas Literasi Secangkir Kopi, Film Kupang, Duta Bahasa NTT, Rumah Mentari, Kopi Kaum, dan Komunitas Yayasan Mama Aleta Fund.
Kebakaran itu memang karena kondisi hutan, yang kering, dan sedang terdegradasi, tetapi juga akibat ulah manusia. Mestinya dalam kondisi kering, semua orang di wilayah itu harus bersama-sama menghindari api. (Abdon Nababan)
Mereka terlibat dalam kegiatan ”Menoken, dan Menikmati Secangkir Kopi di Timor”. Kegiatan ini dalam rangka merajut kasih kerahaman, solidaritas, kekuatan dalam kelenturan, kebudayaan, dan keterbukaan memelihara lingkungan.
”Jumlah peserta sebanyak 50 orang. Kegiatan menoken selalu bersifat informal, fleksibel, mengutamakan persahabatan, berkumpul, kemping, memasak, dan makan bersama, bertukar cerita dan pengetahuan, bernyanyi dan menyanyi, dan menikmati seni budaya bersama-sama,” kata pendiri Yayasan Rumah Solusi Beta ini.
Ia mengatakan, semua peserta yang hadir terlibat dalam kegembiraan dan kebersamaan, saling berbagi dan saling mendukung dalam kasih. Gagasan menoken berkembang dari mitra-mitra Samdhna yang terus bergerak maju.
Mempertemukan
Kegiatan di Kupang dan Timor Tengah Selatan mempertemukan kelompok pemuda dan perempuan. Di situ, mereka saling berbagi pengalaman dan berbagi ide untuk melakukan perubahan di lingkungan masing-masing.
Wakil Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Abdon Nababan mengatakan, kerusakan lingkungan hidup di sebagian besar wilayah Indonesia saat ini akibat salah kelola oleh pemangku kebijakan, termasuk di NTT.
Lingkungan itu harus dikembalikan ke masyarakat adat. Jika pemerintah tetap menguasai lingkungan itu, suatu ketika bakal hancur total. Mereka mengeluarkan izin bagi investor untuk lingkungan cenderung merusak, bukan merawat.
Di tengah perubahan iklim dan pemanasan global saat ini butuh pemimpin yang benar-benar peduli terhadap persoalan lingkungan. Masyarakat yang mengalami dampak dari kerusakan lingkungan, sebaiknya memahami hal ini. Setiap calon bupati, gubernur, dan wali kota sebaiknya diajak mengadakan kesepakatan dengan masyarakat adat untuk tidak mengeluarkan izin tanpa pengetahuan masyarakat adat.
”Kebakaran itu memang karena kondisi hutan, yang kering, dan sedang terdegradasi, tetapi juga akibat ulah manusia. Mestinya dalam kondisi kering, semua orang di wilayah itu harus bersama-sama menghindari api,” kata Nababan.