Rawan Penyelewengan, Stiker Khusus Taksi ”Online” Ditolak
Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek Kementerian Perhubungan menolak realisasi rencana pemasangan stiker khusus untuk angkutan sewa khusus atau dikenal taksi ”online”.
JAKARTA, KOMPAS — Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek atau BPTJ Kementerian Perhubungan, Selasa (24/8/2021), menolak realisasi rencana pemasangan stiker khusus sebagai penanda untuk angkutan sewa khusus atau lebih dikenal taksi online yang sudah berizin di wilayah Jabodetabek. Penandaan dengan stiker khusus tidak mungkin direalisasikan. Selain rawan penyelewengan, penandaan ini mencederai rasa keadilan masyarakat.
Kepala BPTJ Polana B Pramesti dalam siaran pers di Jakarta, Selasa (24/8/2021), mengatakan, ”Kami mencoba mengakomodasi usulan rencana pemasangan stiker khusus tersebut. Namun, di dalam perjalanannya, setelah dilakukan pembahasan dan pengkajian dari aspek hukum, hal itu memang tidak memungkinkan.”
Keputusan tersebut didasarkan pertimbangan Putusan Mahkamah Agung Nomor 15P/HUM/2018 yang menegaskan bahwa persyaratan tanda khusus berupa stiker untuk identitas angkutan sewa khusus (ASK) tidak diperlukan. Sebelumnya, BPTJ yang memiliki kewenangan pemberian izin ASK di wilayah Jabodetabek memang memiliki kepentingan untuk memberikan penandaan khusus pada ASK yang sudah berizin.
Hal tersebut dimaksudkan untuk memudahkan pengawasan dan pengecekan di lapangan. Meskipun demikian, bentuk penandaan tersebut belum dirumuskan. Sejalan dengan hal itu, baru-baru ini terdapat usulan asosiasi ASK yang diputuskan melalui rapat dengan Pemerintah DKI Jakarta, Kementerian Perhubungan, dan Kepolisian Daerah Metro Jaya yang menginginkan adanya penanda dalam bentuk stiker khusus pada ASK yang sudah berizin.
BPTJ yang memiliki kewenangan pemberian izin ASK di wilayah Jabodetabek memang memiliki kepentingan untuk memberikan penandaan khusus pada ASK yang sudah berizin.
Baca juga : Ganjil Genap di DKI Jakarta Diperpanjang Mengikuti PPKM
Hal ini dibutuhkan agar ASK yang sudah berizin mendapatkan pengecualian dalam kebijakan ganjil genap selama masa pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) di wilayah DKI Jakarta.
Polana menjelaskan, munculnya putusan MA tersebut diawali ketika tahun 2018 terdapat permohonan hak uji materiil dari kalangan ASK terhadap beberapa pasal Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 108 Tahun 2017 tentang Penyelenggaran Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek.
Salah satu pasal yang dikabulkan gugatannya oleh MA adalah Pasal 27 Ayat (1) Huruf (d) yang menyebut bahwa ASK dilengkapi tanda khusus berupa stiker. Dengan dikabulkannya gugatan tersebut, pemerintah tidak diperkenankan lagi untuk memberikan penanda/identitas untuk ASK dalam bentuk stiker. Sebaliknya, putusan MA tersebut menyebut identitas penandaan ASK cukup diberikan dalam bentuk tanda nomor kendaraan bermotor yang memiliki kode khusus sesuai penetapan Kepolisian Negara RI.
Menurut Polana, tidak dimungkinkannya penandaan ASK yang berizin menggunakan stiker khusus dengan sendirinya menyebabkan kebijakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang memberikan perkecualian bagi ASK dalam implementasi ganjil genap di masa PPKM urung dilaksanakan.
”Masalah kebijakan ganjil genap di wilayah DKI Jakarta ini sepenuhnya kewenangan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Bagaimana kelanjutan dari kebijakan ganjil genap pada masa PPKM terkait pengecualian terhadap ASK, sebaiknya ditelaah lebih lanjut agar memiliki dasar hukum yang sah,” kata Polana.
Pengecualian yang diterapkan terhadap ASK awalnya memang bisa mencederai rasa keadilan masyarakat, bahkan rawan penyelewengan.
Baca juga : PPKM Level 4 dan Aktivitas Masyarakat yang Meningkat
Ketua Institut Studi Transportasi (Instran) Darmaningtyas mengatakan, keputusan BPTJ terbaru ini patut diapresiasi. Duduk persoalannya, pengecualian yang diterapkan terhadap ASK awalnya memang bisa mencederai rasa keadilan masyarakat, bahkan rawan penyelewengan.
Terhadap layanan taksi online, sejak penerbitan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 108 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek disebutkan bahwa ASK termasuk kendaraan yang dikecualikan melewati kawasan yang diterapkan kebijakan ganjil genap oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan syarat memasang stiker.
Bahkan, ketentuan pemasangan stiker tersebut semula disampaikan melalui Surat BPTJ Nomor AJ.212/1/7/BPTJ/2021 tertanggal 16 Agustus 2021 yang ditandatangani oleh Pelaksana Tugas Direktur Angkutan Saptandi Widiyanto. Surat tersebut ditujukan kepada para kepala dinas perhubungan di wilayah Jabodetabek.
Kemudian, berdasarkan surat BPTJ itu, kendaraan pribadi yang dioperasikan sebagai angkutan umum dapat melewati kawasan ganjil genap, meski pelat nomor kendaraan mereka tidak sama dengan tanggal tersebut asalkan memasang stiker ASK.
Tentunya, kata Darmanintyas, surat BPTJ ini akan disambut gembira oleh para pelaku ASK. Sebab, surat itu memberikan kelonggaran kepada mereka untuk beroperasi mengantar penumpang melewati kawasan yang diberlakukan kebijakan ganjil genap tanpa terpengaruh dengan pelat nomor kendaraan.
”Kebijakan tersebut sebetulnya bentuk inkonsisten dari para pelaku ASK sendiri lantaran ketentuan pemakaian stiker yang diatur dalam Peraturan Menhub Nomor 108 Tahun 2017 Pasal 27 (1) d tersebut telah mereka gugat ke Mahkamah Agung dan dikabulkan oleh MA melalui Putusan MA Nomor 15 P/Hum/2018 Tanggal 31 Mei 2018,” tutur Darmanintyas.
Kendaraan pribadi yang dioperasikan sebagai angkutan umum dapat melewati kawasan ganjil genap meski pelat nomor kendaraan mereka tidak sama dengan tanggal tersebut asalkan memasang stiker ASK.
Baca juga : Aturan Ganjil Genap Selama PPKM Level 4
Yang pasti, kata Darmanintyas, surat BPTJ tersebut telah melanggar Putusan MA Nomor 15 P/HUM/2018 tanggal 31 Mei 2018. Surat BPTJ itu dapat berdampak fatal dalam proses penegakan hukum karena penegakan hukum akan amat tergantung pada pertimbangan untung rugi bagi kelompok tertentu saja. Bukan untuk penegakan peraturan itu sendiri.
Menurut Darmaningtyas, Pemprov DKI juga akan kerepotan dalam mengantisipasi lonjakan pemakaian mobil pribadi di kawasan ganjil genap setiap harinya. Sebab, tentu akan terjadi penyimpangan yang dilakukan oleh masyarakat dengan memasang stiker ASK agar bisa melewati kawasan ganjil genap setiap hari.
Layak ditolak
Pengamat kebijakan publik Azas Tigor Nainggolan mengatakan, sebaiknya regulasi penanganan pandemi Covid-19 dijalankan secara kompak tanpa ada pengecualian. Sejak awal diberlakukannya kembali, kebijakan ganjil genap itu layak ditolak.
”Saya menolak dan mengusulkan agar sistem penyekatan saja yang dilanjutkan di 100 titik di Jakarta. Sistem penyekatan dan surat tanda registrasi pekerja jauh lebih ampuh mengendalikan penyebaran Covid-19. Karena itulah, sebaiknya regulasi jangan ada pengecualian. Perlu ketegasan para regulator supaya pandemi bisa segera tuntas di Indonesia,” ucap Tigor.
Menurut dia, belum saatnya melonggarkan PPKM level 4 di Jakarta. Penyekatan PPKM itu perlu dimaknai sebagai pembatasan 100 persen. Kebijakan ganjil genap dalam masa PPKM di Jakarta berarti pelonggaran 50 persen. Ini sangat berisiko terjadinya peningkatan mobilitas sebesar 50 persen.
Baca juga : Jakarta Masuk PPKM Level 3, Warga Tetap Diminta Ketat Prokes
Penurunan angka kasus positif Covid-19 di Jakarta harus dijaga. Jangan terlalu cepat dilonggarkan. Kebijakan pelonggaran PPKM di Jakarta harus dilakukan secara ketat dan hati-hati, bukan dengan pelonggaran langsung 50 persen.
Tigor mengusulkan, semua pihak semestinya sepakat bahwa PPKM level 4 di Jakarta belum saatnya dilonggarkan agar tidak terjadi lagi lonjakan kasus positif Covid-19. Sebaiknya, PPKM level 4 di Jakarta tetap dijalankan dengan sistem penyekatan dan pengawasan STRP, menjalankan protokol kesehatan dengan baik, termasuk mengawasi perkantoran dan tempat bekerja agar taat pada aturan PPKM level 4.
Pada dasarnya, sistem ganjil genap itu diterapkan untuk menekan penggunaan kendaraan pribadi, seperti mobil pribadi dan berpindah ke transportasi publik. Penerapan sistem ganjil genap ini juga berarti membuka kelonggaran mobilitas warga sebesar 50 persen di beberapa lokasi penerapan ganjil genap. Kondisi ini akan melonggarkan peningkatan kapasitas warga di transportasi publik dan perkantoran serta pusat perbelanjaan.