Agar terhindar dari penipuan dan jebakan investasi bodong, investor pemula harus mengingat konsep 2L sebelum memutuskan untuk bertransaksi atau berinvestasi, yaitu legal dan logis.
Oleh
Benediktus Krisna Yogatama
·3 menit baca
Di tengah pandemi Covid-19 yang menyebabkan kontraksi ekonomi, animo masyarakat untuk berinvestasi justru melonjak. Tabungan yang cenderung meningkat pada kalangan masyarakat berpendapatan menengah ke atas selama pandemi memberikan kesempatan kepada banyak orang untuk mencoba berinvestasi dan menjadi investor baru.
Jumlah investor di pasar modal melonjak signifikan selama pandemi. Per Juli 2021, jumlah investor mencapai 5,82 juta, meningkat 135 persen dibandingkan dengan akhir 2019 yang sebanyak 2,48 juta. Para investor pemula tersebut memburu berbagai instrumen investasi dari mulai saham, reksadana, unit link, hingga obligasi negara.
Menjamurnya investor baru ternyata juga dimanfaatkan penjahat-penjahat finansial dengan menawarkan investasi ilegal alias bodong. Akibat literasi dan pemahaman investasi yang masih rendah serta tergiur iming-iming imbal hasil yang besar, akhirnya banyak investor pemula yang terjeblos pada investasi bodong. Uang investasi mereka pun lenyap dibawa lari penjahat-penjahat finansial.
Berdasarkan data Satgas Waspada Investasi (SWI), jumlah kerugian akibat investasi bodong pada 2020 mencapai Rp 5,9 triliun, yang merupakan rekor tertinggi sejak SWI berdiri.
Sepanjang 2020, SWI telah menindak 347 investasi bodong yang terdiri dari 224 forex/futures trading, 29 entitas investasi uang, 23 usaha multilevel marketing (MLM), 11 entitas investasi kripto, 4 entitas money game, dan 56 jenis entitas lainnya.
Berbeda dengan masyarakat bawah yang hidupnya makin sulit selama pandemi, kalangan menengah atas justru menikmati surplus tabungan. Pendapatan kalangan menengah atas sebenarnya juga turun selama pandemi, tetapi pengeluaran mereka lebih jauh berkurang, mengingat alokasi dana untuk wisata dan hiburan turun drastis. Fenomena inilah yang menyebabkan tabungan mereka meningkat selama pandemi.
Hal itu salah satunya tecermin dari meningkatnya total tabungan pada rekening dengan nominal simpanan di atas Rp 5 miliar, yang umumnya dimiliki kalangan atas dan kaya. Berdasarkan data Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), total tabungan pada kelompok rekening tersebut bertambah Rp 418 triliun selama periode Maret 2020-Juni 2021, yang merupakan periode pandemi.
Tak semua investor pemula tertarik menanamkan uangnya di instrumen-instrumen investasi yang legal. Salah satunya karena imbal hasil yang ditawarkan tidak terlalu menarik. Suku bunga deposito, misalnya, kini hanya berkisar 2-3 persen per tahun. Tren penurunan suku bunga yang terjadi selama pandemi membuat imbal hasil berbagai instrumen investasi legal juga turun.
Imbal hasil dari investasi properti juga belum memberikan imbal hasil yang memuaskan. Data survei dari Indonesia Property Watch, sepanjang 2020, harga rumah terkontraksi rata-rata 2,85 persen.
Kondisi ini pun tak disia-siakan oleh para pelaku investasi bodong untuk meraup keuntungan. Berbagai macam entitas investasi bodong mengiming-imingi imbal hasil yang sangat tinggi dan tak masuk akal, yakni 30-50 persen per tahun. Sebagian besar dari mereka menjanjikan calon investor hanya cukup duduk santai di rumah dan membiarkan robot dari sistem pemrograman mereka yang bekerja untuk menghasilkan uang. Penawaran semacam ini biasanya beredar di berbagai grup aplikasi percakapan, media sosial, hingga via pesan singkat.
Untuk meyakinkan calon investor atau masyarakat, berbagai modus mereka jalankan. Mulai dari memasang di situsnya gambar surat izin palsu seakan-akan mereka resmi dan berizin. Tak sedikit dari mereka juga yang mencatut nama perusahaan investasi yang resmi dan terdaftar supaya seakan-akan mereka anak usaha atau berafiliasi dari perusahaan resmi. Ini semua dilakukan entitas investasi ilegal untuk meyakinkan calon investor yang jika tidak teliti dan hati-hati bisa terjerumus dalam jebakan mereka.
Legal dan logis
Agar terhindar dari penipuan dan jebakan investasi bodong, investor pemula harus mengingat konsep 2L sebelum memutuskan untuk bertransaksi atau berinvestasi, yaitu legal dan logis.
Sebelum memutuskan berinvestasi, calon investor harus mengecek legalitas dari entitas usaha itu, apakah legal, resmi, dan terdaftar. Selain mengecek legalitas, calon investor juga harus berpikir logis terhadap imbal hasil yang ditawarkan entitas investasi bodong.
Tawaran imbal hasil yang terlalu besar bisa dipastikan tidak logis atau tidak masuk akal karena terlalu indah menjadi kenyataan.
Jadi, berhati-hatilah. Jangan sampai investasi bodong juga merebak menjadi pandemi.