Masih ada problem akses dan distribusi vaksin yang mempersulit perusahaan memvaksin pekerjanya. Apabila tak diselesaikan, masalah ini bisa mengganggu rantai pasok industri.
Oleh
Agnes Theodora
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Uji coba pelonggaran aktivitas industri dimulai di tengah cakupan vaksinasi Covid-19 bagi pekerja atau buruh yang belum maksimal. Agar pekerja dan keluarganya terlindungi, vaksinasi harus digencarkan. Skema vaksinasi gotong royong bagi perusahaan yang serapannya rendah perlu dievaluasi.
Berdasarkan data Kementerian Perindustrian, per Rabu (18/8/2021), dari total 448.505 pekerja yang akan mengikuti uji coba pelonggaran aktivitas industri, baru 14,79 persen atau 66.342 orang yang sudah mendapat vaksin dosis pertama dan kedua. Sementara jumlah pekerja yang sudah mendapat dosis pertama dan sedang menunggu dosis kedua tercatat sebanyak 310.760 orang atau 69,28 persen.
Uji coba pelonggaran aktivitas bagi perusahaan yang berorientasi ekspor dan domestik berlangsung pada 17-23 Agustus 2021 di enam provinsi, yaitu Jawa Barat (132 perusahaan), Jawa Timur (44 perusahaan), Banten (34 perusahaan), DKI Jakarta (27 perusahaan), Jawa Tengah (25 perusahaan), dan DI Yogyakarta (6 perusahaan). Selama uji coba itu, perusahaan dapat beroperasi dengan tenaga kerja 100 persen yang dibagi dalam minimal dua sif kerja.
Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia Timboel Siregar, Rabu, mengatakan, potensi penularan Covid-19 di lingkungan industri atau pabrik sebenarnya lebih tinggi dibandingkan dengan pusat perbelanjaan atau mal, yang saat ini diwajibkan memenuhi syarat vaksinasi bagi pengunjung ataupun pekerja.
”Di pabrik, pekerja saling mengenal satu sama lain, makan bersama, beristirahat bersama, merokok bersama. Interaksi lebih dekat dan potensi penularan lebih tinggi. Dari pabrik, mereka pulang ke rumah dan bisa menularkan ke keluarga. Inilah mengapa pabrik beberapa kali menjadi kluster penularan,” kata Timboel.
Berdasarkan data Kementerian Perindustrian, per Rabu (18/8/2021), dari total 448.505 pekerja yang akan mengikuti uji coba pelonggaran aktivitas industri, baru 14,79 persen atau 66.342 orang yang sudah mendapat vaksin dosis pertama dan kedua.
Oleh karena itu, imbuh Timboel, jika pemerintah ingin membuka aktivitas industri sebagai penopang ekonomi, vaksinasi kepada semua pekerja harus menjadi syarat utama disertai pengawasan protokol kesehatan yang jauh lebih ketat.
Saat ini, vaksinasi di kalangan pekerja masih rendah karena mengikuti skema vaksinasi gotong royong (VGR) oleh Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia yang harganya dinilai mahal. Pada saat yang sama, akses vaksinasi gratis dari pemerintah juga belum merata. Masih ada ketimpangan antardaerah yang mempersulit buruh mencari vaksin gratis jika perusahaannya tidak membeli vaksin dari Kadin.
”Harga VGR perlu diturunkan supaya lebih banyak perusahaan membeli vaksin bagi pekerja dan keluarganya. Faktanya, dengan harga sekarang, serapan vaksinasi tidak mungkin cepat,” ujar Timboel.
Gratiskan vaksin
Opsi lain adalah menggratiskan vaksin bagi buruh industri, khususnya industri kecil-menengah (IKM) yang tidak mampu membeli vaksin. ”Buruh pabrik seharusnya masuk dalam kelompok rentan karena mereka mau tidak mau harus bekerja di luar,” kata Timboel.
Menurut Ketua Umum Perkumpulan Industri Kecil-Menengah Komponen Otomotif (Pikko) Rosalina Faried, IKM sulit mengakses VGR dan akhirnya bergantung pada vaksinasi program pemerintah. Sejauh ini, 95 persen pekerja pada anggota Pikko sudah untuk dosis pertama. Pekerja mencari sendiri titik vaksinasi pemerintah yang dekat dengan lingkungan pabrik atau kediaman mereka.
Masih ada ketimpangan antardaerah yang mempersulit buruh mencari vaksin gratis jika perusahaannya tidak membeli vaksin dari Kadin.
Rosalina menambahkan, lantaran vaksinasi adalah tanggung jawab pemerintah, buruh seharusnya dapat mengakses vaksinasi gratis. Ia menilai, penurunan harga VGR tidak akan berpengaruh banyak. ”Perusahaan ini lagi sakit semua. Kalaupun harga VGR diturunkan, IKM pasti banyak yang menolak,” kata Rosalina.
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani mengatakan, vaksinasi bagi pekerja akan dipercepat melalui skema VGR. Sosialisasi dan distribusi didorong ke perusahaan-perusahaan di daerah yang sulit mengakses vaksinasi gratis pemerintah. ”Kami arahkan supaya mereka membeli vaksin gotong royong,” ujarnya.
Tak hanya itu, perusahaan besar juga didorong agar selain membeli vaksin bagi karyawannya sendiri, juga membeli vaksin untuk masyarakat sekitar serta untuk IKM yang tergabung dalam rantai pasoknya. Hal tersebut dibahas oleh Apindo, Kadin, Menteri Kesehatan, serta Menteri Perdagangan dalam pertemuan tertutup pada Rabu sore.
Rantai pasok terganggu
Sekretaris Jenderal Asosiasi Serat dan Benang Filament Indonesia Redma Gita Wirawasta mengatakan, pelonggaran industri seharusnya memang berdasarkan tingkat vaksinasi karyawan perusahaan. Untuk sektor tekstil hulu, 95 persen karyawan sudah mendapat vaksin dosis pertama dan 70 persen sudah disuntik dosis kedua. ”Kami sedang bersiap memvaksin keluarga karyawan dan masyarakat yang ada di sekitar pabrik,” katanya.
Redma membenarkan, masih ada problem akses dan distribusi vaksin yang mempersulit perusahaan memvaksin pekerjanya. VGR dianggap terlalu mahal dan hanya bisa diakses perusahaan besar yang mampu. ”Ini menjadi masalah besar karena industri ini, kan, saling terkoneksi. Kalau satu saja macet, seluruh rantai pasokan jadi terganggu,” ujarnya.
Meski demikian, menurut dia, harga vaksin gotong royong merek Sinopharm sebesar Rp 879.140 itu sudah wajar untuk perusahaan besar. ”Untuk perusahaan kecil yang tidak mampu, solusinya harus ada vaksinasi gratis dari pemerintah,” kata Redma.
Vaksinasi bagi pekerja akan dipercepat melalui skema VGR. Sosialisasi dan distribusi didorong ke perusahaan-perusahaan di daerah yang sulit mengakses vaksinasi gratis pemerintah.
Sementara itu, Direktur Jenderal Ketahanan, Perwilayahan, dan Akses Industri Internasional Kementerian Perindustrian Eko SA Cahyanto mengatakan, pelonggaran sepekan ini masih berupa uji coba. Hanya segelintir perusahaan yang boleh beroperasi penuh. Proses pemilihannya pun melalui kurasi dan pengecekan protokol kesehatan di lapangan.
”(Pertimbangan) nomor satu protokol kesehatan, kalau vaksinasi ini sambil berjalan. Kita tidak bisa menunggu semua divaksinasi. Namanya juga uji coba. Kita justru ingin mendapat gambaran kalau dibuka akan seperti apa,” katanya.