Ekstensifikasi dan Reformasi Sistem Perpajakan Diharapkan Bisa Dongkrak Penerimaan Pajak
Optimalisasi penerimaan pajak tanpa mengganggu pemulihan ekonomi akan menjadi tantangan tersendiri pada tahun 2022. Kementerian Keuangan telah menyiapkan kebijakan perluasan basis pemajakan.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Optimalisasi penerimaan pajak tahun depan masih terhalang oleh stimulus fiskal berupa pemangkasan pajak. Ekstensifikasi dan reformasi sistem perpajakan diharapkan bisa mendongkrak penerimaan pajak. Pada tahun 2022, pemerintah menargetkan penerimaan pajak sebesar Rp 1.506,9 triliun.
Optimisme pemerintah dalam mengerek pertumbuhan penerimaan pajak tahun depan harus dihadapkan dengan proses pemulihan ekonomi yang masih menantang. Sama seperti tahun ini, tahun depan optimalisasi penerimaan pajak masih terhalang oleh stimulus fiskal berupa pemangkasan tarif pajak.
Berdasarkan Rancangan Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2022 beserta Nota Keuangannya, penerimaan perpajakan tahun depan dipatok sebesar Rp 1.506,9 triliun. Angka ini terdiri dari penerimaan pajak sebesar Rp 1.262,9 triliun serta kepabeanan dan cukai sebesar Rp 244 triliun.
Sementara tahun ini, pemerintah sudah lebih dari dua kali memangkas proyeksi penerimaan pajak. Berdasarkan APBN 2021, target penerimaan pajak pada tahun ini mencapai Rp 1.229,6 triliun. Lalu pada pertengahan Juli 2021, otoritas fiskal memangkas proyeksi penerimaan pajak hingga akhir tahun senilai Rp 1.176,3 triliun. Terakhir, dalam nota keuangan RAPBN 2022, proyeksi penerimaan pajak 2021 kembali menurun menjadi Rp 1.142,5 triliun.
Sama seperti tahun ini, tahun depan optimalisasi penerimaan pajak masih terhalang oleh stimulus fiskal berupa pemangkasan tarif pajak.
Pengamat pajak dari Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), Fajry Akbar, menilai, upaya optimalisasi penerimaan pajak tanpa mengganggu pemulihan ekonomi akan menjadi tantangan tersendiri pada tahun 2022. ”Terlebih lagi, tahun depan aktivitas dunia usaha belum sepenuhnya pulih (dari pandemi). Apalagi, adanya kebijakan penurunan tarif PPh badan tahun depan menjadi 20 persen dari yang berlaku saat ini sebesar 22 persen,” ujarnya saat dihubungi, Kamis (19/8/2021).
Menurut Fajry, kontribusi PPh badan terhadap penerimaan pajak menjadi salah satu jenis komponen pajak yang terbesar. Untuk mengompensasi penurunan tarif PPh badan terhadap target penerimaan pajak tahun depan, pemerintah tetap perlu menjalankan ektensifikasi pajak.
Ia pun mengingatkan agar optimalisasi perluasan basis pajak yang akan dikejar pemerintah tahun depan sebaiknya dilakukan pada sektor yang benar-benar sudah pulih. Optimalisasi perlu dilakukan ke wajib pajak yang tidak atau paling sedikit terdampak pandemi agar tidak mengorbankan tingkat kepatuhan wajib pajak yang selama ini telah patuh.
Fajry menilai, tantangan penerimaan pajak tahun depan tidak akan jauh berbeda dengan yang tengah pemerintah hadapi tahun ini. Kinerja penerimaan pajak negara tahun ini sebenarnya telah membaik pada triwulan II-2021. Sayangnya, memasuki Juli 2021 terjadi ledakan varian Delta sehingga aktivitas ekonomi berkurang karena kebijakan pembatasan aktivitas.
Optimalisasi perlu dilakukan ke wajib pajak yang tidak atau paling sedikit terdampak pandemi agar tidak mengorbankan tingkat kepatuhan wajib pajak yang selama ini telah patuh.
”Hal ini akan memukul setoran pajak pada triwulan III-2021. Selain itu, kondisi penuh tekanan juga membuat penerimaan pajak tidak akan lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi yang diasumsikan mencapai 4,9 persen pada 2021,” ujarnya.
Dikutip dari dokumen nota keuangan RAPBN 2022, untuk mencapai target penerimaan pajak tahun depan, Kementerian Keuangan telah menyiapkan kebijakan perluasan basis pemajakan, antara lain meningkatkan kepatuhan sukarela wajib pajak melalui kegiatan edukasi dan peningkatan pelayanan.
Peningkatan ekstensifikasi dan pengawasan berbasis kewilayahan juga akan dilakukan sehingga jangkauan kepada wajib pajak semakin luas. Di samping itu, Direktorat Jenderal Pajak akan memperluas kanal pembayaran pajak untuk memudahkan wajib pajak mengakses satu aplikasi yang dapat melakukan pembayaran berbagai jenis pajak sekaligus.
Direktorat Jenderal Pajak juga akan melanjutkan reformasi perpajakan yang meliputi pilar-pilar organisasi, sumber daya manusia, proses bisnis, data dan teknologi informasi, serta regulasi yang salah satunya melalui pengembangan core sistem perpajakan.
Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo mengatakan, pemerintah tetap berkomitmen untuk melakukan berbagai upaya guna meningkatkan penerimaan pajak. Salah satu strategi yang tengah disiapkan pemerintah adalah dengan melakukan reformasi perpajakan. Otoritas pajak akan adaptif terhadap perkembangan teknologi untuk meminimalkan celah pelanggaran yang berisiko menggerus potensi penerimaan pajak, termasuk dari sisi teknologi informasi.
”Reformasi perpajakan mencakup banyak aspek, termasuk teknologi informasi dan pembenahan sistem administrasi perpajakan. Penggalian potensi pajak ke depan berbasis pada data digital.” kata Suryo.