Pemerintah Proyeksikan Defisit Anggaran 2022 Rp 868 Triliun
Target defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022 ditetapkan sebesar Rp 868 triliun setara dengan 4,85 persen terhadap PDB.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah menetapkan target defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2022 sebesar Rp 868 triliun. Defisit anggaran tahun depan akan dibiayai dengan memanfaatkan sumber-sumber pembiayaan yang aman dan dikelola secara hati-hati
Hal tersebut disampaikan Presiden Joko Widodo dalam Rangka Penyampaian RUU tentang APBN Tahun Anggaran 2022 di Gedung DPR, Senin (16/8/2021). Target defisit anggaran tersebut setara dengan 4,85 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).
Presiden mengatakan, rencana defisit tahun 2022 memiliki arti penting sebagai langkah untuk mencapai konsolidasi fiskal, mengingat tahun 2023 defisit anggaran diharapkan dapat kembali ke level paling tinggi 3 persen terhadap PDB.
Rencana defisit tahun 2022 memiliki arti penting sebagai langkah untuk mencapai konsolidasi fiskal, mengingat tahun 2023 defisit anggaran diharapkan dapat kembali ke level paling tinggi 3 persen terhadap PDB. (Presiden Joko Widodo)
”Defisit anggaran tahun 2022 akan dibiayai dengan memanfaatkan sumber-sumber pembiayaan yang aman dan dikelola secara hati-hati. Komitmen untuk menjaga keberlanjutan fiskal dilakukan agar tingkat utang dalam batas yang terkendali,” kata Presiden.
Presiden Joko Widodo mengatakan, dalam RAPBN 2022, pemerintah merencanakan belanja negara Rp 2.708,7 triliun. Hal tersebut meliputi belanja pemerintah pusat Rp 1.938,3 triliun serta transfer ke daerah dan dana desa Rp 770,4 triliun.
Dari jumlah tersebut, dana untuk kesehatan diperkirakan Rp 255,3 triliun atau 9,4 persen dari belanja negara. Presiden menjelaskan bahwa alokasi tersebut akan diarahkan untuk melanjutkan penanganan pandemi, reformasi sistem kesehatan, percepatan penurunan stunting, dan kesinambungan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Sementara itu, penerimaan negara tahun depan ditargetkan Rp 1.840,7 triliun. Secara rinci, angka tersebut terdiri dari penerimaan perpajakan Rp 1.506,9 triliun dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) Rp 333,2 triliun.
”Mobilisasi pendapatan negara dilakukan dalam bentuk optimalisasi penerimaan pajak maupun reformasi pengelolaan PNBP,” ujar Presiden.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, melalui akselerasi pemulihan ekonomi, reformasi struktural, dan reformasi fiskal diharapkan kebijakan fiskal tahun 2022 akan efektif, prudent, dan bersifat berkelanjutan.
Menurut Sri Mulyani, defisit APBN pada 2022 masih akan di atas 3 persen karena belanja negara diperkirakan masih akan tinggi di kisaran 14,69-15,3 persen terhadap PDB. Sementara penerimaan negara berkisar 10,18-10,44 persen terhadap PDB.
”Keseimbangan primer tahun depan antara negatif 2,31 persen dan negatif 2,65 persen dari PDB. Kemudian tingkat rasio utang pemerintah berada di level 43,76-44,28 persen terhadap PDB,” kata Sri Mulyani.
Sri Mulyani mengatakan, pemerintah berkomitmen untuk menghadirkan pengelolaan fiskal yang sehat dan efektif sehingga dapat menopang pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan berkeadilan.
”Di tengah kondisi pemulihan ini, kita harus tetap optimistis dan tidak boleh menyerah. Kita tetap harus berkomitmen untuk menghadirkan pengelolaan fiskal yang sehat dan efektif sehingga dapat menopang pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan berkeadilan,” ujar Sri Mulyani.
Sementara itu, Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto mengatakan, pemerintah memang membutuhkan transisi untuk mengembalikan defisit di bawah 3 persen. Namun, jika tahun depan target defisit APBN masih ada di atas 4 persen, target defisit anggaran maksimal 3 persen pada tahun 2023 akan sulit tercapai.
”Dengan target defisit APBN 4,85 persen pada 2022, maka target defisit APBN di bawah 3 persen pada 2023 sulit tercapai karena asumsi aktivitas bisnis dan ekonomi pun baru mulai pulih triwulan IV-2021,” katanya.
”Ekonomi kembali terhambat dan mau tidak mau APBN harus menjadi andalan. Jadi, bagaimana membuat transisi mulus, seharusnya sudah mulai dilakukan di 2022 dengan defisit anggaran di bawah 4 persen PDB,” kata Eko.