Kenaikan Produksi dan Penjualan Dorong Laba Pertamina
Setelah merugi sepanjang semester I-2020, PT Pertamina (Persero) membalikkan keadaan dengan mencatatkan laba selama paruh pertama tahun ini.
Oleh
M Paschalia Judith J
·4 menit baca
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO
Pengojek daring mengantre mengisi BBM di SPBU Abdul Muis, Jakarta Pusat, Selasa (14/4/2020).
JAKARTA, KOMPAS — Setelah merugi sepanjang semester I-2020, PT Pertamina (Persero) membalikkan keadaan dengan mencatatkan laba selama paruh pertama tahun ini. Laba perseroan itu berasal dari tercapainya target produksi di hulu minyak dan gas bumi serta peningkatan penjualan di sisi hilir.
Sepanjang semester I-2021, Pertamina mencatatkan laba 183 juta dollar AS, sedangkan pada periode sama tahun sebelumnya perusahaan merugi 768 juta dollar AS. Perolehan laba itu salah satunya berasal dari pendapatan yang mencapai 25,09 miliar dollar AS atau naik dari posisi semester I-2020 yang sebesar 20,48 miliar dollar AS.
Di sisi hulu, tercapainya pendapatan dan laba di atas target menopang kinerja keuangan. Produksi hulu migas mencapai target 850.000 barel setara minyak per hari (BOEPD). Adapun di sisi hilir, pemulihan permintaan bahan bakar minyak (BBM) menjadi penyokong. Per Juni 2021, rata-rata permintaan BBM 126.000 kiloliter per hari atau lebih tinggi 8 persen dibandingkan posisi pada Juni 2020. Meskipun demikian, angka tersebut lebih rendah 6 persen dibandingkan permintaan normal pada 2019.
Selain itu, Pjs Senior Vice President Corporate Communications and Investor Relations Pertamina Fajriyah Usman menyatakan, fluktuasi harga minyak mentah berpengaruh pada kinerja perusahaan. ”Indonesia crude price (ICP) meningkat hampir 2 kali lipat dari 36,5 dollar AS per barel pada Juni 2020 menjadi 70,06 dollar AS per barrel pada Juni 2021,” katanya melalui siaran pers yang diterima, Senin (16/8/2021).
KOMPAS/LASTI KURNIA
Mobil tangki yang membawa stok BBM sedang mengisi persediaan BBM ke tempat penyimpanan BBM di SPBU Coco Pertamina di Fatmawati, Jakarta, Selasa (14/1/2020).
Dia melanjutkan, tingginya harga minyak mentah tersebut menekan beban pokok produksi BBM secara signifikan. Di tengah situasi itu, Pertamina tidak menaikkan harga BBM karena daya beli masyarakat masih menurun akibat pandemi Covid-19. Hal ini berimbas pada pendapatan dan laba dari sektor hilir Pertamina.
Ke depannya, dia memaparkan, Pertamina akan menjalankan sejumlah strategi untuk mendongkrak pendapatan, salah satunya peningkatan monetisasi gas serta produksi dan produksi siap jual (lifting) migas di wilayah kerja, termasuk mempercepat rencana aktivitas yang masif dan agresif di Blok Rokan, Riau.
Untuk mengefisiensikan kinerja, Pertamina akan mereformasi pola operasi rantai pasok minyak mentah, BBM, dan elpiji serta fleksibilitas pengadaan minyak mentah untuk meningkatkan gross refining margin. Selain itu, ada juga perawatan preventif di seluruh kilang Pertamina.
Sementara itu, tingkat komponen dalam negeri (TKDN) Pertamina mencapai lebih dari 57 persen dalam menjalankan kegiatan operasi dari hulu ke hilir dan pembangunan sejumlah proyek strategis nasional. Jumlah tenaga kerja langsung Pertamina mencapai 1,2 juta orang dan tenaga kerja tak langsug 20 juta orang.
Wakil Ketua Komisi VII DPR Eddy Soeparno berpendapat, kinerja Pertamina pada paruh pertama 2021 didorong adanya pemulihan dan peningkatan aktivitas sektor migas serta kenaikan harga minyak mentah. ”Pendapatan Pertamina tentu naik signifikan karena pada periode sama tahun sebelumnya terdapat tren penurunan harga minyak mentah yang bahkan sempat bernilai negatif akibat stok yang melimpah ruah, tetapi tak ada pembelinya,” katanya saat dihubungi, Senin (16/8/2021).
Menurut Direktur Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro, sektor hilir berpotensi berkontribusi lebih besar dalam laba Pertamina. Sayangnya, kontribusi itu terhadang pembayaran dari pemerintah dalam penyaluran BBM khusus penugasan.
Pengelolaan utang
Di sisi lain, Eddy menyoroti kenaikan pinjaman jangka pendek dan utang obligasi. Dia berharap, Pertamina dapat mengelola utang secara pruden serta mengedepan utang produktif. Tingkat pengembalian utang juga mesti bisa terjamin dari proyek ataupun lini usaha Pertamina.
Kompas/Heru Sri Kumoro
Suasana SPBU di tempat peristirahan Tol Cipali Kilometer 166, Majalengka, Jawa Barat.
Laporan keuangan Pertamina menunjukkan, pinjaman jangka pendek Pertamina per Juni 2021 berada di posisi 1,01 miliar dollar AS, melonjak dibandingkan akhir Desember 2020 yang sebesar 133,91 juta dollar AS. Utang obligasi juga naik dari 388,07 juta dollar AS menjadi 1,17 miliar dollar AS.
Oleh sebab itu, Eddy mengatakan, Komisi VII DPR ingin mendalami struktur, persyaratan, beban pinjaman, dan beban bunga utang tersebut. ”Kami mengetahui Pertamina memiliki kapasitas yang memadai untuk berkembang sebagai perusahaan migas Indonesia. Beban keuangan perseroan harus setara dengan kegiatan Pertamina di masa mendatang,” katanya.
Komaidi berpendapat, Pertamina menggunakan utang tersebut untuk operasional dan pengadaan jangka pendek sepanjang semester I-2021. Contohnya, untuk mengadakan BBM khusus penugasan.
Dia menambahkan, utang jangka pendek Pertamina mestinya tidak naik signifikan apabila ada jaminan komitmen pembayaran piutang terhadap badan usaha milik negara ataupun instansi negara. ”Piutang ini terkadang diberikan tanpa bunga, hanya pokok. Di sisi lain, Pertamina berutang secara komersial,” ujarnya.