Presiden Jokowi Targetkan Ekonomi Tumbuh 5,5 Persen di Tahun 2022
Ketidakpastian ekonomi akibat pandemi Covid-19 diperkirakan masih berlangsung hingga tahun 2022. Meski begitu, Presiden Joko Widodo memasang target tinggi, pertumbuhan ekonomi hingga 5,5 persen pada tahun 2022.
Oleh
Nina Susilo
·5 menit baca
JAKATA, KOMPAS — Kendati dihadapkan pada ketidakpastian di tahun 2022, pemerintah masih menargetkan pertumbuhan ekonomi dalam kisaran 5 persen hingga 5,5 persen. Pemerintah menjanjikan terus mengupayakan pemulihan ekonomi dan kesejahteraan sosial.
Presiden Joko Widodo dalam penyampaian Rancangan Undang-Undang APBN tahun 2022 di hadapan rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Senin (16/8/2021), menyebutkan, asumsi indikator ekonomi makro yang dipergunakan di tahun 2022. Hadir pula dalam acara yang digelar secara daring dan luring ini, antara lain, Presiden Megawati Soekarnoputri (2001-2004), Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (2004-2014), Wakil Presiden Hamzah Haz (2001-2004), Wapres Jusuf Kalla (2004-2009) dan 2014-2019), serta Wapres Boediono (2009-2014).
Pertumbuhan ekonomi 2022 diperkirakan berada di kisaran 5,0 persen sampai 5,5 persen. ”Kami akan berusaha maksimal mencapai target pertumbuhan di batas atas, yaitu 5,5 persen. Namun, harus tetap waspada karena perkembangan Covid-19 masih sangat dinamis,” tutur Presiden.
Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 5,5 persen, Presiden menjanjikan untuk menggunakan seluruh sumber daya, analisis ilmiah, dan pandangan ahli untuk terus mengendalikan Pandemi Covid-19.
Pertumbuhan ekonomi ini juga diyakini bisa dicapai dengan pertumbuhan investasi dan ekspor sebagai dampak reformasi struktural. Namun diakui, tetap diperlukan kewaspadaan karena masih ada ketidakpastian global dan domestik yang berisiko menekan pertumbuhan ekonomi.
Asumsi lainnya adalah inflasi yang akan dijaga di angka 3 persen. Adapun rupiah diperkirakan bergerak pada kisaran Rp 14.350 per dollar AS dan suku bunga Surat Utang Negara 10 tahun diperkirakan 6,82 persen. Hal ini akan mencerminkan fundamental ekonomi Indonesia dan pengaruh dinamika global.
Harga minyak mentah Indonesia (ICP) diperkirakan sekitar 63 dollar ASper barel. Lifting minyak dan gas bumi diperkirakan masing-masing mencapai 703.000 barel dan 1.036.000 barel setara minyak per hari.
Kendati masih ada ketidakpastian yang tinggi di 2022 dan tantangan global seperti perubahan iklim, peningkatan dinamika geopolitik, serta pemulihan ekonomi global yang tidak merata, optimisme tetap ada. APBN diyakini mampu berperan sentral dalam melindungi keselamatan masyarakat sekaligus menjadi motor pengungkit pemulihan ekonomi.
”Sejak awal pandemi, kita telah menggunakan APBN sebagai perangkat kontra-siklus atau countercyclical, mengatur keseimbangan rem dan gas, mengendalikan penyebaran Covid-19, melindungi masyarakat rentan, dan sekaligus mendorong kelangsungan dunia usaha. Strategi ini membuahkan hasil,” tambah Presiden.
Pertumbuhan ekonomi yang sempat terkontraksi di masa pandemi mulai bergerak positif di 2021. Pertumbuhan ekonomi di triwulan pertama 2021 0,74 persen dan di triwulan kedua mencapai 7,07 persen yoy. Tingkat inflasi di triwulan kedua ini juga dinilai terkendali di angka 1,52 persen (yoy).
Capaian ini harus terus dijaga momentumnya. Reformasi struktural harus terus diperkuat. UU Cipta Kerja, Lembaga Pengelola Investasi, dan Sistem OSS Berbasis Risiko adalah lompatan kemajuan yang dampaknya bukan hanya pada peningkatan produktivitas, daya saing investasi dan ekspor, tapi juga pada penciptaan lapangan kerja yang berkualitas dan pemulihan ekonomi yang berkelanjutan,” tutur Presiden.
Kebijakan fiskal tahun 2022 mengusung tema ”Pemulihan Ekonomi dan Reformasi Struktural”. Reformasi struktural sebagai perbaikan fondasi ekonomi dilakukan melalui reformasi regulasi dan birokrasi serta dukungan sektoral yang mendorong pertumbuhan.
Konsolidasi fiskal tahun 2022 akan lebih fokus untuk mendukung pelaksanaan reformasi struktural, terutama akselerasi pembangunan SDM, melalui reformasi bidang kesehatan, perlindungan sosial, dan pendidikan.
Kebijakan fiskal juga dijanjikan antisipatif dan responsif dengan tetap menjaga keseimbangan antara kemampuan countercyclical dengan upaya pengendalian risiko. Dengan demikian, keberlanjutan fiskal jangka panjang tetap dapat dijaga.
”Konsolidasi fiskal tahun 2022 akan lebih fokus untuk mendukung pelaksanaan reformasi struktural, terutama akselerasi pembangunan SDM, melalui reformasi bidang kesehatan, perlindungan sosial, dan pendidikan,” tutur Presiden.
Konsolidasi dan reformasi fiskal akan terus dilakukan secara menyeluruh, bertahap, dan terukur. Penerimaan negara dioptimalkan, belanja negara diperkuat secara berkualitas (spending better). Pembiayaan juga akan dikelola secara lebih hati-hati.
Optimalisasi pendapatan ditempuh dengan menggali potensi, memperluas basis perpajakan, meningkatkan kepatuhan wajib pajak, dan mengoptimalkan pengelolaan aset serta inovasi layanan. Rasio perpajakan diperbaiki untuk penguatan ruang fiskal dengan tetap melindungi kepentingan rakyat kecil.
Belanja berkualitas dilakukan melalui pengendalian belanja agar lebih efisien, lebih produktif, dan menghasilkan manfaat berganda (multiplier effect) yang kuat terhadap perekonomian serta efektif untuk mendukung program prioritas dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Adapun pembiayaan yang lebih fleksibel dan hati-hati akan dilakukan melalui Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) yang lebih terintegrasi dalam pembiayaan infrastruktur, penguatan peran Lembaga Pengelola Investasi, serta pendalaman pasar obligasi negara.
Selain itu, lanjut Presiden, kebijakan fiskal tahun 2022 juga diarahkan untuk memberikan fondasi yang kokoh untuk konsolidasi fiskal menuju ke defisit maksimal 3 persen terhadap produk domestik bruto pada tahun 2023.
Adapun di tahun 2022, pemerintah merencanakan defisit anggaran 4,85 persen terhadap PDB atau Rp 868 triliun.
Sementara itu, dalam pidato pembukaan sidang paripurna, Ketua DPR Puan Maharani juga mengingatkan ketidakpastian yang diperkirakan masih terjadi di 2022. Optimisme memang ada seperti diproyeksikan IMF dalam Forum Ekonomi Dunia Juli 2021 bahwa ada pertumbuhan ekonomi global 4,9 persen di 2022. Namun, hal ini sangat bergantung pada keberhasilan dunia mengendalikan wabah dan mempercepat vaksinasi.
WHO juga memperkirakan pandemi Covid-19 belum akan berakhir tahun depan, setidaknya hingga pertengahan 2022. ”Ini akan menjadi tantangan dalam pemulihan sosial dan ekonomi kita di 2022. Risiko dan ketidakpastian masih akan tinggi di 2022,” tutur Puan.
Oleh karena itu, kapasitas dan ketahanan APBN 2022 diharap telah mengantisipasi ketidakpastian yang diakibatkan pandemi Covid-19. Kebijakan fiskal pun diharap diprioritaskan pada penanganan sektor kesehatan sebagai kunci keberhasilan pemulihan ekonomi, memperkuat daya beli masyarakat serta memulihkan UMKM dan dunia usaha.