Pasar Ponsel Pintar di Indonesia Masih Tumbuh di Tengah Pandemi
Pasar ponsel pintar di Indonesia masih tumbuh meskipun diperkirakan terjadi penyesuaian perilaku konsumen yang cenderung membeli gawai dengan harga lebih rendah karena pengaruh ketidakpastian ekonomi.
Oleh
Mediana
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pasar ponsel pintar di Indonesia tetap bertumbuh di tengah pandemi Covid-19. Ini dipengaruhi oleh adanya pembatasan sosial yang mengakibatkan kebutuhan beraktivitas dengan internet menggunakan ponsel pintar meninggi.
Laporan riset konsultan teknologi International Data Corporation (IDC) yang baru-baru ini dirilis menunjukkan, pengiriman ponsel pintar di Indonesia pada triwulan II-2021 tumbuh 49 persen dibandingkan pada triwulan II-2020 dan tumbuh 10 persen dibandingkan pada triwulan II-2019. Yang dimaksud dengan ”pengiriman” oleh IDC ialah penjualan (sell-in) ke semua kanal penjualan. Secara jumlah, IDC menyebut total pengiriman pada triwulan II-2021 mencapai 10,6 juta unit.
Rata-rata harga jual rata-rata produk (average selling price/ASP) di beberapa saluran distribusi turun dari 178 dollar AS (sekitar Rp 2,55 juta) menjadi 172 dollar AS (Rp 2,47 juta) per unit.
Produsen ponsel pintar terus menghadirkan gawai berteknologi akses seluler 5G seiring dengan peluncuran komersial layanan telekomunikasi seluler 5G. Penjualan ponsel pintar berteknologi akses seluler 5G pada triwulan II-2021 meningkat dua kali lipat dibandingkan pada triwulan sebelumnya, atau lebih dari 500.000 unit. ASP ponsel pintar 5G pada triwulan II-2021 turun 30 persen dibandingkan pada triwulan sebelumnya atau menjadi 575 dollar AS (sekitar Rp 8,26 juta) per unit.
Penjualan ponsel pintar tetap tumbuh. Ini dikarenakan ponsel pintar telah jadi kebutuhan. Ponsel pintar digunakan tidak hanya untuk komunikasi dan hiburan, tetapi juga berbagai kegiatan lain, termasuk belajar di rumah dan pembayaran digital.
Senior Research Manager Client Devices International Data Corporation (IDC) Asia Pasifik Kiranjeet Kaur, Jumat (13/8/2021), di Jakarta, mengatakan, selama setahun terakhir, meski pandemi Covid-19 telah memengaruhi semua negara, penjualan ponsel pintar tetap tumbuh.
Ini dikarenakan ponsel pintar telah jadi kebutuhan. Ponsel pintar digunakan tidak hanya untuk komunikasi dan hiburan, tetapi juga berbagai kegiatan lain, termasuk belajar di rumah dan pembayaran digital.
”Dibandingkan dengan tahun-tahun sebelum penerapan peraturan nomor unik untuk mengidentifikasi setiap perangkat seluler atau IMEI, kini penjualan ponsel pintar meningkat karena produsen membawa lebih banyak penjualan resmi ke dalam negeri,” ujarnya.
Meski demikian, Kaur menjelaskan, IDC telah mengamati terjadi pergeseran konsumsi ponsel pintar ke kelas bawah atau low-priced smartphones sejak awal pandemi karena sejumlah konsumen sadar akan pengeluaran berlebihan selama periode pendapatan tidak pasti ini. Kebutuhan akan ponsel pintar dan ketersediaan yang lebih luas dari ponsel berharga murah telah menyebabkan ASP yang lebih rendah secara makro.
Dia berpendapat, produsen ponsel pintar telah berhati-hati untuk menjaga harga tetap stabil meskipun tekanan biaya industri meningkat. Namun, mereka mungkin perlu menaikkan harga jual dalam beberapa bulan mendatang jika mereka tidak mampu lagi menyerap kenaikan biaya industri.
Produsen ponsel pintar telah berhati-hati untuk menjaga harga tetap stabil meskipun tekanan biaya industri meningkat.
Kaur menambahkan, pengguna ponsel pintar kelas atas cenderung lebih lama mengganti gawai. Kemudian, ada fenomena penggunaan ponsel pintar bekas semakin lama.
”Di sisi lain, ada kecenderungan di sejumlah pengguna lebih sering mengganti ponsel pintar berharga beli rendah. Pandemi Covid-19 berpotensi memicu sejumlah pengguna untuk menunda pembelian mereka, tetapi pada saat yang sama konsumen yang lain dapat membeli/mengganti ponsel pintar mereka lebih cepat karena lebih mengandalkan ponsel pintar untuk mengakses internet,” tuturnya.
Pandemi Covid-19 berpotensi memicu sejumlah pengguna untuk menunda pembelian mereka, tetapi pada saat yang sama, konsumen yang lain dapat membeli/mengganti ponsel pintar mereka lebih cepat karena lebih mengandalkan ponsel pintar untuk mengakses internet.
Wakil Presiden Direktur PT Erajaya Swasembada Tbk Hasan Aula, secara terpisah, berpendapat, kondisi perekonomian triwulan II-2021 bagus dibandingkan dengan triwulan II-2020. Pasalnya, pada triwulan II-2020 merupakan dimulainya pandemi Covid-19 dan pemerintah memberlakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) ketat.
”PSBB ketat tahun lalu memengaruhi penjualan ponsel pintar sepanjang triwulan II-2020. Triwulan II-2021 bisa dikatakan situasinya membaik. Akan tetapi, masuk triwulan III-2021 sampai sekarang terjadi pemberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) dan kami belum tahu seberapa besar pengaruhnya ke penjualan ponsel pintar ke konsumen,” ujar Hasan yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Asosiasi Ponsel Seluruh Indonesia.
Menurut dia, bekerja dan belajar dari rumah membutuhkan perangkat gawai agar bisa berkomunikasi. Oleh karena itu, permintaan gawai termasuk ponsel pintar tetap tumbuh.
”Kenaikan permintaan ponsel pintar terjadi di semua kelas atau jenis dan tipe. Fenomena kelangkaan cip belum terlalu berdampak ke industri ponsel pintar sehingga perdagangan ke konsumen belum terpengaruh,” klaim Hasan.
Nailul Huda, peneliti pada Institute for Development of Economics and Finance (Indef), saat dihubungi pada hari Sabtu (14/8/2021), di Jakarta, mengatakan, di tengah pandemi Covid-19 tahun 2020, sektor informasi dan komunikasi tetap tumbuh 10-11 persen.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), ekonomi Indonesia triwulan II-2021 dibandingkan pada triwulan II-2020 mengalami pertumbuhan sebesar 7,07 persen. Dari sisi lapangan usaha, pada triwulan II-2021, pertumbuhan sektor informasi dan komunikasi mencapai 6,87 persen.
”Hal itu berarti nilai tambah barang ponsel pintar masih naik,” ujarnya.
Selama pandemi Covid-19, perilaku warga memakai ponsel pintar untuk mengakses internet guna menunjang aktivitas sehari-hari meningkat. Ini dipicu oleh pembatasan sosial. Orangtua yang memiliki anak mau tidak mau berusaha membelikan ponsel pintar untuk anak agar tetap bisa mengikuti pembelajaran jarak jauh. Kemudian, sejumlah lembaga swadaya masyarakat turut melakukan pengadaan ponsel pintar untuk membantu siswa yang kesulitan mengakses pembelajaran daring.
Data survei yang digelar oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) menunjukkan, penetrasi pengguna internet di Indonesia tahun 2019 mencapai sekitar 170 juta orang, lalu naik menjadi sekitar 190 juta orang. Sebanyak 95,4 persen pengguna mengakses internet melalui ponsel pintar.
Data survei yang digelar oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) menunjukkan, penetrasi pengguna internet di Indonesia tahun 2019 mencapai sekitar 170 juta orang, lalu naik menjadi sekitar 190 juta orang. Sebanyak 95,4 persen pengguna mengakses internet melalui ponsel pintar.
Menurut Nailul, konsumsi masyarakat secara keseluruhan mengalami penurunan pada triwulan II-2021. Akan tetapi, jika dibedah, indeks konsumsi jasa informatika sesuai data BPS masih di atas 100. Hal ini sejalan dengan temuan riset yang mengatakan bahwa penetrasi pengguna internet ataupun pemakaian ponsel pintar cenderung naik.
”Di tengah pandemi Covid-19, masih ada sejumlah warga yang mau memperbarui jenis ataupun tipe ponsel pintar. Dari sisi industri, produsen ponsel pintar juga terus mengeluarkan jenis ataupun tipe baru. Ini berarti pasar ponsel pintar masih positif,” ujarnya.