Pertanian menjadi salah satu sektor yang tetap bisa bertahan di tengah pandemi Covid-19. Nilai ekspor komoditas pertanian tahun 2020 justru naik 15,79 persen dari tahun sebelumnya.
Oleh
Nina Susilo
·4 menit baca
BOGOR, KOMPAS — Pengembangan komoditas pertanian perlu dilakukan semua daerah di Indonesia. Untuk itu, akses permodalan, inovasi teknologi, dan pendampingan juga semestinya diberikan kepada petani.
Penguatan pengembangan komoditas pertanian ini perlu terus dilakukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Sebab, sektor pertanian adalah salah satu yang mampu bertahan di tengah pandemi Covid-19.
Nilai ekspor produk pertanian Indonesia tahun 2020 mencapai Rp 451,8 triliun. Angka ini naik 15,79 persen dari Rp 390,16 tahun sebelumnya. Semester pertama 2021, ekspor pertanian juga mencapai Rp 282,86 triliun. Di periode sama tahun 2020, ekspor pertanian masih Rp 202,05 triliun.
Dalam pelepasan komoditas pertanian melalui 17 pintu ekspor di Indonesia yang dilangsungkan secara daring, Sabtu (14/8/2021), Presiden Joko Widodo juga menyebut peningkatan ekspor komoditas pertanian berdampak pada kesejahteraan petani. Indikatornya adalah peningkatan nilai tukar petani yang pada Juni 2020 di angka 99,6, Desember 2020 menjadi 103,25, dan Juni 2021 mencapai 103,59.
Ekspor komoditas pertanian, lanjut Presiden, bisa dilakukan sepanjang kebutuhan dalam negeri terpenuhi. ”Dikalkulasi dengan benar, (bila) stok yang ada cukup, kebutuhan dalam negeri didahulukan. Kalau sisa, silakan diekspor,” kata Presiden Jokowi dari Istana Kepresidenan Bogor.
Untuk mendorong ekspor komoditas pertanian, Presiden juga meminta semua gubernur, bupati, dan wali kota menggali potensi wilayah masing-masing. ”Segera garap komoditas pertanian yang berpotensi dikembangkan,” ujarnya.
Hal ini memerlukan penguatan akses permodalan untuk petani. Selain itu, diperlukan inovasi teknologi dan pendampingan.
Segera garap komoditas pertanian yang potensial dikembangkan.
Di sisi lain, hilirisasi hasil pertanian perlu diperhatikan. Ekspor sebaiknya tidak dilakukan dalam bentuk mentah. Porang, misalnya, diharap tidak diekspor dalam bentuk umbi mentah, tetapi setidaknya sudah dicacah atau lebih baik lagi dalam bentuk produk jadi, seperti tepung atau beras porang.
Pengembangan komoditas pertanian juga perlu dihubungkan dengan rantai pasok nasional dan global. Dengan demikian, ekspor mudah dilakukan. Sentra-sentra pertanian berorientasi ekspor terus berkembang.
Dari 514 kabupaten/kota di Indonesia, baru 293 kabupaten/kota yang memiliki sentra komoditas unggulan ekspor, baik sawit, karet, maupun kopi. Masih ada beberapa komoditas lain yang diminati di pasar global, seperti sarang burung walet, porang, dan minyak atsiri.
Selain pasar global, promosi di dalam negeri juga harus terus diperkuat. Dengan demikian, masyarakat mencintai produk pangan Indonesia dan sehat.
Dalam pelepasan ekspor komoditas pertanian sebanyak 627,4 juta ton secara serentak di 17 pelabuhan dan bandara, nilai ekspor mencapai Rp 7,29 triliun. Pintu-pintu ekspor itu, antara lain ekspor dari Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya yang bernilai Rp 1,3 triliun dan Pelabuhan Pelindo I Pekanbaru senilai Rp 1 triliun. Dari Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta ekspor senilai Rp 435,1 miliar dan dari Tanjung Emas Semarang senilai Rp 457 miliar.
Komoditas yang diekspor baik dari hasil perkebunan, tanaman pangan, hortikultura, maupun peternakan. Komoditas ini dikirim ke 61 negara tujuan, antara lain China, Amerika Serikat, India, Jepang, Korea Selatan, Thailand, Malaysia, Inggris, Jerman, Rusia, Uni Emirat Arab, dan Pakistan.
Mendorong ekspor hasil pertanian, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menggalakkan gerakan tiga kali ekspor. Untuk meningkatkan volume ekspor, dilakukan kerja sama inovasi dengan pemerintah daerah dan para pemangku kepentingan. Para agripreuner diperkuat, demikian pula kerja sama dengan mitra dagang di luar negeri melalui kerja duta-duta besar Indonesia di sejumlah negara.
Komoditas pertanian juga terus dikembangkan. Bukan hanya kelapa sawit yang selama ini mendominasi, melainkan juga komoditas potensial lain seperti porang, sarang burung walet, lipan, magot, dan ayam.
Pemetaan komoditas utama andalan setiap wilayah dilakukan melalui rapat pimpinan khusus. Saat ini, kata Syahrul, baru 341 kabupaten/kota yang ikut serta dalam ekspor komoditas. Diharapkan, 173 kabupaten/kota lain juga segera ikut. ”Target kami di akhir 2024 tidak satu pun kabupaten/kota tidak ikut (ekspor komoditas pertanian),” tambahnya.
Presiden pun mengapresiasi petani, peternak, pekebun, dan pelaku usaha agribisnis serta semua pemangku kepentingan lain yang telah memenuhi kebutuhan masyarakat maupun meningkatkan ekspor produk-produk pertanian.
”Ini bisa menandai kebangkitan ekonomi nasional di tengah pandemi,” tambah Presiden.