Pelonggaran Industri Perlu Dibarengi Pengawasan yang Lebih Ketat
Pengawasan penegakan protokol kesehatan di pabrik perlu lebih ketat dari sebelumnya. Vaksinasi pekerja juga harus menjadi syarat utama sebelum perusahaan diizinkan beroperasi 100 persen.
Oleh
Agnes Theodora
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah berencana melonggarkan pembatasan aktivitas bagi sejumlah sektor industri yang berorientasi ekspor. Di tengah penambahan kasus Covid-19 yang masih fluktuatif dan belum meratanya vaksinasi bagi pekerja industri, langkah ini perlu diwaspadai agar tidak malah memunculkan kasus penularan baru di lingkungan pabrik.
Dalam konferensi pers perpanjangan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM), Senin (9/8/2021), pemerintah mengumumkan beberapa sektor yang berorientasi ekspor akan diizinkan beroperasi penuh dengan dua sif kerja.
Pelonggaran ini sudah dimulai di wilayah selain Jawa-Bali yang menerapkan PPKM level 4. Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 31 Tahun 2021 menyebutkan, industri berorientasi ekspor di wilayah terkait dapat beroperasi 100 persen dengan penerapan protokol kesehatan ketat. Jika ditemukan kluster penyebaran Covid-19, industri bersangkutan ditutup selama lima hari.
Sementara pelonggaran aktivitas industri untuk wilayah Jawa-Bali yang menerapkan PPKM level 3 dan 4 rencananya akan dilakukan pekan depan setelah 16 Agustus 2021.
Direktur Jenderal Ketahanan, Perwilayahan, dan Akses Industri Internasional Kementerian Perindustrian Eko SA Cahyanto, Rabu (11/8/2021), mengatakan, pelonggaran aktivitas akan dilakukan bertahap. Saat ini pemerintah masih melakukan simulasi dan menyiapkan peraturan. Nantinya, tidak semua sektor dan perusahaan akan diberi keleluasaan beraktivitas.
”Kami akan memilih beberapa perusahaan untuk percobaan (trial) pekan depan. Dari evaluasi IOMKI (izin operasional mobilitas dan kegiatan industri) sejauh ini sebenarnya terkendali sehingga tidak ada salahnya kita mulai (melonggarkan) dengan beberapa perusahaan yang sudah melaksanakan protokol kesehatan dengan baik,” kata Eko saat dihubungi.
Saat ini Kemenperin sedang mendata sektor dan perusahaan berorientasi ekspor tertentu yang akan diizinkan beroperasi secara penuh. Cakupan vaksinasi pekerja di perusahaan terkait juga akan menjadi pertimbangan. Namun, pemerintah belum menentukan berapa syarat persentase vaksinasi pekerja di suatu perusahaan.
Berdasarkan data Kementerian Perindustrian per 2 Agustus 2021, dari total 3,15 juta orang pekerja industri yang perusahaannya mendapat IOMKI selama PPKM, sebanyak 62,85 persen sudah divaksin.
”Nanti akan ada kriterianya tersendiri. Kami akan lihat kondisi lapangan. Yang pasti, sekarang saja, pekerja belum divaksin semuanya, tetapi industri tetap bisa bekerja dengan kapasitas 50 persen. Jadi, lewat trial ini nanti kita lihat seperti apa gambarannya,” kata Eko.
Meski bisa beroperasi 100 persen, Eko mengatakan, protokol kesehatan yang diterapkan akan lebih ketat. ”Aturan makan di lingkungan pabrik nanti akan diatur detail. Lalu, pergi-pulang pekerja juga akan diatur agar pekerja langsung pulang ke rumah dari pabrik. Kami akan kerja sama dengan pemerintah daerah untuk monitoringnya,” ujarnya.
Antisipasi
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics Indonesia Mohammad Faisal mengingatkan agar pelonggaran aktivitas industri berorientasi ekspor ini tidak mengganggu upaya menekan penularan Covid-19. Khususnya, di wilayah tertentu di luar Jawa-Bali yang peningkatan kasus Covid-19 nya terhitung masih tinggi.
Untuk itu, pengawasan penegakan protokol kesehatan di pabrik perlu lebih ketat dari sebelumnya. Vaksinasi gotong royong harus dipercepat di sektor manufaktur. Sebab, buruh pabrik termasuk kelompok masyarakat yang tidak bisa bekerja secara daring dan harus beraktivitas di luar rumah. Fasilitas kesehatan di sekitar area industri juga harus dijamin agar jika ada pekerja yang bergejala, bisa langsung mendapat tindakan dan bantuan obat-obatan.
Pelonggaran perlu dilakukan dengan sangat hati-hati agar tidak malah memunculkan penularan baru di lingkungan industri. ”Mereka (buruh pabrik) harus mendapat prioritas vaksinasi, apalagi kalau aktivitas industri mau dilonggarkan sedikit demi sedikit,” katanya.
Bahkan, apabila perlu, perusahaan menjamin fasilitas antar-jemput buruh dari pabrik menuju ke rumah dan sebaliknya. Itu untuk meminimalkan potensi buruh terpapar Covid-19 di perjalanan menuju kerja.
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Bidang Industri Johnny Darmawan menilai, rencana melonggarkan aktivitas sejumlah sektor berorientasi ekspor itu dapat menjadi jalan tengah untuk menjaga roda industri tetap berjalan di tengah pengetatan PPKM.
”Niatnya baik agar industri tidak mati. Karena kalau industri mati, akan terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) yang berpotensi memunculkan keresahan sosial. Makanya pemerintah akhirnya berkompromi,” kata Johnny.
Menurut dia, pelonggaran cukup dilakukan untuk sektor berorientasi ekspor. Sebab, saat ini pasar ekspor sedang dinamis dengan permintaan yang tinggi, berbeda dengan kondisi pasar domestik yang sedang lesu karena daya beli masyarakat menurun. Pelonggaran ini diharapkan bisa menjaga pertumbuhan ekspor yang menjadi penopang perekonomian nasional.
Namun, ia juga mengingatkan agar langkah pelonggaran itu dilakukan berhati-hati. Pengawasan IOMKI perlu dilakukan lebih ketat seperti melalui inspeksi mendadak (sidak). Vaksinasi pekerja juga harus menjadi syarat utama sebelum mengizinkan perusahaan beroperasi 100 persen.
”Perusahaan besar yang sanggup membeli vaksin mungkin tidak masalah memenuhi syarat itu. Yang harus diperhatikan dan didorong itu perusahaan kecil yang belum memvaksin pekerjanya karena tidak sanggup bayar, harus ada komitmen mempercepat vaksinasi untuk mereka,” kata Johnny.