Indonesia diharapkan serius menanggapi peringatan UNESCO untuk menghentikan sementara proyek pembangunan infrastruktur dalam dan sekitar Taman Nasional Komodo karena dikhawatirkan mengabaikan prinsip konservasi.
Oleh
Mediana
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Peringatan Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa atau UNESCO agar Indonesia menghentikan sementara pembangunan infrastruktur di dalam dan sekitar Taman Nasional Komodo, Nusa Tenggara Timur, bisa dijadikan pembelajaran penting agar Indonesia serius menerapkan pembangunan berkelanjutan. Apalagi, Taman Nasional Komodo telah menjadi warisan alam dunia.
Anggota Dewan Pimpinan Badan Pelestarian Pusaka Indonesia (BPPI) Soehartini Sekartjakrarini saat dihubungi, Senin (9/8/2021), di Jakarta, berpendapat, karena Indonesia yang memohon agar Taman Nasional (TN) Komodo bisa menjadi World Heritage Site dan Man and Biosphere Reserve, Indonesia harus mengikuti segala persyaratan yang diminta. Ada beberapa persyaratan yang belum dipenuhi sampai tuntas, seperti penilaian dampak dan rencana pengelolaan.
”Ketika ditetapkan menjadi warisan dunia berarti ada tanggung jawab besar. Penetapan warisan dunia jangan semata-mata lebih dipakai sebagai ajang promosi. Komite Warisan Dunia UNESCO pasti akan selalu mengevaluasi,” ujar Soehartini.
TN Komodo berlokasi di Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur, dan didirikan pada 1981. Kemudian, pada 1991, UNESCO menetapkan TN Komodo sebagai World Heritage Site dan Man and Biosphere Reserve. TN Komodo mencakup tiga pulau utama, yaitu Komodo, Rinca, dan Padar. Total luas TN Komodo diperkirakan 2.321 kilometer persegi.
Dalam Dokumen Komite Warisan UNESCO Nomor WHC/21/44.COM/7B yang diterbitkan seusai pertemuan Komite Warisan Dunia UNESCO di Fuzhou, China, 16-31 Juli 2021, disebutkan, UNESCO meminta Pemerintah Indonesia menghentikan sementara semua proyek infrastruktur di dalam dan sekitar TN Komodo. Alasannya, semua proyek itu berdampak pada nilai universal luar biasa atau outstanding universal value (OUV).
Karena Indonesia yang memohon agar Taman Nasional (TN) Komodo bisa menjadi World Heritage Site dan Man and Biosphere Reserve,Indonesia harus mengikuti segala persyaratan yang diminta.
UNESCO kemudian meminta Indonesia menyerahkan revisi analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) proyek infrastruktur di dalam dan sekitar TN Komodo yang selanjutnya akan ditinjau kembali oleh International Union for Conservation of Nature (IUCN). UNESCO juga mendorong Indonesia memberikan informasi rinci dari rencana induk pariwisata terpadu yang menunjukkan OUV diterapkan dengan benar.
Menurut Soehartini, pembangunan sarana dan prasarana di kawasan hutan ataupun taman nasional idealnya diawali dengan pemetaan ruangan, melihat tipe dan lanskap, serta tidak boleh memotong jalur satwa di dalamnya. Dari situlah baru diputuskan pembangunan sarana dan prasarana yang tepat.
”Kalaupun suatu kawasan hutan atau taman nasional dapat dipakai untuk pariwisata, pariwisata harus dilihat sebagai alat untuk melestarikan kawasan itu. Pariwisata tidak menjadi tujuan utama penggunaan kawasan hutan atau taman nasional,” kata Soehartini.
Ketua East Java Ecotourism Forum Agus Wiyono berpendapat, pilar pariwisata berkelanjutan adalah pelestarian lingkungan, sosial, dan ekonomi. Dalam skala kawasan hutan ataupun taman nasional, pengembangan sarana dan prasarana harus memiliki rencana induk yang pembahasannya dari awal melibatkan sebanyak mungkin pemangku kepentingan.
”Tokoh-tokoh kunci masyarakat/adat harus dilibatkan mulai dari pembuatan desain tapak. Dari pembahasan yang melibatkan mereka, kesepakatan pembagian zona, seperti zona usaha, zona publik, dan zona konservasi, seharusnya sudah ada. Hal yang perlu didesain lainnya dalam pariwisata berkelanjutan adalah manfaat sosial bagi masyarakat sekitar kawasan,” kata Agus.
Dalam skala kawasan hutan ataupun taman nasional, pengembangan sarana dan prasarana harus memiliki rencana induk yang pembahasannya dari awal melibatkan sebanyak mungkin pemangku kepentingan.
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf/Baparekraf) Sandiaga S Uno, secara terpisah, mengatakan, kementerian/lembaga bersama pihak terkait pembangunan proyek terus memastikan bahwa proyek di zona pemanfaatan TN Komodo tidak menimbulkan dampak negatif terhadap parameter OUV.
Menurut Sandiaga, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sebelumnya juga telah memastikan bahwa pembangunan di Pulau Rinca tidak menimbulkan dampak negatif terhadap OUV warisan alam dunia TN Komodo. Kesimpulan ini didasarkan hasil kajian penyempurnaan Environmental Impact Assessment (EIA) yang dilakukan bersama oleh lintas kementerian dan lembaga.
”Kami sedang menyusun rencana induk pariwisata terpadu Labuan Bajo. Cakupan rencana induk ini akan meliputi analisis permintaan dan suplai terhadap pengembangan wilayah. Tujuan penyusunan rencana induk untuk menambah jumlah wisatawan, alur perjalanan, registrasi daring bagi turis, dan proyek pengembangan destinasi wisata lainnya,” ujar Sandiaga.
Menurut Sandiaga, selama penyusunan rencana induk pariwisata terpadu Labuan Bajo, kementerian melibatkan masyarakat. Dengan demikian, kelak mereka ikut serta merasakan dampak ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan mereka dan sekitarnya, khususnya yang berada di sekitar TN Komodo.