Penerapan logistik hijau harus menjadi komitmen bersama demi melindungi lingkungan dari bahaya pemanasan global. Indonesia berkomitmen menerapkan konsep logistik hijau dalam distribusi logistik.
Oleh
Stefanus Osa Triyatna
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penerapan logistik hijau harus menjadi komitmen bersama demi melindungi lingkungan dari bahaya pemanasan global. Sebagai negara maritim, Indonesia berkomitmen menerapkan konsep logistik hijau dalam distribusi logistik melalui transformasi dan dekarbonisasi di sektor transportasi.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menyampaikan hal itu dalam webinar internasional ”Green Logistic Partnership Conference” yang digelar Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Perhubungan bekerja sama dengan Sekretariat ASEAN-JAPAN, secara virtual, di Jakarta, Kamis (29/7/2021).
Menurut Budi, kontribusi sektor transportasi untuk menurunkan gas rumah kaca dilakukan melalui efisiensi energi dan penggunaan energi terbarukan. Sebagai contoh, penerapan pelabuhan hijau (greenport) yang memiliki kriteria penggunaan energi terbarukan, pengelolaan limbah, pengendalian udara, pengendalian pencemaran limbah, dan penggunaan lahan.
Kementerian Perhubungan juga melakukan sejumlah penelitian sebagai komitmen mewujudkan logistik hijau, seperti penelitian terkait skema modernisasi armada truk dan integrasi transportasi logistik untuk transportasi berbasis jalan dan kereta api.
”Transportasi darat menyumbang 91 persen dari total emisi di sektor transportasi. Untuk itu, melalui penelitian ini, kita akan mengubah truk lama dengan truk yang lebih ramah lingkungan serta membangun transportasi jalan dan kereta api yang terintegrasi sehingga diharapkan mengurangi penggunaan energi, polusi, dan emisi rumah kaca,” ujar Budi.
Mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs) di Indonesia, baru-baru ini Indonesia telah meningkatkan penggunaan shore-connection yang sudah mulai diterapkan di pelabuhan-pelabuhan di Indonesia. Langkah ini diharapkan dapat mengurangi emisi gas buang kapal di pelabuhan.
Menurut Budi, Indonesia telah berkomitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca 11persen pada 2030 untuk sektor energi, termasuk transportasi. Oleh karena itu, pertemuan yang diikuti sejumlah negara ini dijadikan sarana promosi sekaligus membangun kesadaran semua pihak untuk berkomitmen mengimplementasikan logistik hijau di negara-negara ASEAN dan Asia.
Dalam webinar ini, turut hadir para delegasi anggota ASEAN; delegasi Jepang; perwakilan dari Kementerian Lahan, Infrastruktur, dan Transportasi Jepang; perwakilan dari Kementerian Lingkungan Hidup Jepang; serta perwakilan Sekretariat ASEAN.
Ketua Institut Studi Transportasi Darmaningtyas mengatakan, penerapan logistik hijau tak bisa dilepaskan dari permasalahan sistem armada transportasi yang selama ini masih terjadi di Indonesia, yakni masalah kendaraan yang kelebihan dimensi dan muatan (over dimension over loading). Karena itu, pertama-tama yang harus dilakukan pemerintah adalah menghapus maraknya kendaraan dengan dimensi dan muatan berlebih.
”Jelas sekali, truk-truk yang terindikasi kelebihan muatan dan dimensi tidak ramah lingkungan. Dengan keberatan beban, otomatis jalannya lambat sehingga mengeluarkan polusi dalam jangka waktu yang lama. Kalau ingin menuju ke konsep logistik hijau, tidak boleh ada kendaraan dengan muatan dan dimensi berlebih lagi di jalan-jalan di Indonesia,” kata Darmaningtyas.
Selain itu, kata Darmaningtyas, seluruh kendaraan logistik harus memenuhi standar Euro 4 dan menggunakan energi baru atau terbarukan yang ramah lingkungan. Untuk wilayah Pulau Jawa, langkah yang harus dilakukan adalah memindahkan angkutan logistik dari truk ke kereta api.
Selain sistem logistik hijau, komitmen pada industri hijau juga tidak bisa diabaikan. Keduanya memainkan peranan penting. Beberapa pekan lalu, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyatakan, pemerintah sedang menyusun mekanisme fasilitas insentif untuk pelaku industri yang mewujudkan prinsip-prinsip industri hijau dan berkelanjutan di perusahaan masing-masing (Kompas, 12/6/2021).
Hal tersebut merupakan amanat dari Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2018 tentang Pemberdayaan Industri. Fasilitas yang diberikan bisa dalam bentuk fiskal dan nonfiskal. Perencanaan pembangunan yang rendah karbon merupakan program prioritas yang sedang dikembangkan pemerintah.
Pemerintah menetapkan target penurunan emisi gas rumah kaca pada 2030 baik energi, sektor kehutanan, industri, pertanian, maupun pengolahan limbah (waste) sebesar 29 persen atau setara dengan 834 juta ton CO2 dengan usaha mandiri atau 41 persen (setara 1,08 miliar ton CO2) dengan bantuan internasional.