Indonesia Kaji Skema Pembiayaan untuk Penghentian Operasional PLTU
Pemerintah sedang membahas skema pembiayaan yang tidak merugikan pengembang pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berbasis batubara dalam transisi energi bersih. Skema ini dinamai mekanisme transisi dari ADB.
Oleh
M Paschalia Judith J
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Transisi energi Indonesia yang mengacu pada prinsip-prinsip emisi karbon nol bersih atau net zero emission mensyaratkan penghentian operasional pembangkit listrik berbasis batubara. Dukungan permodalan dari lembaga pembiayaan internasional dapat mempercepat rencana penghentian operasional jenis pembangkit tersebut.
Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Chrisnawan Anditya mengatakan, pemerintah tengah membahas skema pembiayaan yang diajukan oleh Bank Pembangunan Asia (ADB) yang dapat mempercepat penghentian operasional pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang berbahan bakar batubara.
”Harapannya, penghentian PLTU tersebut tidak merugikan pengembangan. Kami sedang membahas dan hasilnya akan dideklarasikan pada pertemuan internasional tingkat tinggi tentang perubahan iklim (COP) ke-26 di Glasgow, Inggris Raya, tahun ini,” kata Chrisnawan dalam webinar berjudul ”2050 Indonesia RE100 Mungkinkah?” yang diadakan Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI), Jumat (23/7/2021).
Skema yang ditawarkan ADB itu bernama mekanisme transisi energi (energy transition mechanism/ETM). Dalam mekanisme ini, terdapat sejumlah investor yang mendanai program transisi energi. Investor tersebut bisa dari sektor perbankan, institusi swasta di tingkat domestik ataupun global, dan pemodal jangka panjang.
Pemerintah tengah membahas skema pembiayaan yang diajukan oleh Bank Pembangunan Asia (ADB) yang dapat mempercepat penghentian operasional pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang berbahan bakar batubara.
Dalam skema ini, pemilik PLTU menyerahkan asetnya dengan imbalan uang tunai dan ekuitas dari program ETM. Pemilik PLTU hanya dapat menggunakan uang tunai tersebut untuk program transisi energi dan investasi pada proyek-proyek energi bersih dan terbarukan.
Aset PLTU yang diserahkan itu akan dimiliki oleh pihak fasilitas reduksi karbon (carbon reduction facility/CRF) untuk dioperasikan hingga tenggat yang disepakati. Selain itu, pihak CRF menyediakan sistem keuangan, bantuan teknologi, dan pengetahuan kepada negara tujuan untuk mempercepat pembangunan energi terbarukan, penyimpanan, dan peningkatan jaringan.
Pihak CRF akan menggunakan pendapatan hasil operasi PLTU tersebut untuk mengembalikan dana investor ETM. Tak hanya itu, investor ETM juga mendapatkan pengembalian dana dari pengelolaan fasilitas energi bersih oleh pemilik PLTU yang telah menerima pinjaman modal.
Chrisnawan menambahkan, pengembangan energi baru terbarukan saat ini berhadapan dengan pengurangan penggunaan energi fosil. PLTU terakhir diperkirakan pensiun pada 2058. Oleh sebab itu, semakin cepat PLTU pensiun, pengembangan EBT bisa dilaksanakan lebih cepat.
Aset PLTU yang diserahkan itu akan dimiliki oleh pihak fasilitas reduksi karbon (carbon reduction facility/CRF) untuk dioperasikan hingga tenggat yang disepakati.
Dalam acara Indonesian Ministry of Finance-ADB 2021 International Climate Conference, Kamis (22/7/2021), Presiden ADB Masatsugu Asakawa menyatakan, pihaknya akan mendukung transisi pembangunan rendah karbon Indonesia sekaligus membantu pencapaian target kontribusi nasional penurunan emisi (NDC). Dukungan ini dapat membuat perekonomian lebih berdaya tahan dan sejalan dengan salah satu fokus kemitraan antara ADB dan Indonesia.
Secara keseluruhan, ADB akan meningkatkan investasi menjadi minimal 9 miliar dollar AS sepanjang 2019-2024 dalam rangka mendukung pemulihan negara-negara di kawasan Asia Pasifik dari dampak pandemi Covid-19. Langkah ini akan berkontribusi pada komitmen ADB untuk menyalurkan pendanaan iklim sebesar 80 miliar dollar AS sepanjang 2019-2030.
Di sisi lain, Ketua Dewan Pakar METI Rinaldy Dalimi menilai, pemerintah sebaiknya berhati-hati terhadap pihak asing yang menawarkan bantuan untuk mempercepat penghentian pembangkit listrik berbasis batubara. ”Konsepnya mesti dilihat terlebih dahulu, terutama dari sisi kepentingan bisnisnya,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Umum METI Surya Darma mengatakan, Indonesia membutuhkan penggalangan dana yang masif untuk mendorong pengembangan energi terbarukan. ”Perlu ada kompensasi pada pengembangan tersebut. Selain itu, perlu ada kajian mengenai dampak keberadaan subsidi energi terhadap tidak berkembangnya energi terbarukan,” katanya.