Skema Vaksin Berbayar Tidak Bisa Dijadikan Solusi pada Masalah Distribusi Vaksin
Tanggung jawab pemerintah menyediakan vaksinasi gratis sesuai komitmen awal. Di tengah ketidakjelasan pelaksanaan vaksinasi gotong royong, vaksin seharusnya dikerahkan untuk memasifkan vaksinasi gratis untuk masyarakat.
Oleh
Agnes Theodora
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah mengeluarkan opsi vaksinasi individu berbayar untuk menyikapi terbatasnya akses perusahaan terhadap vaksinasi gotong royong yang dikelola oleh Kamar Dagang dan Industri Indonesia. Namun, hal itu sebaiknya tidak dijadikan alasan untuk menjual vaksin ke masyarakat. Kendala pelaksanaan vaksinasi oleh Kadin perlu dievaluasi secara transparan.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan dalam konferensi pers daring, Senin (12/7/2021), bahwa salah satu alasan vaksinasi gotong royong (VGR) diperluas kepada individu adalah agar perusahaan yang sebelumnya tidak bisa mengakses VGR badan usaha oleh Kadin Indonesia dapat mengakses vaksinasi.
”Kenapa diperluas melalui individu? Itu karena banyak pengusaha yang belum bisa mendapatkan akses melalui program VGR Kadin. Misalnya, perusahaan pribadi atau perusahaan kecil. Mereka juga mau mendapat akses, tetapi belum bisa masuk lewat program Kadin, itu yang kita buka,” kata Budi Gunadi usai rapat terbatas di Istana Kepresidenan.
Di lapangan, penyelenggaraan VGR perusahaan oleh Kadin menghadapi sejumlah kendala. Menurut Direktur Eksekutif Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Firman Bakrie, sejumlah perusahaan di sektor padat karya merasa sulit mengikuti program VGR oleh Kadin lantaran harganya terlampau mahal.
Dengan beban jumlah karyawan yang banyak, anggaran yang harus disiapkan untuk membeli vaksin dari Kadin menjadi lebih besar. ”Kami mendukung program VGR Kadin, tetapi memang untuk sektor padat karya, agak berat untuk kami memvaksinasi karyawan dengan harga segitu,” kata Firman.
Beberapa perusahaan pun akhirnya lebih berharap pada jatah vaksin program pemerintah yang diadakan secara gratis ketimbang membeli dengan harga mahal dari Kadin. ”Kami berharap program pemerintah yang gratis saja yang bisa dipercepat. Beberapa perusahaan juga memilih mencarikan alternatif bagi karyawannya agar bisa ikut vaksin gratis pemerintah,” ujarnya.
Sesuai Keputusan Menteri Kesehatan (Kepmenkes) Nomor HK.01.07/Menkes/4643/2021, vaksin Sinopharm untuk skema gotong royong dijual dengan harga Rp 879.140. Harga pembelian satu dosis vaksin adalah Rp 321.660 dengan tarif maksimal pelayanan vaksinasi Rp 117.910.
Di dalamnya sudah termasuk pungutan margin atau keuntungan 20 persen dari tarif pembelian vaksin dan 15 persen dari tarif pelayanan vaksinasi. Tarif yang sama itu akan dipakai untuk pelaksanaan program vaksinasi berbayar individu untuk masyarakat.
Tidak ada kepastian
Kendala di lapangan juga dihadapi Martin Gunawan, salah satu direktur di perusahaan sektor kimia di Jakarta. Ia mengatakan, perusahaannya sudah mendaftar VGR Kadin sejak Februari 2021 saat pendaftaran pertama dibuka serta dijanjikan jatah vaksinasi di gelombang pertama.
Namun, sampai saat ini, tidak ada kejelasan jadwal vaksinasi untuk karyawan. ”Setiap ditanyakan, kami hanya disuruh menunggu informasi lebih lanjut. Kami tunggu-tunggu tidak ada kabar, sampai nomor PIC Kadin yang kami hubungi tidak aktif. Akhirnya saya instruksikan saja pegawai untuk mencari vaksin sendiri, jangan berharap pada VGR,” ucap Martin.
Saat ini, mayoritas karyawan di kantor pusat perusahaannya sudah mendapat vaksin melalui program pemerintah yang gratis. Martin mengatakan, perusahaannya pun kini tidak lagi mengejar kepastian vaksinasi dari Kadin. ”Kami kecewa karena lewat VGR ini kami harap bisa cepat, tetapi ternyata lebih lama dari vaksin gratis pemerintah,” ujarnya.
Saat dihubungi Kompas, Ketua Umum Kadin Indonesia Periode 2021-2025 Arsjad Rasjid dan Wakil Ketua Umum Kadin Periode 2015-2021 Shinta W Kamdani tidak memberi tanggapan terkait perkembangan pelaksanaan VGR tersebut.
Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan menilai, jika persoalan terletak pada pelaksanaan distribusi vaksin gotong royong oleh Kadin, seharusnya hal itu yang perlu dievaluasi. Bukan berarti itu bisa menjadi alasan bagi pemerintah untuk memutuskan menjual vaksin Sinopharm ke masyarakat.
Menurut dia, kendala pelaksanaan vaksinasi oleh Kadin perlu dievaluasi secara transparan. ”Ini masalah distribusi oleh Kadin. Jadi, jangan dijadikan alasan. Kalau banyak perusahaan tidak bisa mengakses vaksinasi Kadin, periksa apa masalahnya, bereskan kendala distribusinya. Solusinya bukan mengadakan skema vaksinasi yang berbayar untuk masyarakat,” kata Anthony.
Ia juga menilai, alih-alih ditunda, seharusnya vaksinasi berbayar bagi individu itu dibatalkan. Pemerintah perlu menarik Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 19 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Vaksinasi Covid-19, yang sejauh ini belum pernah disosialisasikan. Seperti diketahui, peraturan itu diteken pada 5 Juli 2021 dan baru diunggah Kemenkes pada 11 Juli 2021.
”Seharusnya dibatalkan saja. DPR juga sudah minta untuk dibatalkan karena ini tidak pernah dibahas bersama,” ujar Anthony.
Lebih lanjut, imbuh Anthony, tanggung jawab pemerintah adalah menyediakan vaksinasi gratis bagi seluruh masyarakat sesuai komitmen awal. Di tengah ketidakjelasan sistem penyelenggaraan VGR oleh Kadin itu, sumber daya vaksin yang ada seharusnya dikerahkan untuk memasifkan sentra vaksinasi gratis untuk masyarakat dengan bantuan dari swasta.
”Klinik Kimia Farma sebaiknya dimaksimalkan untuk program vaksinasi nonberbayar. Selain merupakan tanggung jawab negara, vaksinasi juga demi kepentingan negara agar ekonomi bisa cepat pulih. Jangan bebankan tanggung jawab ini ke masyarakat,” kata Anthony.
Setelah melihat animo pro-kontra dari publik, pelaksanaan program vaksinasi berbayar lewat klinik-klinik Kimia Farma pun ditunda. Sekretaris Perusahaan Kimia Farma Ganti Winarno mengatakan, program itu akan ditunda hingga pemberitahuan selanjutnya.
”Nanti akan kami informasikan lebih lanjut. Tetapi, untuk saat ini, melihat besarnya animo dan banyaknya pertanyaan yang masuk, manajemen memutuskan untuk memperpanjang masa sosialisasi VGR individu serta mengatur pendaftaran calon peserta,” kata Ganti.
Ia mengatakan, program VGR untuk perusahaan terus berjalan. Suplai dosis vaksin yang tersedia pun masih sesuai dengan alokasi yang telah ditetapkan bagi perusahaan yang sudah mendaftarkan karyawannya. ”Suplai vaksin Sinopharm ini sudah ada alokasinya masing-masing untuk VGR,” kata Ganti.