Dapat Suntikan Modal dari Negara, PLN Pacu Listrik Desa dan Destinasi Pariwisata
PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) berencana menggunakan penyertaan modal negara pada 2022 untuk program listrik desa berbasis energi baru dan terbarukan serta melistriki destinasi pariwisata prioritas.
Oleh
M Paschalia Judith J
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN berencana menggunakan penyertaan modal negara pada 2022 untuk program listrik desa berbasis energi baru dan terbarukan serta melistriki destinasi pariwisata prioritas. Agar lebih optimal, PLN juga sebaiknya memanfaatkan modal tersebut untuk melepaskan ketergantungan pada swasta.
Dalam rapat bersama Komisi VI DPR, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mengusulkan penyertaan modal negara (PMN) dengan nilai total Rp 72,449 triliun untuk 12 perseroan sepanjang 2022. Dari jumlah tersebut, PLN akan memperoleh Rp 8,231 triliun. (Kompas, 9/7/2021)
Vice President Public Relations PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) Arsyadany Ghana Akmalaputri mengatakan, PMN tersebut akan digunakan untuk membiayai belanja modal dalam pekerjaan transmisi dan distribusi, khususnya program listrik desa berbasis pembangkit energi baru dan terbarukan (EBT).
”Selain itu, PMN juga akan dimanfaatkan untuk pembangunan kelistrikan di lima destinasi pariwisata superprioritas (DPSP), yakni DPSP Likupang, DPSP Danau Toba, DPSP Labuan Bajo, DPSP Mandalika, dan DPSP Borobudur,” katanya saat dihubungi, Senin (12/7/2021).
Pada 2020 dan 2021, PLN memperoleh PMN masing-masing Rp 5 triliun. PLN menggunakan PMN pada 2021 untuk membangun jaringan distribusi dan pembiayaan program listrik desa. Pada tahun sebelumnya, PMN dimanfaatkan untuk pembangunan jaringan distribusi, transmisi, dan program listrik desa.
Dia berharap, penggunaan PMN pada 2022 tersebut dapat meningkatkan ketersediaan infrastruktur kelistrikan serta peningkatan jangkauan dan kualitas distribusi listrik. Dengan demikian, hal tersebut dapat menunjang aktivitas ekonomi masyarakat yang berdampak ganda pada penyerapan tenaga kerja dan pertumbuhan perekonomian setempat.
Di sisi lain, Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro berpendapat, PMN perlu dikontekskan dengan posisi keuangan PLN, khususnya pada aspek total aset dan liabilitas. Laporan keuangan PLN menunjukkan, total aset PLN pada akhir Desember 2020 berada di posisi Rp 1.589 triliun, sedangkan total liabilitas Rp 649,24 triliun.
Artinya, nilai PMN yang disuntikkan pada PLN tidak mencapai 1 persen dari total aset perseroan. Dibandingkan dengan total liabilitas, jumlah PMN yang akan diberikan 1,26 persen.
Meskipun demikian, Komaidi menilai, PLN sebaiknya memanfaatkan PMN untuk mengurangi ketergantungan pada pembangkit listrik swasta atau IPP. ”Penggunaan PMN untuk melistriki desa dan DPSP tidak keliru. Namun, akan lebih optimal dampaknya jika digunakan untuk mengurangi ketergantungan karena pembangkit listrik PLN belum mandiri sepenuhnya akibat pemerintah tidak memberikan kompensasi subsidi listrik pada perseroan hingga 100 persen,” katanya.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi VII DPR Eddy Soeparno mengatakan, PLN dapat memanfaatkan PMN tersebut untuk merambah ke sektor EBT secara lebih agresif. ”Salah satunya dengan mempercepat konversi dari bahan bakar fosil ke gas,” katanya saat dihubungi.
Selain itu, dia menyatakan, PLN mesti memperbaiki kinerjanya dengan adanya PMN tersebut, khususnya dalam menghadapi penurunan permintaan listrik akibat pandemi Covid-19. Strategi yang dapat diambil berupa efisiensi serta negosiasi ulang terhadap kontrak-kontrak yang membebani PLN.