Pasokan oksigen mesti menjadi prioritas pemerintah selain keselamatan dokter dan tenaga kesehatan. Selain mengalihkan oksigen industri untuk kesehatan, pemerintah juga sudah memroses impor oksigen dari negara lain.
Oleh
Cyprianus Anto Saptowalyono
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah memiliki sejumlah strategi untuk mengatasi permasalahan pasokan oksigen di Tanah Air. Salah satu strategi adalah mengimpor oksigen cair dan konsentrator oksigen. Pemerintah juga akan memakai bantuan perusahaan-perusahaan besar yang memiliki kelebihan pasokan atau kapasitas oksigen.
Pemerintah sudah memproses impor oksigen 40.000 ton oxygen liquid atau oksigen cair untuk digunakan ke depan. Presiden Joko Widodo juga telah setuju Indonesia akan mengimpor konsentrator oksigen sehingga mengurangi penggunaan oksigen cair.
Demikian disampaikan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan saat menyampaikan keterangan pers seusai rapat terbatas penanganan pandemi Covid-19, Senin (12/7/2021). Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin serta Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono turut pula menyampaikan keterangan pers di kesempatan tersebut.
”Tadi sudah diputuskan juga mengenai oksigen. Oksigen memang awal-awal ini ada masalah karena peningkatan permintaan lebih tinggi. Tapi sekarang ditata, sudah semakin baik, oleh Kementerian Kesehatan dan juga saya kira dibantu oleh PUPR, dibantu BUMN, sehingga (masalah oksigen) ini saya kira dalam minggu ini, akhir, mestinya kita tidak terlalu ada masalah,” kata Luhut.
Luhut mengatakan, proses impor 40.000 ton oksigen cair tersebut untuk berjaga-jaga walaupun kebutuhan tidak sebanyak itu. Langkah berjaga-jaga dinilai lebih bagus dijalankan melihat tren dunia, seperti perkembangan di Amerika dan Inggris, yang meningkat tajam.
”Menyangkut hal itu juga, Presiden sudah setuju kita akan impor oxygen concentrator sehingga mengurangi penggunaan liquid oxygen, itu 50.000 tabung. Dan sekarang kita sudah punya mungkin beberapa ribu, mungkin dekat 10.000, dan itu akan kita bagikan untuk digunakan di kasus-kasus yang ringan,” kata Luhut.
Konsentrator oksigen itu nantinya dimungkinkan untuk dipinjamkan ke rumah-rumah dan dapat diambil kalau sudah selesai digunakan. ”Itu 5 liter, jadi bisa digunakan selama 5 hari. Dan saya kira kalau nanti, insya Allah, kasus Covid selesai itu masih bisa dibagikan ke sejumlah rumah sakit kita,” ujar Luhut.
Menkes Budi Gunadi Sadikin mengatakan, pembukaan impor oksigen merupakan salah satu cara pemerintah memperbanyak pasokan oksigen. Impor oksigen tersebut sudah diizinkan Presiden melalui Kementerian Perindustrian. ”(Impor oksigen) Itu bisa menambah 600-700 ton per hari,” katanya.
Budi Gunadi mengatakan, ada pula bantuan dari perusahaan-perusahaan besar. Bantuan dari perusahaan-perusahaan industri yang memiliki kelebihan pasokan atau kapasitas oksigen, 360-460 ton per hari, yang juga dikoordinasikan dengan Kemenperin akan dipakai.
”Dan yang ketiga, strateginya (adalah) pemerintah akan mengimpor banyak oxygen concentrator. Di mana, sebenarnya ini adalah alat kecil, harganya 600-800 dollar AS, yang bisa dipasang di rumah sakit dan rumah-rumah untuk memproduksi oksigen dari udara. (Hal) Yang penting ada koneksi listriknya,” ujar Budi.
Prioritas
Sementara itu, Muhammadiyah Covid-19 Command Center (MCCC) pada Senin (12/7/2021) mengeluarkan pernyataan sikap terkait perkembangan situasi terkini penanganan Covid-19 di Tanah Air. Keselamatan dokter dan tenaga kesehatan serta pasokan oksigen mesti menjadi prioritas pemerintah.
Wakil Ketua MCCC Aldila mengatakan, keterbatasan oksigen dan komoditas kesehatan lainnya adalah situasi yang harus menjadi perhatian khusus. Banyak rumah sakit saat ini mengeluhkan pasokan oksigen yang suplainya tidak pasti.
”Sejumlah rumah sakit sudah berkoordinasi dengan para rekanan supplier (pemasok) oksigen dan dinas kesehatan setempat. Bahkan, banyak rumah sakit saat ini mengisikan tabung oksigennya sendiri ke tempat refill atau pengisian ulang tabung oksigen,” kata Aldila.
Rumah sakit pun banyak yang sudah melakukan upaya memperpanjang usia stok oksigen, triase bencana, mengurangi suplai kepada pasien secara merata, dan sebagainya. Namun, lanjut Aldila, kasus yang begitu tinggi mengakibatkan hal-hal yang dilakukan rumah sakit tersebut masih belum memadai.
Di sisi lain, obat-obatan untuk penanganan Covid-19 sudah mulai terbatas, baik di pasaran maupun di rumah sakit. ”Bilamana hal-hal (ini) tidak diintervensi secara adekuat, layanan kesehatan di Indonesia akan kolaps,” ujar Aldila.
Melihat situasi demikian, Aldila merekomendasikan kepada pemerintah agar segera mengambil sejumlah langkah taktis supaya situasi dapat segera dikendalikan. Pertama, pemerintah mesti segera mengidentifikasi proyeksi kebutuhan oksigen untuk penanganan Covid-19 secara nasional, khususnya Jawa dan Bali.
Kedua, mengidentifikasi kemampuan produksi, distribusi, dan kapasitas maksimal penyedia gas medis oksigen di Indonesia, khususnya Jawa dan Bali. Apabila kapasitas maksimal yang telah mereka lakukan tersebut tidak dapat memenuhi kebutuhan, pemerintah harus mencari jalan keluar lain, seperti bantuan luar negeri dan impor.
Ketiga, menjamin perusahaan penyedia oksigen untuk dapat meningkatkan kapasitas produksi dan distribusi serta menjaga stabilitas harga. Keempat, memantau secara ketat proses produksi dan distribusi oksigen oleh perusahaan penyedia oksigen.
Kelima, menjadikan tempat produksi atau pengisian oksigen dan rumah sakit sebagai obyek vital negara. Keenam, pengawalan kepolisian di tempat produksi, rumah sakit, dan kendaraan distribusi oksigen dibutuhkan khususnya untuk pasokan oksigen bagi rumah sakit dengan keadaan kritis atau kehabisan oksigen. Terkait keterbatasan obat, Aldila juga merekomendasikan langkah-langkah serupa.
Aldila pun mengucapkan belasungkawa atas wafatnya sejumlah tenaga kesehatan (nakes) dan relawan yang gugur dalam penanganan Covid-19. Berdasarkan data Ikatan Dokter Indonesia, sampai 8 Juli 2021, terdata 458 dokter meninggal. Khusus Juli sudah 35 dokter yang meninggal.
Hal lain yang menjadi sorotan Aldila adalah lonjakan kasus terkonfirmasi Covid-19. Pada 8 Juli 2021 jumlah kasus terkonfirmasi mencapai rekor tertinggi, yakni 38.391 kasus. Pada 11 Juli 2021 angka kematian mencapai 1.007 kasus.
Penambahan kasus tersebut adalah pasien yang dideteksi melalui tes PCR. Di sisi lain, masih banyak lagi pasien-pasien yang isolasi mandiri dan/atau di luar rumah sakit yang menderita Covid-19 berdasarkan kondisi klinis dan tes cepat antigen.
”Semakin tingginya angka kematian menggambarkan bahwa pasien-pasien dengan kondisi sedang-berat juga tinggi. Konsekuensinya, kebutuhan oksigen semakin meningkat dengan sangat pesat,” kata Aldila.