Penyerapan Anggaran Kesehatan di Daerah Rendah, Simpanan Pemda Menumpuk hingga Rp 172,55 Triliun
Ruang fiskal di daerah masih cukup luas untuk penanganan Covid-19.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah menyayangkan endapan dana di daerah yang menyebabkan penyaluran anggaran untuk penanganan Covid-19 menjadi kurang optimal. Pemerintah daerah diharapkan lebih progresif dalam pengalokasian anggaran dan optimalisasi sumber pendanaan di daerah.
Saat dihubungi Kompas, Kamis (8/7/2021), Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Astera Primanto Bhakti menyayangkan pola belanja pemda yang masih kerap menumpuk penyerapan anggaran hingga menjelang akhir tahun di tengah upaya penanganan pandemi Covid-19.
Hal tersebut, kata Primanto, tecermin dari saldo rekening pemda yang memuncak di bulan Oktober 2020 yang totalnya mencapai Rp 250 triliun-Rp 300 triliun. Saldo anggaran tersebut mulai menurun dua bulan selanjutnya meskipun masih terhitung tinggi di kisaran Rp 96 triliun-Rp 100 triliun.
”Dalam situasi pandemi ini seharusnya ada perubahan pola belanja dengan mendorong realisasi pembayaran tanpa menunggu akhir tahun, serta yang paling penting laporkan kepada kami (pemerintah pusat) sehingga dapat menjadi masukan dalam mengambil kebijakan,” ujarnya.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, total simpanan pemda di perbankan pada akhir Mei 2021 mencapai Rp 172,55 triliun. Rinciannya total simpanan pemda tingkat provinsi sebesar Rp 55,02 triliun, pemda kota Rp 27,36 triliun, dan pemda kabupaten senilai Rp 90,17 triliun.
Dari data saldo rekening pemda di bank, kata Primanto, terlihat ruang fiskal di daerah masih cukup luas untuk penanganan Covid-19. Namun, faktanya, dari total dana untuk penanganan Covid di daerah sebesar Rp 50,1 triliun, yang terealisasi hanya 22,93 persen.
”Jadi, daerah drharusnya lebih progresif lagi dalam rangka melakukan refocusing anggarannya dengan memprioritaskan penanganan Covid-19, termasuk optimalisasi sumber pendanaan yang ada di daerah,” kata Primanto.
Senada dengan Primanto, ekonom Core, Yusuf Rendy Manilet, menyayangkan tren peningkatan simpanan pemda di perbankan yang terlihat sejak awal 2021. Padahal, realisasi alokasi belanja di daerah juga memiliki signifikansi pada eksekusi belanja pemerintah untuk proses pemulihan ekonomi.
”Bentuk pemulihan ekonomi nasional harus ditopang oleh pemulihan ekonomi di daerah dan pemulihan ekonomi di daerah bisa bekerja secara optimal kalau pemerintah daerah melakukan belanja secara optimal,” kata Yusuf.
Adapun pemulihan ekonomi nasional sangat bersandar pada belanja pemerintah di kala pandemi Covid-19. Yusuf mencatat seluruh negara, termasuk Indonesia, mengalokasikan 2,5-5 persen anggarannya terhadap PDB untuk menangani dampak pandemi Covid-19.
Dihubungi secara terpisah, Pelaksana Tugas Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Arman Suparman menilai, paradigma money follow program atau anggaran bergantung pada program yang ditanamkan pemerintah pusat belum optimal dijalankan pemda.
”Dalam konteks penanganan pandemi, pemda belum memiliki fokus yang jelas. Di samping itu, basis data di sejumlah pemda masih belum terorganisasi dengan baik sehingga berujung pada kesulitan dalam mengalokasikan program-program kerja,” ujarnya.
Arman menyarankan pemerintah pusat untuk mengalokasikan insentif khusus kepada pemda yang mampu melengkapi persyaratan dan menyalurkan dana Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD). Insentif tersebut diharapkan dapat efektif untuk merangsang pemda lainnya dalam mempercepat kelengkapan persyaratan dan penyaluran TKDD.
Desain ulang
Primanto menambahkan, Kementerian Keuangan saat ini tengah mendesain ulang dana sebesar Rp 49,9 triliun dalam pelaksanaan anggaran TKDD tahun anggaran 2021 untuk memenuhi pembiayaan penanganan pandemi Covid-19.
Anggaran yang akan diputar dengan skema realokasi dan refocusing tersebut setara dengan 6,27 persen dari pagu TKDD dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2021 sebesar Rp 795,5 triliun.
Primanto menjelaskan, total dana realokasi dan refocusing TKDD tersebut terdiri atas empat sumber. Pertama, DAU/DBH diharapkan terkumpul sebesar Rp 35,1 triliun atau setara dengan 8 persen dari alokasi DAU/DBH tahun ini. Kedua, Dana Insentif Daerah (DID) sejumlah Rp 5,8 triliun atau sama dengan 30 persen dari total pagu tahun ini.
Sementara ketiga, dana desa sebesar Rp 5,7 triliun, yakni sama dengan 8 persen dari total pagu dana desa sepanjang 2021. Adapun keempat, bantuan operasional kesehatan (BOK) sebesar Rp 3,3 triliun, sekitar 8 persen dari pagu.
”Upaya realokasi dan refocusing anggaran TKDD tersebut telah memperhatikan fiskal daerah. Adapun jumlah disebut ditetapkan berdasarkan perkembangan kinerja di tahun ini,” ujarnya.