Perusahaan diperkirakan bakal lebih berhati-hati untuk menerbitkan surat utang pada semester II-2021. Lonjakan kasus Covid-19 dan pembatasan kegiatan masyarakat di dalam negeri dinilai menopang ketidakpastian situasi.
Oleh
Joice Tauris Santi
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Situasi yang tidak menentu pada semester II-2021, baik eksternal maupun internal, seperti langkah bank sentral Amerika Serikat dan lonjakan penderita Covid-19 di Indonesia, membuat perusahaan menunda penerbitan obligasi. Korporasi akan berhati-hati dalam menerbitkan surat utang.
Di sisi lain, investor obligasi terlihat menunggu kepastian. Situasi seperti ini memperlambat pemulihan ekonomi Indonesia. Pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat di Jawa dan Bali juga membuat persepsi investor terhadap risiko investasi di Indonesia meningkat. Akibatnya, serapan surat utang korporasi berpotensi turun.
”Ketidakpastian seperti ini membuat korporasi berpikir dua kali sebelum melakukan emisi surat utang. Sebagian besar perusahaan belum melakukan ekspansi, cuma mempertahankan operasional, jadi belum perlu tambahan modal,” kata Direktur Utama PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) Salyadi Saputra dalam diskusi secara daring di Jakarta, Kamis (8/7/2021).
Kenaikan risiko pasar dapat membuat arus dana keluar dari pasar obligasi. Tidak hanya obligasi korporasi, obligasi negara juga akan terimbas, yaitu terjadi kenaikan imbal hasil. ”Kalau imbal hasil surat utang negara naik, imbal hasil dan kupon obligasi korporasi juga akan menjadi semakin tinggi lagi,” kata Salyadi.
Kalaupun ada perusahaan yang menerbitkan obligasi pada semester kedua ini, sebagian besar bertujuan untuk melakukan pembiayaan kembali (refinancing) obligasi yang sudah ada. Salyadi memperkirakan, pada paruh kedua tahun 2021, sektor perbankan dan multifinance tidak banyak menerbitkan obligasi karena masih sangat likuid.
Sepanjang semester I-2021, jumlah penerbitan obligasi korporasi mencapai Rp 43,37 triliun, meningkat dari periode yang sama tahun 2020 yang sebesar Rp 30,03 triliun. Pefindo menerima mandat pemeringkatan obligasi korporasi yang belum terealisasi sebesar Rp 75,58 triliun.
Pada awal tahun 2021, Pefindo memproyeksikan penerbitan obligasi korporasi tahun 2021 akan berkisar Rp 122 triliun sampai Rp 159 triliun. Perhitungan ini terkait dengan surat utang yang jatuh tempo pada tahun 2021 sebesar Rp 125,4 triliun.
”Tetapi melihat perkembangan dan kondisi pasar, kami akan merevisi dalam waktu dekat,” ujar Salyadi.
Pasar saham
Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas, Martha Christina, optimistis kinerja keuangan emiten pada triwulan II-2021 ini dapat mendorong Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tetap bertahan di atas level 6.000, bahkan cenderung menguat ke 6.195 pada triwulan II-2021.
Meskipun kasus Covid-19 terus bertambah dan mencapai rekor, pasar saham sudah memasukkan faktor tersebut. Martha mengatakan, indeks masih mampu naik 0,6 persen pada Juni lalu.
”Kemarin ada Lebaran juga puasa, jadi laporan keuangan emiten pada kuartal kedua masih baik. Pada kuartal kedua tahun lalu, emiten tertekan karena pandemi Covid-19 dimulai pada Maret. Jadi, kinerja pada kuartal kedua tahun ini akan lebih baik,” ujar Martha.
Pendukung lain adalah akan aksi korporasi emiten, seperti merger, right issue, dan akuisisi. Tidak hanya kinerja emiten, tetapi kondisi perekonomian secara makro pun membaik. Seperti data Purchasing Manager Index (PMI) yang naik, penjualan eceran meningkat serta membaiknya indeks kepercayaan konsumen.