Pasar Surat Utang Negara di Semester II-2021 Menjanjikan
Tingginya sentimen ekspektasi pemulihan ekonomi dalam negeri masih akan mendorong investor asing masuk ke pasar SUN kendati masih akan dibayangi potensi percepatan pengetatan moneter the Fed.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Pasar surat utang negara diproyeksi akan memasuki periode penguatan harga pada paruh kedua tahun 2021. Sejumlah sentimen negatif dari eksternal yang membayangi pasar surat utang negara akan terbendung oleh tingginya ekspektasi pasar terhadap pemulihan ekonomi Indonesia pada tahun ini.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, volatilitas pergerakan harga surat utang negara (SUN) sepanjang semester I-2021 cenderung tinggi. Harga SUN melemah pada Februari dan Maret, tecermin pada meningkatnya imbal hasil (yield). Bahkan, pada Maret, imbal hasil surat berharga negara (SBN) bertenor 10 tahun sempat menyentuh 6,79 persen sebelum kembali turun pada April dan Mei.
Dihubungi Senin (5/7/2021), VP Economist PT Bank Permata Tbk Josua Pardede mengatakan tren kenaikan imbal hasil SUN pada semester I-2021 sedikit banyak dipengaruhi oleh tren penguatan inflasi Amerika Serikat (AS) yang telah mendorong kenaikan imbal hasil SUN pemerintah AS (US Treasury).
Tren kenaikan imbal hasil SUN pada semester I-2021 sedikit banyak dipengaruhi oleh tren penguatan inflasi Amerika Serikat (AS) yang telah mendorong kenaikan imbal hasil SUN pemerintah AS (US Treasury)
Pasar SUN pada semester II-2021, lanjut Josua, masih akan dibayangi oleh ketidakpastian arah pemulihan ekonomi AS, juga potensi percepatan pengetatan moneter the Fed. Namun, sentimen dari domestik terbilang positif karena ekspektasi pemulihan ekonomi dalam negeri masih tinggi sehingga mendorong investor asing masuk ke pasar SUN.
“Meskipun dibayangi Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat, ekspektasi pasar terhadap pemulihan ekonomi Indonesia pada tahun ini masih cukup baik. Diperkirakan yield SUN 10 tahun hingga akhir tahun akan bergerak turun ke kisaran 6,3 persen–6,5 persen,” katanya.
Stabilitas dari pasar SUN pada paruh kedua tahun ini juga akan ditopang oleh imbal hasil US Treasury yang stabil serta pergerakan suku bunga global dan domestik yang tetap berada di level rendah. Kedua faktor ini akan ditopang dengan pelonggaran likuiditas di dalam negeri.
Berdasarkan catatan World Government Bonds, imbal hasil SUN tenor 10 tahun kini berada di level 6,69 persen, turun 18,2 basis poin dalam sebulan terakhir.
Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan RI, berencana melaksanakan lelang Surat Utang Negara (SUN) pada Selasa (6/7/2021), untuk memenuhi sebagian target dari pembiayaan APBN 2021.
Dalam lelang ini pemerintah mempunyai target indikatif Rp 33 triliun dengan target maksimal Rp 49,5 triliun dari tujuh seri yang ditawarkan.
Merujuk dari laman Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, ketujuh seri SUN yang akan dilelang adalah seri Surat Perbendaharaan Negara (SPN) serta tarif tetap (fixed rate/FR).
Risiko terkendali
Sejak awal Januari hingga akhir Juni 2021, pemerintah sudah menerbitkan SBN Rp 687,3 triliun. Head of Fixed Income Analyst Mandiri Sekuritas Handy Yunianto menilai, pemerintah masih perlu menerbitkan SBN sebesar Rp 858 triliun pada semester II-2021.
Dia mengatakan risiko pasokan SUN di pasar keuangan domestik masih dalam kendali karena dukungan dari dalam negeri masih kuat. Hal ini terutama berasal dari perbankan yang sudah mencatatkan total pembelian obligasi senilai Rp 254 triliun atau 50,1 persen dari total penerbitan.
Di samping itu, Bank Indonesia dan lembaga keuangan nonperbankan mencatatkan net buy Rp 120,1 triliun dan Rp 97,1 triliun selama tahun berjalan. “Kami perkirakan penerbitan obligasi pemerintah pada semester II-2021 akan datang dari penerbitan lelang reguler, obligasi global, obligasi ritel, dan private placement,” kata Handy.
Handy memperkirakan tren penawaran masuk terhadap SUN pada paruh kedua tahun ini meningkat seiring dengan kenaikan permintaan dari investor dalam negeri maupun asing. Peningkatan penawaran akan menyebabkan partisipasi BI di lelang SBN mengalami tren penurunan.
“Artinya bank sentral masih memiliki amunisi yang banyak untuk melakukan pembelian SBN jika terjadi gejolak lagi di pasar,” ujar Handy.