Tekanan terhadap Pasar Obligasi Diyakini Hanya Sementara
Pasar surat utang negara yang diterbitkan pemerintah Indonesia diproyeksikan menguat seiring dengan kembalinya investor asing dari pasar obligasi Pemerintah Amerika Serikat.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah sentimen negatif masih membayangi pasar obligasi atau surat utang Pemerintah Indonesia. Namun, tren rendahnya hasil lelang surat utang negara diproyeksi tidak akan berlangsung lama. Ke depan, pasar obligasi dalam negeri diprediksi kembali perkasa dipengaruhi surat utang Pemerintah Amerika Serikat yang akan segera memasuki periode penurunan imbal hasil.
Pemerintah akan melelang surat utang negara (SUN) dalam mata uang rupiah untuk memenuhi sebagian dari target pembiayaan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2021. Untuk memenuhi sebagian dari target pembiayaan tersebut, pemerintah kembali menggelar lelang SUN pada Selasa (30/3/2021).
Lelang ini dibuka pada pukul 09.00 WIB dan ditutup pukul 11.00 WIB. Sementara tanggal penyelesaian jatuh pada Kamis, 1 April 2021. Di mana, penjualan SUN tersebut akan dilaksanakan dengan menggunakan sistem pelelangan yang diselenggarakan oleh BI.
Direktur Surat Utang Negara Direktorat Jenderal Pembiayaan dan Pengelolaan Risiko Kementerian Keuangan Deni Ridwan mengatakan, pada lelang Selasa ini, jumlah penawaran yang disampaikan peserta lelang sebesar Rp 33,95 triliun. Dari hasil tersebut, pemerintah memenangi penawaran sebesar Rp 4,75 triliun.
Jumlah tersebut turun dari lelang pada 16 Maret 2021 yang kala itu jumlah penawaran yang masuk Rp 40,08 triliun. Dari hasil tersebut, pemerintah memenangi sebanyak Rp 18,9 triliun.
”Jumlah penawaran di setiap lelang cenderung turun karena dampak dari kondisi pasar surat berharga negara (SBN) yang saat ini sedang dipengaruhi sentimen kenaikan imbal hasil US Treasury,” ujar Deni.
Jumlah penawaran di setiap lelang cenderung mengalami penurunan karena dampak dari kondisi pasar SBN yang saat ini sedang dipengaruhi sentimen kenaikan imbal hasil US Treasury.
Sejak awal 2021, pemerintah telah melakukan tujuh kali lelang SUN. Pada lelang SUN perdana pada 5 Januari 2021, pemerintah berhasil menghimpun penawaran sebesar Rp 97,168 triliun dan memenangi Rp 41 triliun.
Jumlah penawaran kemudian turun pada lelang 19 Januari 2021. Kala itu, pemerintah mengumpulkan penawaran sebanyak Rp 55,294 triliun dan menyerap Rp 24,25 triliun. Pada lelang 2 Februari 2021, jumlah penawaran yang masuk membaik setelah pemerintah menghimpun Rp 83,79 triliun dan menyerap Rp 35 triliun.
Hasil lelang pada 16 Februari 2021 kembali turun setelah mengumpulkan penawaran sebanyak Rp 60,84 triliun. Dari jumlah tersebut, pemerintah memutuskan untuk menyerap dana sebesar Rp 30 triliun. Tren negatif tersebut berlanjut pada lelang 2 Maret 2021 dengan hasil penawaran Rp 49,73 triliun dan penyerapan Rp 17 triliun.
Dihubungi secara terpisah, Associate Director Fixed Income Anugerah Sekuritas Ramdhan Ario Maruto optimistis imbal hasil US Treasury akan turun dalam waktu dekat. Penurunan itu akan didorong oleh efek paket stimulus ekonomi AS.
Di sisi lain, prospek penguatan pasar obligasi Indonesia akan ditopang oleh kebijakan-kebijakan Bank Indonesia (BI) yang akomodatif terhadap pasar surat utang. ”Salah satu langkah BI yang diapresiasi investor asing terhadap pasar SUN Indonesia adalah memperbolehkan sektor perbankan masuk dalam lelang SUN,” ujarnya.
Salah satu langkah BI yang diapresiasi investor asing terhadap pasar SUN Indonesia adalah memperbolehkan sektor perbankan masuk dalam lelang SUN.
Berdasarkan data dari laman World Government Bonds pada 30 Maret 2021, tingkat imbal hasil SUN Indonesia tenor 10 tahun berada di kisaran 6,827 persen. Dalam sebulan terakhir, pergerakan imbal hasil SUN Indonesia terpantau melemah 15 basis poin. Adapun imbal hasil US Treasury bertenor 10 tahun diperdagangkan pada level 1,771 persen, tertinggi dalam beberapa tahun terakhir.
Kenaikan imbal hasil US Treasury belakangan ini, lanjut Ramdhan, memicu para investor asing memindahkan dana mereka dari pasar negara berkembang, termasuk Indonesia, menuju AS. Hal ini terjadi karena tingkat likuiditas di pasar AS jauh lebih besar dibandingkan Indonesia.
Head of Economics Research Pefindo Fikri C Permana menuturkan, imbal hasil US Treasury kemungkinan turun ke kisaran 1,2 persen hingga 1,3 persen pada akhir 2021. Pasalnya, prospek konsumsi maasyarakat AS yang belum akan tumbuh dan membuat laju inflasi terjaga.
”Kebijakan pembagian beban BI dengan instansi terkait serta inflasi yang terjaga sepanjang tahun ini juga akan membuat pasar obligasi Indonesia masih menarik hingga akhir tahun ini,” ujarnya.