Kolaborasi Percepat Digitalisasi Sistem Pembayaran Indonesia
Untuk menyukseskan digitalisasi sistem pembayaran, pemerintah berharap para pelaku industri saling berkolaborasi, mulai dari perbankan sampai perusahaan teknologi finansial.
Oleh
Mediana
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Digitalisasi sistem pembayaran diyakini mampu mengakselerasi inklusi keuangan di masyarakat. Harapannya, kesejahteraan masyarakat bisa meningkat.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo saat menghadiri peringatan ulang tahun operasional kedua LinkAja, Rabu (30/6/2021), di Jakarta, menyebutkan beberapa indikator sistem pembayaran digital di Indonesia yang terus mengalami pertumbuhan. Sebagai contoh, transaksi uang elektronik mencapai Rp 23,7 triliun per Mei 2021 atau tumbuh 57,4 persen.
Volume transaksi bank digital tumbuh 56,5 persen, sedangkan nilai transaksinya tumbuh 66,4 persen. Adapun volume transaksi nontunai melalui standar kode baca cepat Indonesia (QRIS) naik 210,4 persen dan pertumbuhan nilai transaksinya sebesar 307 persen.
Digitalisasi sistem pembayaran tetap mengacu pada cetak biru sistem pembayaran digital di Indonesia. Dia berharap semua penyelenggara sistem pembayaran mengikuti arahan kebijakan yang tertuang dalam cetak biru. Untuk jangka pendek, target 12 juta mitra pedagang menerapkan QRIS mesti tercapai. Asosiasi penyelenggara sistem pembayaran bersama asosiasi lain terkait, seperti teknologi finansial, semestinya berkolaborasi mengimplementasikan QRIS, khususnya kepada UMKM.
”Dalam waktu dekat, realisasi standardisasi open application programming interfaces atau open API akan diterapkan. Open API memperkuat keterhubungan antarpelaku jasa keuangan,” ujarnya.
Perry juga berharap semua pelaku industri dalam ekosistem sistem pembayaran mendukung reformasi regulasi yang telah ditetapkan pada awal tahun 2021. Dalam waku dekat, katanya, akan ada peraturan BI untuk infrastruktur pembayaran dan jasa sistem pembayaran. Keduanya bertujuan menguatkan integrasi hulu-hilir transaksi digital, baik dari perbankan digital, penyelenggara teknologi finansial, maupun platform perdagangan secara elektronik atau e-dagang.
Menteri Badan Usaha Milik Negera (BUMN) Erick Thohir mengatakan, Indonesia mempunyai potensi besar pada ekonomi digital, terutama dari sisi produk teknologi finansial. Di tengah situasi pandemi Covid-19, peluang menggarap potensi itu bisa dimaksimalkan. Seperti saran Bank Indonesia, pengelola teknologi sistem pembayaran bisa mendukung UMKM memanfaatkan pembayaran nontunai melalui perbankan digital ataupun QRIS.
Sesama penyelenggara teknologi sistem pembayaran bisa berkolaborasi.
Sesama penyelenggara teknologi sistem pembayaran bisa berkolaborasi. Erick mencontohkan LinkAja yang telah mendapat investasi dari Grab dan Gojek. Hal itu semestinya dioptimalkan untuk mendigitalkan cara bertransaksi para mitra pedagang, khususnya UMKM.
Kementerian BUMN tengah memetakan perkembangan teknologi digital baru. Salah satunya berupa alat tukar digital (digital currency). Dia berharap perusahaan-perusahaan pelat merah bisa masuk ke dalam ekosistem itu. Dia telah menggelar rapat dengan Peruri dan Telkom untuk membicarakan isu itu.
”Suka tidak suka, kita semua akan masuk ke era itu (digitalcurrency). Apalagi, teknologi akses seluler 5G telah mulai digelar di Indonesia,” kata Erick.
Direktur Utama LinkAja Haryati Lawidjaja menyampaikan, sampai Juni 2021, jumlah pengguna terdaftar LinkAja mencapai 71 juta orang, sementara pengguna teregistrasi full service 3,5 juta orang. Lebih dari setengah total pengguna berdomisili di kota tier dua dan tiga atau kota-kota di Indonesia yang dianggap sedang mengalami pertumbuhan konsumen kelas menengah dan sarana infrastruktur.
Pada periode yang sama, mitra pengelola donasi digital mencapai 47.000 institusi atau naik 220 persen dibandingkan setahun sebelumnya. Jumlah pasar tradisional yang telah menggunakan LinkAja sebanyak 750 pasar di seluruh Indonesia atau naik 70 persen. Adapun mitra LinkAja yang berstatus lokapasar telah bertumbuh 378 persen atau menjadi 7.500 institusi.
Jumlah mitra pedagang nasional hingga Juni 2021 tercatat 400.000 orang atau naik 72 persen dibandingkan setahun sebelumnya. Sementara jumlah mitra pedagang yang termasuk pelaku UMKM mencapai 1,1 juta usaha atau naik 104 persen.
Berdasarkan riset yang dilakukan LinkAja bersama Kadence International, 82 persen mitra UMKM memakai LinkAja untuk membeli pulsa, 76 persen untuk transfer saldo ke rekening bank, dan 57 persen untuk menarik uang.
”Pandemi Covid-19 membawa tantangan tersendiri bagi UMKM dan penjual di pasar tradisional. Agar tetap bisa meraup pendapatan, mereka memasarkan produk mereka melalui platform daring dan transaksi menggunakan LinkAja,” ujarnya.
Pandemi Covid-19 membawa tantangan tersendiri bagi UMKM dan penjual di pasar tradisional. Agar tetap bisa meraup pendapatan, mereka memasarkan produk mereka melalui platform daring dan transaksi menggunakan LinkAja.
Menurut Haryati, rencana strategis perusahaan untuk tahun berikutnya masih akan berkutat pada meningkatkan inklusi keuangan bagi warga di kota-kota kecil. Selain kemudahan sistem bertransaksi, dia menyebut, LinkAja juga akan memperkuat produk solusi bisnis bagi mitra pedagang di daerah tersebut, seperti pengumpulan kas dan pencairan insentif.
Sejalan dengan kebijakan Bank Indonesia, LinkAja mendukung upaya digitalisasi UMKM di destinasi pariwisata. Digitalisasi yang dimaksud berupa cara mereka melakukan pembayaran.
”Kami tetap akan memperluas implementasi QRIS kepada para mitra yang sudah ada ataupun baru. Per Juni 2021, lebih dari 1 juta mitra kami telah menggunakan QRIS,” imbuh Haryati.
Seperti diketahui, pemegang saham LinkAja meliputi Telkomsel, BRI, Bank Mandiri, BNI, Pertamina, PT Kereta Api Indonesia (Persero), Danareksa, Jiwasraya, dan Taspen. Kemudian, pada November 2020, Grab masuk sebagai pemegang saham strategis dan disusul Gojek pada Februari 2021.
Survei Otoritas Jasa Keuangan tahun 2019 menunjukkan, indeks inklusi keuangan sebesar 76,19 persen. Ini melebihi target yang ditetapkan, yaitu sebesar 75 persen.