Kementerian Keuangan Pangkas Tarif Ekspor Produk Kelapa Sawit
Batas bawah harga referensi CPO menjadi 750 dollar AS. Setiap 50 dollar AS kenaikan harga CPO, akan ada kenaikan dua tarif, yaitu 20 dollar AS per ton untuk CPO dan 16 dollar AS per ton untuk setiap produk turunannya.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah memangkas tarif pajak ekspor untuk produk minyak kelapa sawit mentah dan turunannya. Langkah ini bertujuan untuk meningkatkan daya saing serta mendorong ekspor minyak kelapa sawit mentah dan turunannya.
Dalam siaran pers yang diterima Kompas, Selasa (29/6/2021), Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan Rahayu Puspasari menyampaikan, dasar pertimbangan penyesuaian tarif layanan pungutan ekspor adalah untuk meningkatkan daya saing produk kelapa sawit Indonesia di pasar internasional.
Perubahan tarif, lanjut Rahayu, dilakukan dengan tetap memperhatikan kesejahteraan petani kelapa sawit dan keberlanjutan program pengembangan industri sawit nasional. Sejumlah program yang dimaksud di antaranya perbaikan produktivitas di sektor hulu melalui peremajaan perkebunan kelapa sawit serta penciptaan pasar domestik melalui dukungan mandatori biodiesel.
”Besaran tarif pungutan ekspor produk kelapa sawit, termasuk minyak kelapa sawit mentah (CPO) dan produk turunannya, ditetapkan berdasarkan harga referensi Kementerian Perdagangan,” ujarnya.
Kebijakan penurunan pungutan tertera dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 76 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 57 Tahun 2020 tentang Tarif Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit. Regulasi ini diundangkan pada 25 Juni 2021 dan berlaku pada tujuh hari setelahnya atau 2 Juli 2021.
Aturan yang berlaku sebelum PMK Nomor 76 Tahun 2021 adalah PMK Nomor 191 Tahun 2020 tentang Perubahan atas PMK Nomor 57 Tahun 2020 tentang Tarif Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit pada Kementerian Keuangan.
Dalam peraturan yang baru, batas bawah harga referensi CPO berubah dari 670 dollar AS per ton menjadi 750 dollar AS per ton. Sementara batas atas pungutan ekspor berubah dari sebelumnya 995 dollar AS menjadi 1.000 dollar AS.
Penurunan tarif berlaku untuk CPO beserta seluruh turunannya. Besaran tarif pungutan ekspor yang diamanatkan dalam peraturan baru beragam bergantung pada produk dan jenis layanannya.
Sebagai contoh untuk produk CPO dan crude palm olein, apabila harga referensi CPO di bawah 750 dollar AS per ton, tarif pungutan ekspornya sebesar 55 dollar AS per ton. Berikutnya, setiap peningkatan harga referensi CPO sebesar 50 dollar AS per ton, tarif pungutan ekspor naik 20 dollar AS per ton hingga harga menyentuh 1.000 dollar AS per ton.
Tarif ekspor untuk produk turunan akan lebih kecil. Untuk produk RBD palm oil, contohnya, apabila harga referensi CPO di bawah 750 dollar AS per ton, tarif pungutan ekspornya sebesar 25 dollar AS per ton. Berikutnya, setiap peningkatan harga referensi CPO sebesar 50 dollar AS per ton, tarif pungutan ekspor naik 16 dollar AS per ton hingga harga menyentuh 1.000 dollar AS per ton.
Sementara itu, Deputi II Bidang Pangan dan Agribisnis Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Musdhalifah Machmud mengatakan, pemerintah tengah berupaya mengubah posisi Indonesia dari eksportir CPO menjadi eksportir produk turunan minyak kelapa sawit mentah.
”Sejak beberapa tahun terakhir pemerintah telah menggelar berbagai kebijakan dalam mendorong percepatan hilirisasi industri sawit nasional,” ujarnya.
Berbagai kebijakan tersebut di antaranya insentif pajak, pengembangan kawasan industri integrasi industri hilir sawit dengan fasilitas/jasa pelabuhan, kebijakan bea keluar dan pungutan ekspor, serta kebijakan mandatori biodiesel untuk substitusi solar impor.
”Dengan berbagai kebijakan hilirisasi, jenis ragam produk hilir yang dihasilkan terus bertambah, dari semula berjumlah 70 produk pada 2011 naik menjadi 126 produk pada 2017, kemudian meningkat menjadi 170 produk pada 2020, dengan dominasi produk pangan dan bahan kimia,” kata Musdhalifah.