Konsumsi Data Internet Besar, Operator Telekomunikasi Seluler Belum Tentu Untung
Laju pertumbuhan konsumsi data internet yang eksponensial tidak selalu diikuti dengan pertumbuhan pendapatan.
Oleh
Mediana
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Laju pertumbuhan konsumsi data internet yang eksponensial tidak selalu diikuti dengan pertumbuhan pendapatan data. Operator telekomunikasi yang hanya mengandalkan berjualan kuota data internet tidak akan mampu meraup untung.
Ketua Laboratorium Telekomunikasi Radio dan Gelombang Mikro Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung (ITB) M Ridwan Effendi, Jumat (25/6/2021), di Jakarta, menyampaikan pandangan tersebut. Rerata pendapatan per pengguna (average revenue per user/ARPU) untuk data internet bisa menjadi salah satu indikator melihat pertumbuhan pendapatan data internet. ARPU data internet sejauh ini tidak pernah naik dua sampai enam kali lipat.
”Pelanggan di Indonesia tidak akan bisa membayar tarif data internet jika nilai tarifnya dinaikkan terlalu eksponensial. Masyarakat umumnya hanya mau membayar 30 persen lebih mahal,” ujarnya.
Mengutip laporan riset Telecom Sector: A Good Change of Direction yang dikeluarkan oleh Trimegah Sekuritas bulan lalu, pertumbuhan pendapatan data tiga operator telekomunikasi seluler nasional, yakni Telkomsel, XL Axiata, dan Indosat Ooredoo, sebesar 11,3 persen pada tahun 2020 dibanding 2019. Adopsi 4G yang meningkat pesat disertai jumlah pelanggan menyebabkan konsumsi data tumbuh 46,7 persen pada periode yang sama.
Dalam laporan itu juga disebutkan, persaingan harga paket data internet yang masih ketat sepanjang 2020 menyebabkan yield data turun 24,1 persen dibanding tahun sebelumnya. Yield data adalah total pendapatan dari layanan yang telah dibagi dengan total lalu lintas konsumsi data internet.
Rata-rata konsumsi data internet per pengguna ponsel pintar di kawasan Asia Tenggara dan Oseania saat ini enam gigabit (GB) per bulan. Ericsson melalui laporan riset Ericsson Mobility Report edisi ke-20 (Juni 2021) memperkirakan, pada tahun 2026 seiring dengan semakin meratanya 4G dan meluasnya penggelaran 5G, rata-rata konsumsi data internet per pengguna ponsel pintar naik menjadi 39 GB per bulan. Rata-rata kenaikan konsumsi mencapai 36 persen per tahun.
Berdasarkan Ericsson Mobility Report edisi ke-20 (Juni 2021), jumlah pelanggan layanan telekomunikasi seluler (mobile subscription) di kawasan Asia Tenggara dan Oseania saat ini melampaui 1,1 miliar. Sebanyak dua juta di antaranya merupakan pelanggan layanan berteknologi akses seluler 5G.
Menurut Ridwan, operator telekomunikasi seluler semestinya semakin gencar bertransformasi digital. Karakteristik transformasi menyesuaikan dengan kondisi pemanfaatan data internet di Indonesia sehingga bisa memunculkan berbagai model bisnis baru. Misalnya, operator telekomunikasi menguatkan bisnis pusat data, benda terhubung internet, dan gim.
Equity Research Associate Bahana Sekuritas Jason Chandra, saat dihubungi terpisah, berpendapat, karena fundamental bisnis perusahaan telekomunikasi seluler adalah jaringan telekomunikasi, tidak heran jika fokus mereka masih menggarap paket data internet.
Riset Bahana Sekuritas menunjukkan, pendapatan industri telekomunikasi seluler tumbuh sekitar 6-7 persen pada 2020. Lalu lintas konsumsi data internet naik 34,7 persen, tetapi yield data turun 20,4 persen. Pendapatan khusus bisnis legacy (suara telepon dan SMS) untuk industri telekomunikasi seluler rata-rata turun hingga sekitar 20,8 persen pada periode yang sama.
”Fasilitas pusat data kini tengah menjadi tren bisnis. Pada dasarnya, operator telekomunikasi seluler di Indonesia bisa memperkuat investasi mereka ke situ sehingga bisa menopang pendapatan nonbisnis legacy. Apalagi, jika kelak operator telekomunikasi seluler gencar menggelar layanan 5G,” kata Jason.
Ketua Umum Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) Sarwoto Atmosutarno, secara terpisah, berpendapat, tersedianya layanan pita lebar telekomunikasi mendorong kecepatan akses internet semakin tinggi dan latensi semakin rendah. Situasi ini akan menarik semakin banyak konsumsi data internet untuk berbagai kebutuhan.
”Konsumen yang rasional biasanya akan berpikir apakah layanan data internet berkecepatan tinggi dan latensi rendah, seperti 4G dan 5G, bisa menambah untung aktivitas mereka sekaligus mengurangi ongkos atau tidak,” katanya.
Senada dengan Ridwan ataupun Jason, Sarwoto menegaskan, operator telekomunikasi seluler yang tidak maksimal memanfaatkan kelebihan teknologi 4G dan 5G tidak akan untung. Untuk kondisi Indonesia sekarang, menurut Sarwoto, perusahaan telekomunikasi seluler perlu bergegas punya integrasi bisnis secara vertikal ataupun horizontal.
”Keberadaan pemerintah bisa membantu industri telekomunikasi seluler tumbuh lebih baik. Misalnya, pemerintah mempercepat implementasi kebijakan industri generasi keempat atau 4.0,” imbuh Sarwoto.