Penertiban Distribusi Bahan Berbahaya Perlu Ditingkatkan
Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga sejak April 2021 menemukan 444 tautan penjualan produk prekursor, bahan berbahaya, serta botol-botol bekas produk kimia di sejumlah lokapasar.
Oleh
Mediana
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kasus penjualan bahan berbahaya di lokapasar kembali terulang. Padahal, upaya pengawasan sampai penindakan kasus secara berkala dilakukan oleh pemerintah bersama Asosiasi E-Commerce Indonesia atau idEA.
”Kami setiap minggu mengirimkan peringatan apabila ditemukan laporan kasus penjualan bahan berbahaya kepada penyedia platform lokapasar anggota asosiasi. Kami bahkan menginstruksikan agar menurunkan atau memblokir informasi penjualan sesegera mungkin,” ujar Ketua Umum idEA Bima Laga, Rabu (23/6/2021), di Jakarta.
Sebelumnya, Selasa (22/6/2021), Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengumumkan temuan hasil pengawasan Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga sejak April 2021. Temuan itu berupa 444 tautan penjualan produk prekursor, bahan berbahaya, serta botol-botol bekas produk kimia di sejumlah lokapasar.
Bima menyampaikan, sebagai asosiasi mitra pemerintah, idEA ikut mengawasi berbagai produk dan mengamankan barang yang diduga tidak sesuai regulasi pemerintah, tetapi dijual di lokapasar milik anggota asosiasi.
Setiap temuan tautan penjualan bahan berbahaya disampaikan ke anggota. Ketika tautan penjualan sudah diturunkan atau blokir, anggota asosiasi bersangkutan wajib lapor. Pihak Kemendag melalui Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga ikut memantau. Jika tautan masih ada, pengelola platform lokapasar terus diberikan peringatan.
”Peran kami bekerja sama dengan Kemendag untuk turut menertibkan. Daftar pengelola lokapasar yang diketahui menjadi asal tautan penjualan barang berbahaya dipegang oleh pihak Kemendag,” ujarnya.
Ketika tautan penjualan sudah diturunkan atau blokir, anggota asosiasi bersangkutan wajib lapor.
Bima menambahkan, idEA telah menandatangani nota kesepahaman dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Kerja sama ini memungkinkan idEA juga bertindak cepat ketika BPOM membagikan laporan temuan tautan penjualan bahan berbahaya di platform perdagangan secara elektronik, seperti menurunkan atau memblokir tautan penjualan.
Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga Kemendag Veri Anggrijono menyampaikan, temuan 444 tautan penjualan bahan berbahaya di sejumlah lokapasar terindikasi tidak sesuai dengan berat bersih dan jumlah dalam hitungan sesuai standar yang dipersyaratkan. Kejadian tersebut telah melanggar Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, UU Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, dan Peraturan Mendag Nomor 69 Tahun 2018 tentang Pengawasan Barang Beredar dan/atau Jasa. Tindakan seperti itu dapat diancam pidana penjara.
Kejadian tersebut telah melanggar Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, UU Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, dan Peraturan Mendag Nomor 69 Tahun 2018 tentang Pengawasan Barang Beredar dan/atau Jasa. Tindakan seperti itu dapat diancam pidana penjara.
Untuk dapat mendistribusikan, mengedarkan, ataupun menjual jenis bahan berbahaya, individu atau badan usaha wajib memiliki Surat Izin Usaha Perdagangan Bahan Berbahaya (SIUP-B2). Bagi distributor terdaftar bahan berbahaya, apabila tidak mengantongi SIUP-B2, pemerintah melarang mereka mengemas kembali. Ketentuan ini terangkum dalam Peraturan Mendag Nomor 75 Tahun 2014 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Mendag Nomor 44/M-DAG/PER/9/2009 tentang Pengadaan, Distribusi dan Pengawasan Bahan Berbahaya.
”Perdagangan bahan berbahaya sangat ketat pengawasannya secara luring. Kami menduga, oknum berusaha memanfaatkan platform e-dagang agar bisa memperdagangkan bahan berbahaya secara bebas tanpa harus memenuhi kewajiban hukum,” ujar Veri.
Veri menambahkan, pihaknya telah mengirim surat ke idEA untuk melarang anggotanya pemilik platform e-dagang untuk memperdagangkan bahan berbahaya. Mereka harus memastikan setiap mitra penjual memiliki legalitas sebagai bentuk komitmen positif menjaga iklim pasar e-dagang yang sehat.
Pada April 2021 terjadi kasus yang viral pembelian potasium sianida secara daring di sebuah lokapasar nasional tanpa terikat ketentuan hukum resmi. Pembelian bahan berbahaya itu diduga melatarbelakangi kasus sate beracun di Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Pada Desember 2020, BPOM bersama Mabes Polri berhasil mengungkap perkara pidana distribusi daring kosmetik ilegal mengandung bahan berbahaya merkuri. Pelaku memiliki akun daring dengan inisial DS dan menempati bangunan ruko yang difungsikan sebagai gudang di Rawalumbu, Bekasi, Jawa Barat. Nilai temuan itu mencapai Rp 800 juta.
Kepala BPOM RI Penny K Lukito saat dikonfirmasi mengenai temuan tautan penjualan bahan berbahaya dari Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tata Niaga Kemendag mengatakan masih akan cek apakah berkaitan juga dengan pengawasan BPOM.