Pebisnis Kosmetik Ilegal di Jakarta Utara Beromzet Ratusan Juta Rupiah Per Bulan
Pelaku memanfaatkan perdagangan daring untuk memasarkan produknya.
Oleh
JOHANES GALUH BIMANTARA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Personel Direktorat Tindak Pidana Narkoba Badan Reserse Kriminal Polri menggerebek tempat-tempat produksi, penyimpanan, dan penjualan kosmetik ilegal secara daring di Jakarta Utara yang diduga dikendalikan satu orang. Omzet dari bisnis haram itu berkisar Rp 300 juta-Rp 400 juta per bulan.
”Omzet per bulan itu diperoleh selama masa pandemi lewat penjualan onlinee-commerce,” tutur Direktur Tipid Narkoba Bareskrim Brigadir Jenderal (Pol) Krisno Holomoan Siregar, dalam keterangan tertulis, Selasa (19/1/2021). Menurut dia, pelaku menjual produk kosmetik ilegal dengan harga bervariasi, Rp 50.000-Rp 150.000 per jenis produk.
Usaha ilegal itu diduga milik seorang perempuan berinisial R alias I. Ia mengaku sudah menjalankan bisnisnya selama 20 tahun dengan mempekerjakan sejumlah karyawan. ”Tersangka tidak memiliki keahlian kefarmasian dalam melakukan kegiatan produksi kosmetik,” ujar Krisno.
Tersangka tidak memiliki keahlian kefarmasian dalam melakukan kegiatan produksi kosmetik.
Krisno menjelaskan, pihaknya pada awalnya memperoleh informasi masyarakat tentang adanya produksi kosmetik ilegal. Produk lantas diedarkan lewat sebuah salon kecantikan di Jakarta Utara dan perdagangan daring.
Petugas Subdirektorat 3 Dittipidnarkoba Bareskrim menindaklanjuti dengan penyelidikan. Rabu (13/1/2021) sekitar pukul 18.15, anggota datang ke IVA Skin Care di Jalan Pluit Kencana Raya, Pluit, Penjaringan, Jakarta Utara. Di sana mereka menemukan barang bukti kosmetik ilegal yang tidak memiliki izin edar serta sejumlah produk yang punya izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), tetapi kedaluwarsa.
Tim mendalami informasi lagi berdasarkan temuan itu dan berlanjut datang ke sebuah rumah di Jalan Bandengan Selatan, Kelurahan Pejagalan, Penjaringan. Rumah itu ternyata merupakan tempat produksi kosmetik ilegal. Bahan-bahan kimia serta peralatan dan mesin yang diduga untuk kebutuhan produksi disita.
Bahan kimia dari rumah itu di antaranya nipagin (bahan pengawet kosmetik), tawas, cetaceum, dan deksametason. Di masa wabah sekarang, deksametason tenar karena punya potensi untuk digunakan dalam penanganan pasien Covid-19 bergejala berat. Namun, pemakaiannya wajib berdasarkan rekomendasi dokter, tidak boleh digunakan secara bebas (Kompas, 30/6/2020).
Selain dua tempat tadi, polisi juga mendatangi salah satu unit di Pergudangan Sentra Industri Terpadu di Kamal Muara, Penjaringan. Tempat itu digunakan pula sebagai tempat produksi.
Krisno mengatakan, tersangka dipersangkakan melakukan tindak pidana bidang kesehatan karena memproduksi dan mengedarkan sediaan farmasi berupa beberapa produk kosmetik secara ilegal. Pelaku diduga melanggar Pasal 197 subsider 196 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 dengan ancaman hukuman hingga 15 tahun penjara.
Sebelumnya, BPOM bersama kepolisian juga menggerebek fasilitas penyimpanan dan distribusi kosmetik ilegal kurun waktu November-Desember 2020 di sejumlah tempat di Jakarta dan Bekasi. Hasilnya, petugas menyita produk dengan nilai keekonomian total Rp 11 miliar.
Kepala BPOM Penny K Lukito mengatakan, pengungkapan kasus di Ibu Kota merupakan hasil kerja sama Balai Besar POM di Jakarta dan Koordinator Pengawas Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Kepolisian Daerah Metro Jaya. Tim menggerebek sebuah ruko yang difungsikan sebagai gudang penyimpanan produk di Penjaringan, Jakarta Utara, pada 5 November dengan temuan barang bukti 27.299 buah produk kosmetik ilegal bernilai keekonomian Rp 4,4 miliar.
Selanjutnya, tim mengungkap tiga rumah di Jalan Bangka, Jakarta Selatan, yang difungsikan sebagai kantor dan gudang penyimpanan kosmetik impor ilegal, 26 November. Pelaku di fasilitas itu diketahui mengelola lima akun toko daring. Barang bukti yang disita yakni 188.395 buah kosmetik bernilai keekonomian Rp 5,8 miliar.
Penny menyebutkan, mayoritas temuan di Jakarta adalah kosmetik impor ilegal berupa produk perawatan kulit dan wajah sebagai pencerah. Kebanyakan dari China dan Korea. ”Untuk sementara, diketahui modus operandi yang dilakukan tersangka adalah mengedarkan kosmetik impor ilegal secara online melalui platform e-commerce serta mendistribusikan produk tersebut melalui jasa transportasi online dan ekspedisi,” katanya.
Sementara pengungkapan di Bekasi merupakan hasil kerja PPNS BPOM bersama Korwas PPNS Polri, pada 10 Desember. Mereka menemukan produk kosmetik ilegal dengan nilai keekonomian Rp 800 juta.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 197 juncto Pasal 106 Ayat 1 UU No 36/2009. Ancaman hukuman bagi mereka penjara maksimal 15 tahun dan denda paling banyak Rp 1,5 miliar.