Kasus Covid-19 Melonjak, Pertumbuhan Ekonomi Triwulan II-2021 Tertahan
Pertumbuhan ekonomi triwulan II-2021 yang sebelumnya diproyeksikan berkisar 7,1-8,3 persen harus ditekan ke batas bawah akibat kenaikan kasus Covid-19.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan II-2021 dipicu oleh lonjakan kasus Covid-19 dalam dua pekan terakhir. Pengetatan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat skala mikro juga akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi tahun ini.
Dalam konferensi persen APBN KiTa edisi Juni 2021, Senin (21/6/2021), secara virtual, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pertumbuhan ekonomi triwulan II-2021 yang sebelumnya diproyeksikan berkisar 7,1 persen-8,3 persen harus ditekan ke batas bawah akibat kenaikan kasus Covid-19.
Pengetatan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) skala mikro di pengujung triwulan II-2021 juga diyakini Sri Mulyani akan banyak berpengaruh pada data pertumbuhan ekonomi. Pengetatan PPKM mikro akan dilakukan pada 22 Juni-5 Mei 2021.
”Seiring dengan kenaikan kasus Covid-19 dan penerapan PPKM mikro di akhir triwulan II-2021, maka kisaran pertumbuhan ekonomi akan lebih rendah dari proyeksi sebelumnya,” kata Sri Mulyani.
Ekonomi pada triwulan II-2021 tumbuh positif karena basis pertumbuhan periode tahun sebelumnya rendah. Untuk itu, Sri Mulyani menekankan pengendalian Covid-19 melalui pelaksanaan protokol kesehatan dan percepatan vaksinasi tetap akan jadi penentu pemulihan ekonomi.
Pemerintah mengalokasikan anggaran untuk program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) pada 2021 sebesar Rp 699,43 triliun. Hingga 18 Juni 2021 realisasinya sebesar Rp 226,6 triliun, atau 32 persen dari total anggaran PEN.
Sri Mulyani menyoroti serapan anggaran PEN di sektor kesehatan yang masih rendah. Dari pagu Rp 172,8 triliun untuk sektor kesehatan, penyerapan hingga 18 Juni 2021 baru 22,9 persen sebesar Rp 39,55 triliun. Pemanfaatan dana ini digunakan untuk diagnostik, pengujian, penelusuran, perawatan, insentif tenaga kesehatan, dan vaksinasi.
Realisasi belanja negara pemerintah pusat hingga Mei 2021 sebesar Rp 647,6 triliun atau 33,14 persen dari target Rp 1.954,5 triliun. Belanja pemerintah pusat meliputi belanja kementerian/lembaga (K/L) Rp 359,8 triliun dan belanja non-K/L senilai Rp 287,9 triliun.
Untuk mendorong penanganan Covid-19, realisasi belanja barang K/L tumbuh 91,4 persen yakni dari Rp 69,2 triliun pada Mei 2020 menjadi Rp 132,4 triliun pada Mei 2021.
Manfaat dari akselerasi realisasi belanja barang K/L, lanjut Sri Mulyani, di antaranya adalah pengadaan 37,78 juta dosis vaksin Covid-19 senilai Rp 8,4 triliun, biaya perawatan sekitar 177.800 pasien Covid-19 senilai Rp 11,97 triliun, dan bantuan terhadap 9,8 juta pelaku usaha mikro senilai Rp 11,76 triliun.
”Realisasi belanja barang mayoritas digunakan untuk masyarakat di antaranya untuk pengadaan vaksin serta bantuan untuk pelaku usaha mikro,” ujar Sri Mulyani.
Dalam kesempatan yang sama, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menegaskan bahwa anggaran yang disediakan pemerintah cukup untuk biaya penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi.
”Anggaran kesehatan digunakan untuk program mulai dari diagnosa Covid-19 hingga cadangan imunisasi reguler. Kita punya APBN yang cukup. Tentu perlu dipakai dengan tata kelola yang baik,” kata Suahasil.
Ia mengklaim tunggakan pembayaran biaya perawatan terhadap fasilitas kesehatan di tahun 2020 sudah dibayarkan Rp 5,6 triliun, sementara sisanya sedang dalam proses kajian. Adapun biaya perawatan tahun ini yang sudah dibayarkan pemerintah kepada fasilitas kesehatan sebesar Rp 8,36 triliun.
Kepala Ekonom PT Bank Central Asia Tbk David Sumual mengatakan sejalan dengan pemberlakuan PPKM mikro, pemerintah tetap harus mempercepat program vaksinasi agar kekebalan komunal semakin meningkat sehingga pemulihan ekonomi bisa tetap berjalan.
”Implementasi vaksinasi masih cukup lambat. Padahal, vaksinasi di daerah urban yang padat penduduk diperlukan untuk menjaga putaran roda ekonomi,” kata David.
Ia memproyeksikan pemberlakuan PPKM mikro akan membuat pertumbuhan ekonomi triwulan II-2021 berkisar 6,15-7 persen secara tahunan.
David mengingatkan, jika penerapan PPKM mikro tidak mampu menurunkan angka kasus Covid-19, pembatasan sosial berskala besar (PSBB) harus kembali digelar. Dengan demikian, pemerintah perlu memastikan tingkat permintaan masyarakat tetap baik meski mobilitas menurun. Salah satu caranya melalui akselerasi bantuan sosial kepada masyarakat miskin-menengah dan bantuan untuk UMKM.