Pandemi Covid-19 tak hanya membuat kontraksi pertumbuhan ekonomi, tetapi juga memperlebar jurang antara si kaya dan si miskin. Perlu stimulus yang tepat sasaran, inklusif, dan berkelanjutan untuk menanggulangi hal ini.
Oleh
Benediktus Krisna Yogatama
·3 menit baca
Pandemi Covid-19 tak hanya memberikan kontraksi ekonomi, tetapi juga memperlebar jurang ketimpangan antara si kaya dan si miskin. Data teranyar angka kemiskinan, yakni September 2020, menunjukkan jumlah penduduk miskin Indonesia 27,52 juta orang atau setara dengan 10,59 persen dari total penduduk Indonesia. Angka ini meningkat dari Maret 2020 atau bulan pertama kasus Covid-19 ditemukan. Saat itu penduduk miskin tercatat 26,42 juta orang atau setara dengan 9,78 persen dari total penduduk.
Bank Dunia mencatat, sepanjang Februari 2020 hingga Februari 2021 sekitar 1,8 juta orang Indonesia menjadi penganggur, 3,2 juta orang kehilangan pekerjaan, dan lebih kurang 300.000 calon pekerja muda memasuki pasar tenaga kerja. Sementara 2,8 juta orang telah jatuh ke dalam kemiskinan per September 2020.
Indikator melebarnya ketimpangan juga terlihat dari angka gini rasio yang meningkat dari 0,381 pada Maret 2020 menjadi 0,399 pada September 2020. Angka rasio gini berkisar 0-1, semakin mendekati angka 1, berarti ketimpangan semakin parah.
Perekonomian Indonesia mulai masuk pertumbuhan minus sejak triwulan II-2020, yakni minus 5,32 persen. Ini catatan terburuk sejak krisis ekonomi moneter pada 1998. Pertumbuhan ekonomi Indonesia masih terus terkontraksi, yakni minus 3,49 persen pada triwulan III- 2020, minus 2,19 persen pada triwulan IV-2020, dan minus 0,74 persen pada triwulan I-2021. Besaran kontraksi terus mengecil dan diperkirakan triwulan kedua tahun ini Indonesia akan kembali mencatat pertumbuhan positif.
Kendati akan keluar resesi, ada sejumlah pekerjaan rumah yang sudah menanti pemerintah. Salah satunya adalah soal pemulihan ekonomi yang belum merata, yang juga berpotensi memperlebar jurang ketimpangan.
Pemulihan ekonomi belum menyentuh semua sektor. Hanya sektor-sektor tertentu yang dapat bertahan dan masih mencatat pertumbuhan positif selama pandemi. Mengutip Badan Pusat Statistik (BPS), produk domestik bruto (PDB) sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial pada triwulan I-2021 masih mencatat pertumbuhan 3,64 persen. Sektor informasi komunikasi serta sektor pertanian, kehutanan dan perikanan juga mencatat pertumbuhan positif masing-masing 8,72 persen dan 2,95 persen.
Sementara sektor ekonomi lainnya masih mencatatkan pertumbuhan negatif. Transportasi dan pergudangan merupakan sektor yang terkontraksi paling dalam, yakni minus 13,12 persen. Sektor konstruksi juga masih minus 0,79 persen. Begitu pula dengan sektor industri pengolahan yang minus 1,38 persen.
Pekerjaan rumah pemerintah bertambah lantaran selama sepekan terakhir kasus Covid-19 terus melonjak. Meski bisa efektif meredam lonjakan kasus Covid-19, pembatasan kegiatan masyarakat sudah tentu akan berdampak negatif bagi perekonomian. Apabila tak diimbangi dengan bantuan sosial untuk masyarakat bawah, pembatasan kegiatan masyarakat berpotensi memperlebar kesenjangan.
Kalangan ekonomi menengah ke atas bisa dan tetap memperoleh pendapatan dengan bertahan bekerja dari rumah. Mereka justru bisa mengurangi ongkos perjalanan ataupun operasional mereka. Sementara kalangan ekonomi bawah tidak punya keistimewaan untuk mendapatkan uang jika bekerja hanya dari rumah.
Tak heran, nilai tabungan golongan kaya melonjak selama pandemi Covid-19. Berdasarkan data Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), total tabungan pada kelompok rekening dengan simpanan di atas Rp 5 miliar sebesar Rp 2.560 triliun per Maret 2021, meningkat 15,57 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2020. Pertumbuhan nilai tabungan kelompok rekening ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok rekening dengan nilai simpanan lebih rendah.
Agar pembatasan kegiatan masyarakat tidak memperlebar jurang ketimpangan, pemerintah perlu meresponsnya dengan memberikan stimulus yang tepat, inklusif, dan berkelanjutan. Aktifkan kembali pemberian bantuan sosial (bansos) untuk masyarakat menengah ke bawah. Sebab, mereka adalah kalangan paling rentan dalam masa pembatasan. Pemberian vaksinasi juga harus lebih gencar diberikan kepada para pekerja. Sebab, mereka adalah kalangan usia produktif yang sangat diandalkan untuk mendorong perekonomian.