Kepercayaan makin aktual dan mendapat tempat di tengah berbagai peluang bisnis yang kadang hanya sekadar aji mumpung.
Oleh
Andreas Maryoto
·4 menit baca
Acara siaran langsung pertandingan sepak bola di sebuah platform terganggu. Publik lalu marah-marah di media sosial. Padahal, penyelenggara sudah membuat harga sedemikian murah. Ini era baru ketika pemenuhan janji pada konsumen makin jadi penentu. Istilah lama, kepercayaan mahal harganya, kembali aktual di tengah kemudahan era digital.
Ketika teknologi mulai menyebar, superioritas produk yang berbasis harga dan kualitas tak hanya jadi penentu. Pengalaman dan keterlibatan juga menjadi pembeda produk satu dengan yang lain. Kini faktor penentu mulai berkembang dan bertumpu pada kepercayaan layanan dan keterbukaan informasi sebuah produk.
Terkait layanan berbasis teknologi digital, orang mulai paham, penyedia layanan juga tidak lagi satu atau dua saja. Produk melimpah. Ketika semua faktor penentu sudah dipenuhi, orang kini mencari layanan atau produk yang bisa dipercaya dan memberikan keterbukaan informasi ketika muncul masalah.
Di dalam dunia digital di mana data dan informasi menjadi sangat berharga, pengelolaan lalu lintas data harus bisa dipercaya. Konsumen mendapat informasi yang memadai sehingga mereka bisa menyadari level keamanan atau proteksi terhadap data dan informasi yang dimiliki. Oleh karena itu, di dunia teknologi informasi muncul jabatan chief trust officer. Dia bertanggung jawab terhadap proses administrasi dan kebijakan tentang data yang bisa dipercaya dan transparan.
Beberapa tanggung jawab yang harus diemban yaitu bertemu dengan klien untuk memastikan standar kepercayaan pengelolaan data, membantu mempertemukan internal perusahaan dengan klien, dan menjamin kepatuhan pengelolaan akun-akun sesuai dengan regulasi. Oleh karena itu, orang yang dipercaya untuk menjabat fungsi ini harus memiliki kemampuan berelasi dan berkomunikasi secara memadai baik di dalam maupun di luar perusahaan. Mereka tentu harus memiliki kemampuan di bidang keamanan informasi dan keamanan sistem.
Dalam bisnis berbasis sistem digital, perusahaan tidak cukup hanya membeli teknologi, menyediakan orang yang menjalankan teknologi, dan membuat layanan. Teknologi digital memang membuat pengalaman konsumen makin membaik, pendapatan baru muncul, keputusan bisnis makin berbobot, tetapi juga membuat kerentanan dan risiko baru. Penggunaan teknologi digital yang makin sering meningkatkan kerentanan dan risiko itu.
Teknologi digital memang membuat pengalaman konsumen makin membaik, pendapatan baru muncul, keputusan bisnis makin berbobot, tetapi juga membuat kerentanan dan risiko baru.
Aliran data masif
Seorang analis bernama Rakshit Raviprakash dari perusahaan keamanan digital Subex di laman perusahaan itu membeberkan beberapa fakta. Sebanyak 1,7 megabyte data diproduksi oleh satu orang setiap detik. Ekosistem digital akan memiliki nilai 100 triliun dollar AS hingga sepuluh tahun ke depan. Sekitar separuh dari warga dunia sekarang telah terhubung dengan internet. Fakta-fakta ini memperlihatkan betapa aliran data sangat masif.
Rakshit kemudian bertanya, apakah data yang mengalir dari setiap orang merupakan data yang memiliki integritas? Apakah kita percaya dengan partner-partner kita di dalam ekosistem digital? Apakah kita percaya dengan identitas yang muncul di dalam internet?
Semua pertanyaan ini membuka kenyataan bahwa transformasi digital mungkin sudah banyak dilakukan baik oleh lembaga pemerintah maupun oleh perusahaan. Namun, satu hal yang belum banyak dipahami oleh lembaga pemerintah, korporasi, dan perorangan adalah bagaimana ekosistem digital itu bisa dipercaya, baik oleh internal perusahaan maupun dengan pihak eksternal ketika mereka berbisnis.
Orang mungkin bingung dengan istilah kepercayaan digital ketika disandingkan dengan keamanan digital. Kepercayaan digital berbeda dengan keamanan digital. Keamanan digital hanyalah satu urusan saja terkait dengan ancaman terhadap sistem. Sebaliknya, kepercayaan digital meliputi sejumlah variabel, seperti penanganan risiko, pengamanan privasi, pengamanan identitas, peningkatan kredibilitas, dan kemampuan memprediksi berbasis data.
Kepercayaan digital meliputi sejumlah variabel, seperti penanganan risiko, pengamanan privasi, pengamanan identitas, peningkatan kredibilitas, dan kemampuan memprediksi berbasis data.
Pada masa depan, tingkat kepercayaan terhadap data akan menjadi sesuatu yang wajib di dalam bisnis. Sebuah survei menyebutkan dua pertiga perusahaan pada 2025 akan meminta partner bisnisnya untuk menunjukkan inisiatif membangun kepercayaan digital. Oleh karena itu, korporasi perlu mempersiapkan diri untuk membangun inisiatif. Perusahaan-perusahaan tidak bisa lagi menyepelekan level kepercayaan pengelolaan data agar publik dan klien nyaman dalam berbisnis dengan mereka.
Kita kembali meyakini bahwa ke depan kepercayaan pengelolaan data akan menjadi faktor pembeda di dalam kompetisi bisnis. Mereka akan memilih berbisnis dengan korporasi yang memberikan jaminan bahwa pihak ketiga bisa dipercaya dalam pengelolaan dan lalu lintas data. Tanda-tanda itu sebenarnya telah muncul di mana perusahaan-perusahaan mulai meningkatkan privasi dan juga kredibilitas dalam pengelolaan data.
Kelak kemudian kepercayaan juga akan digunakan sebagai faktor pembeda untuk layanan dan produk nondigital. Mereka yang sejak awal bisa dipercaya, semisal dalam bisnis media, akan makin mendapatkan tempat di tengah banjir informasi. Mereka yang mau melakukan kerja lebih berat dalam kurasi, memberi layanan lebih, dan juga menyajikan sesuai yang diinginkan konsumen akan mendapatkan tempat.
Kepercayaan makin aktual dan mendapat tempat di tengah berbagai peluang bisnis yang kadang hanya sekadar aji mumpung. Orang pasti akan mau menghargai lebih ketika sebuah layanan atau produk dibangun sejak awal karena kepercayaan. Sebaliknya, konsumen akan lari ketika korporasi dibangun dengan kepalsuan serta tipu-tipu. Cepat atau lambat konsumen akan mengetahui model-model aji mumpung.