Pada 2020 PT Asuransi Jiwa Tugu Mandiri mencatat laba bersih setelah pajak sebesar Rp 18,39 miliar, meningkat dua kali lipat lebih dibandingkan pada 2019 yang sebesar Rp 8,39 miliar.
Oleh
Benediktus Krisna Yogatama
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pada 2020 PT Asuransi Jiwa Tugu Mandiri (AJTM) mencatat laba bersih setelah pajak sebesar Rp 18,39 miliar, meningkat dua kali lipat lebih dibandingkan pada 2019 yang sebesar Rp 8,39 miliar. Kenaikan laba itu turut mengerek aset sehingga meningkat 15 persen secara tahunan menjadi Rp 1,96 triliun.
”Keberhasilan itu tidak terlepas dari kebijakan dan strategi yang dilaksanakan dengan penuh komitmen oleh seluruh komponen perusahaan,” ujar Direktur Utama AJTM Hanindio W Hadi di dalam keterangan persnya, Jumat (11/6/2021).
Hanindio menjelaskan, salah satu kebijakan manajemen perusahaan yang mulai berdampak positif adalah transformasi berkelanjutan yang dicanangkan sejak September 2020. Transformasi itu mencakup tiga hal, yaitu Transformasi Sumber Daya Manusia, produk atau bisnis proses, dan Sistem yang terintegrasi.
Menurut dia, transformasi dilakukan dengan mengimplementasikan budaya kinerja yang produktif, optimalisasi produk, serta perbaikan tata kelola dengan mengimplementasikan kendali sistem teknologi informasi. Meski baru dilakukan pada akhir kuartal ketiga, langkah-langkah itu telah memberikan hasil yang positif pada 2020.
Kenaikan kinerja itu salah satunya juga ditopang kenaikan kinerja penjaminan emisi. Dari semula negatif Rp 11,69 miliar pada 2019, berbalik positif menjadi Rp 97,48 miliar pada 2020.
Hanindio mengatakan, peningkatan hasil penjaminan emisi ini merupakan buah dari kehati-hatian dalam proses dan penghentian penjualan untuk bisnis baru dari produk-produk yang dinilai tidak menguntungkan dan moratorium beberapa produk asuransi. Kedua langkah itu dibarengi dengan rebalancing portofolio dari produk yang ada.
”Semua produk yang tidak memenuhi hukum bilangan besar dan tidak memenuhi kriteria pada tata kelola yang berdampak pada bisnis yang sehat dihentikan dan atau dilakukan restrukturisasi. Itulah kunci yang membuat kami bertahan pada 2020,” kata Hanindio.
Dia menjelaskan, berbagai kebijakan dan strategi tersebut juga berdampak pada tingkat kesehatan keuangan AJTM, dengan risiko berbasis modal (RBC) sekitar 101 persen pada 2019 menjadi 257 persen pada 2020. Sementara Rasio Kecukupan Investasi (RKI) meningkat dari 104 persen menjadi 111 persen.
Sebelumnya, Ketua Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Budi Tampubolon menjelaskan, senada dengan pertumbuhan ekonomi, industri asuransi juga mengalami kontraksi. Pada 2020 total pendapatan premi asuransi jiwa mencapai Rp 187,59 triliun, menurun 2,19 persen dibandingkan pada 2019 yang sebesar Rp 191,80 triliun.
Penurunan terbesar terjadi pada pendapatan premi baru tahun 2020 yang turun Rp 3,39 triliun dibandingkan pada 2019. Sementara pendapatan premi lanjutan menurun Rp 820 miliar dibandingkan pada 2019.
Meskipun demikian, kondisi industri asuransi mulai mengalami pemulihan pada triwulan pertama tahun ini. Total pendapatan premi asuransi jiwa pada triwulan pertama tahun ini adalah sebesar Rp 57,45 triliun, meningkat 28,5 persen dibandingkan pada periode yang sama tahun lalu.
Peningkatan pendapatan premi ini banyak ditopang oleh pendapatan premi bisnis baru yang pada triwulan pertama tahun ini sebesar Rp 37,04 triliun atau meningkat 42,3 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Pendapatan premi dari bisnis lanjutan juga mencatatkan pertumbuhan. Pada triwulan pertama tahun ini pendapatan premi bisnis lanjutan mencapai Rp 20,41 triliun, meningkat 9,3 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang Rp 18,68 triliun.
Budi menjelaskan, pandemi Covid-19 ini secara tidak langsung ikut mendorong kesadaran masyarakat akan perlunya proteksi finansial. Ini yang juga mendorong pertumbuhan pendapatan premi industri asuransi jiwa.
”Ini menunjukkan masyarakat semakin membutuhkan keberadaan asuransi sebagai proteksi finansial keadaan darurat seperti saat pandemi,” ujar Budi.